Dengan pengakuan Prancis, jumlah negara yang mengakui Palestina secara bilateral naik menjadi 148 dari 193 anggota PBB. Secara yuridis, hal ini memperkuat legitimasi internasional Palestina. Namun, tantangan terbesar tetap ada di Dewan Keamanan PBB, di mana Amerika Serikat memiliki hak veto terhadap keanggotaan penuh Palestina.
Meskipun demikian, dukungan Prancis dapat mendorong Majelis Umum PBB untuk mengadopsi lebih banyak resolusi yang mendukung hak-hak (warga) Palestina, termasuk pengakuan atas dokumen perjalanan, hak pemungutan suara tambahan, dan partisipasi dalam badan-badan PBB seperti International Civil Aviation Organization (ICAO) atau International Maritime Organization (IMO).
Dampaknya Terhadap Potensi Normalisasi Hubungan Diplomatik Israel-Saudi Arabia
Pengakuan Prancis terhadap Palestina juga berpotensi memengaruhi proses normalisasi hubungan diplomatik antara Israel dan Arab Saudi. Riyadh, yang telah mempertimbangkan menjalin hubungan diplomatik dengan Tel Aviv di bawah mediasi Amerika Serikat, kini berada dalam posisi yang lebih sulit. Arab Saudi sebelumnya mensyaratkan kemajuan konkret dalam solusi dua negara sebagai prasyarat normalisasi hubungan diplomatik. Dengan Prancis secara terbuka mendukung kenegaraan Palestina, dukungan terhadap Arab Saudi untuk mempertahankan posisi tersebut semakin besar.
Implikasi bagi Negara-Negara Eropa dan NATO
Pengakuan Prancis juga memicu perdebatan di dalam Uni Eropa. Negara seperti Spanyol, Swedia dan Irlandia telah mengakui Palestina, sedangkan Jerman dan Belanda masih ragu. Dengan Prancis sebagai negara kunci Uni Eropa, ada tekanan politik baru bagi negara-negara tersebut untuk mengevaluasi ulang posisi mereka.
Di dalam internal NATO, pengakuan ini dapat menimbulkan dinamika baru. Turki dan Prancis telah lama berbeda pandangan soal Israel dan Palestina, dan pengakuan ini bisa memperkuat posisi Turki. Namun NATO secara kelembagaan tidak memiliki posisi resmi atas pengakuan negara, karena bukan entitas politik.
Simbolisme Politik dan Realitas Strategis
Di luar aspek legal dan geopolitik, pengakuan ini juga merupakan pernyataan nilai: bahwa keadilan, kemerdekaan, dan hak untuk menentukan nasib sendiri harus diakui di seluruh dunia. Presiden Emmanuel Macron menggunakan momentum ini untuk mengembalikan kepemimpinan moral Prancis dalam urusan global. Ia menyatakan bahwa pengakuan ini "bukan simbolisme belaka, melainkan tindakan menuju perdamaian jangka panjang."
Namun simbolisme ini tidak bisa berdiri sendiri. Dibutuhkan langkah konkret: tekanan diplomatik pada Israel untuk menghentikan permukiman ilegal, dukungan finansial kepada Otoritas Palestina, dan penegakan hukum internasional terhadap pelanggaran hak asasi manusia.
Kesimpulan
Langkah Prancis mengakui Negara Palestina adalah titik balik dalam sejarah konflik Israel-Palestina. Ini adalah keputusan yang berani, strategis, dan memiliki dasar hukum internasional yang kuat. Meskipun mendapat tentangan dari Amerika Serikat dan Israel, dukungan global yang semakin luas menandakan pergeseran dalam keseimbangan geopolitik Timur Tengah. Prancis telah menunjukkan bahwa norma hukum internasional dan prinsip keadilan tidak dapat terus dikorbankan atas nama status quo politik.
Langkah ini memperkuat posisi hukum Palestina, membuka peluang integrasi lebih dalam di lembaga internasional, dan menantang hegemoni diplomatik yang selama ini menghambat resolusi adil atas konflik yang telah berlangsung puluhan tahun. Kini dunia menunggu apakah negara-negara besar lainnya akan mengikuti jejak Prancis, atau tetap diam dalam ketidakpastian yang tak kunjung usai.