Mohon tunggu...
Prahasto Wahju Pamungkas
Prahasto Wahju Pamungkas Mohon Tunggu... Advokat, Akademisi, Penerjemah Tersumpah Multi Bahasa (Belanda, Inggris, Perancis dan Indonesia)

Seorang Advokat dan Penerjemah Tersumpah Multi Bahasa dengan pengalaman kerja sejak tahun 1995, yang juga pernah menjadi Dosen Tidak Tetap pada (i) Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, (ii) Magister Hukum Universitas Pelita Harapan dan (iii) Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, yang gemar travelling, membaca, bersepeda, musik klasik, sejarah, geopolitik, sastra, koleksi perangko dan mata uang, serta memasak. https://pwpamungkas.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Makna Penting Pengakuan Prancis Atas Palestina Dalam Konstelasi Geopolitik Global

25 Juli 2025   23:04 Diperbarui: 25 Juli 2025   23:06 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Prancis, Emmanuel Macron, dan Presiden Palestina, Mahmoud Abbas (Sumber/Kredit Foto: Central African News)

Berbagai media massa Eropa dan dunia memberitakan rencana Prancis memberikan pengakuan terhadap Negara Palestina di bulan September 2025, dan hal ini menjadi titik balik penting dalam peta diplomasi global. Untuk pertama kalinya, salah satu negara anggota tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) yang juga sekaligus negara anggota G7 secara resmi menyatakan pengakuannya terhadap Palestina sebagai negara berdaulat. Rusia (saat itu masih merupakan bagian dan pimpinan dari Uni Soviet) dan Republik Rakyat China (RRC), yang merupakan anggota tetap Dewan Keamanan PBB telah memberikan pengakuannya terhadap Negara Palestina sejak tahun 1988, akan tetapi keduanya bukan anggota G7.

Langkah Prancis ini tidak hanya memiliki implikasi simbolis, tetapi juga mengubah konfigurasi hubungan internasional, terutama di antara negara-negara Barat, Israel, dan dunia Arab. Amerika Serikat menyebut keputusan ini sebagai "ceroboh," sedangkan Israel menganggapnya sebagai pengkhianatan politik. Namun, Prancis berdiri teguh atas nama moralitas, legalitas, dan masa depan perdamaian.

Apa makna strategis dari langkah ini? Apakah ini membuka pintu baru bagi penguatan posisi Palestina di PBB dan lembaga internasional lainnya? Dan bagaimana dampaknya bagi dinamika Uni Eropa dan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), serta konstelasi Timur Tengah secara luas?

Demonstrasi Mendukun Palestina di Paris (Sumber/Kredit Foto: alwaght.net)
Demonstrasi Mendukun Palestina di Paris (Sumber/Kredit Foto: alwaght.net)

Geopolitik Pengakuan: Prancis Membuka Blokade Barat

Keputusan Prancis menandai berakhirnya konsensus informal di antara negara-negara G7, dan mayoritas negara-negara anggota NATO yang selama ini mengikuti kebijakan Amerika Serikat, dan juga mayoritas negara-negara anggota Uni Eropa, untuk tidak mengakui Palestina secara bilateral.

Meskipun lebih dari 140 negara anggota PBB telah lebih dulu mengakui Palestina, sebagian besar negara Eropa Barat tetap menahan diri, dengan dalih menunggu proses perdamaian yang inklusif antara Israel dan Palestina.

Dengan pengakuan ini, Prancis memberi sinyal kuat kepada negara-negara besar anggota NATO seperti Jerman, Italia, Kanada, dan bahkan Inggris, bahwa status quo kebijakan luar negeri Barat atas Palestina dapat dan perlu ditinjau kembali. Langkah ini memperbesar kemungkinan domino effect pengakuan serupa dari negara-negara anggota Uni Eropa lainnya.


Israel bereaksi keras dan menyatakan bahwa pengakuan ini akan memperkuat posisi Hamas serta melemahkan upaya perdamaian. Namun, posisi Prancis didukung oleh Arab Saudi, Yordania, Mesir, dan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), yang memuji Prancis karena kembali pada nilai keadilan dan hukum internasional.

Perbandingan dengan Spanyol, Irlandia, dan Swedia

Langkah Prancis bukan yang pertama di Eropa Barat. Swedia mengakui Palestina pada tahun 2014, menjadi negara pertama dari Uni Eropa/Eropa Barat yang melakukan hal tersebut. Irlandia dan Spanyol kemudian mengikuti pada bulan Mei 2024, dengan narasi serupa: mendukung solusi dua negara dan mengakhiri kebuntuan politik. Sedangkan, seluruh negara anggota bekas Pakta Warsawa di luar Uni Soviet telah sejak lama mengakui Negara Palestina, dan dari bekas Uni Soviet, kecuali Moldova dan negara-negara Baltic (Estonia, Latvia dan Lithuania) telah mengakui kedaulatan Negara Palestina.

Namun, pengaruh politik Prancis sebagai anggota tetap Dewan Keamanan PBB dan kekuatan militer-ekonomi utama Eropa memberikan bobot yang berbeda secara global.

Berbeda dari Prancis yang bergerak secara unilateral, Irlandia dan Spanyol mengupayakan koordinasi regional dalam pengakuannya. Namun, dampaknya lebih bersifat simbolik. Dalam hal Prancis, pengaruhnya terhadap pembentukan opini Uni Eropa dan NATO jauh lebih besar. Akibatnya, negara-negara seperti Belgia dan Slovenia dikabarkan sedang mempertimbangkan langkah serupa.

Baca juga: Arah Baru Eropa: Pengakuan Palestina dan Israel

Implikasi Hukum Internasional: Hak Penentuan Nasib dan Status Negara

Pengakuan Prancis terhadap Palestina memperkuat argumen hukum bahwa Palestina berhak atas status kenegaraan penuh berdasarkan prinsip "right of self-determination" sebagaimana diatur dalam Piagam PBB dan dikuatkan oleh advisory opinion Mahkamah Internasional/International Court of Justice (ICJ) dalam kasus Kosovo tahun 2010.

Baca juga: Prinsip Right of Self-Determination dan Ujian Hukum Internasional Kontemporer

Langkah ini juga menguatkan klaim Palestina terhadap keanggotaan penuh di PBB. Saat ini, Palestina hanya memiliki status "observer state." Dengan dukungan negara anggota tetap Dewan Keamanan seperti Prancis, jalur legal menuju status keanggotaan penuh menjadi lebih terbuka. Di sisi lain, pengakuan ini menegaskan sikap internasional terhadap ilegalitas permukiman Israel di Tepi Barat dan niat aneksasi Israel yang bertentangan dengan hukum internasional.

Reaksi Amerika Serikat dan Dampak Transatlantik

Amerika Serikat secara eksplisit menyebut pengakuan Prancis sebagai tindakan "reckless" (ceroboh) yang dapat memperburuk ketegangan di Timur Tengah. Washington menegaskan kembali posisinya bahwa pengakuan negara Palestina hanya sah bila terjadi melalui negosiasi langsung dengan Israel. Ketegangan ini menyoroti retaknya hubungan transatlantik dalam menyikapi krisis Palestina-Israel.


Namun demikian, langkah Prancis mencerminkan keinginan sebagian kekuatan Eropa untuk tidak lagi dikendalikan oleh Washington dalam isu Timur Tengah. Dalam kerangka hukum internasional, tidak ada kewajiban untuk menunggu negosiasi bilateral untuk memenuhi syarat de jure (pengakuan), selama syarat de facto: adanya populasi, wilayah terdefinisi, pemerintahan, dan kapasitas menjalankan hubungan luar negeri.

Presiden Donald Trump, Presiden Emmanuel Macron, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu (Sumber/Kredit Foto: NDTV)
Presiden Donald Trump, Presiden Emmanuel Macron, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu (Sumber/Kredit Foto: NDTV)

Pengaruh terhadap Proses Damai Israel-Palestina

Presiden Emmanuel Macron dari Prancis menegaskan bahwa pengakuan ini bukan hadiah bagi kekerasan, melainkan bagian dari strategi solusi dua negara (two-state solution). Artinya, Prancis berkomitmen mendorong jalan damai dengan mengakui eksistensi dua negara secara sejajar. Namun, Israel menilai langkah ini sebagai pelemahan terhadap posisi tawarnya, terutama terkait isu keamanan.

Di sisi lain, pengakuan Prancis ini akan memperkuat posisi tawar Palestina dalam forum internasional dan memberikan dorongan moral-politik kepada kelompok moderat di Palestina. Diharapkan pula bahwa tekanan internasional seperti ini akan membatasi ruang manuver Israel dalam melanjutkan pembangunan permukiman ilegal di wilayah pendudukan.

Peluang dan Tantangan bagi Palestina di PBB

Dengan pengakuan Prancis, jumlah negara yang mengakui Palestina secara bilateral naik menjadi 148 dari 193 anggota PBB. Secara yuridis, hal ini memperkuat legitimasi internasional Palestina. Namun, tantangan terbesar tetap ada di Dewan Keamanan PBB, di mana Amerika Serikat memiliki hak veto terhadap keanggotaan penuh Palestina.

Meskipun demikian, dukungan Prancis dapat mendorong Majelis Umum PBB untuk mengadopsi lebih banyak resolusi yang mendukung hak-hak (warga) Palestina, termasuk pengakuan atas dokumen perjalanan, hak pemungutan suara tambahan, dan partisipasi dalam badan-badan PBB seperti International Civil Aviation Organization (ICAO) atau International Maritime Organization (IMO).

Dampaknya Terhadap Potensi Normalisasi Hubungan Diplomatik Israel-Saudi Arabia

Pengakuan Prancis terhadap Palestina juga berpotensi memengaruhi proses normalisasi hubungan diplomatik antara Israel dan Arab Saudi. Riyadh, yang telah mempertimbangkan menjalin hubungan diplomatik dengan Tel Aviv di bawah mediasi Amerika Serikat, kini berada dalam posisi yang lebih sulit. Arab Saudi sebelumnya mensyaratkan kemajuan konkret dalam solusi dua negara sebagai prasyarat normalisasi hubungan diplomatik. Dengan Prancis secara terbuka mendukung kenegaraan Palestina, dukungan terhadap Arab Saudi untuk mempertahankan posisi tersebut semakin besar.

Raja Saudi Arabia dan Perdana Menteri Israel (Sumber/Kredit Foto: Sky News)
Raja Saudi Arabia dan Perdana Menteri Israel (Sumber/Kredit Foto: Sky News)
Langkah Prancis memberi ruang bagi Arab Saudi untuk menunda atau menyesuaikan pendekatannya terhadap Israel, terutama untuk meredakan tekanan domestik dan regional dari rakyat Arab yang masih sangat pro-Palestina. Dalam skenario ini, diplomasi Timur Tengah dapat kembali bergerak ke arah multilateralisme dan format negosiasi regional yang lebih seimbang.

Implikasi bagi Negara-Negara Eropa dan NATO

Pengakuan Prancis juga memicu perdebatan di dalam Uni Eropa. Negara seperti Spanyol, Swedia dan Irlandia telah mengakui Palestina, sedangkan Jerman dan Belanda masih ragu. Dengan Prancis sebagai negara kunci Uni Eropa, ada tekanan politik baru bagi negara-negara tersebut untuk mengevaluasi ulang posisi mereka.


Di dalam internal NATO, pengakuan ini dapat menimbulkan dinamika baru. Turki dan Prancis telah lama berbeda pandangan soal Israel dan Palestina, dan pengakuan ini bisa memperkuat posisi Turki. Namun NATO secara kelembagaan tidak memiliki posisi resmi atas pengakuan negara, karena bukan entitas politik.

Simbolisme Politik dan Realitas Strategis

Di luar aspek legal dan geopolitik, pengakuan ini juga merupakan pernyataan nilai: bahwa keadilan, kemerdekaan, dan hak untuk menentukan nasib sendiri harus diakui di seluruh dunia. Presiden Emmanuel Macron menggunakan momentum ini untuk mengembalikan kepemimpinan moral Prancis dalam urusan global. Ia menyatakan bahwa pengakuan ini "bukan simbolisme belaka, melainkan tindakan menuju perdamaian jangka panjang."

Namun simbolisme ini tidak bisa berdiri sendiri. Dibutuhkan langkah konkret: tekanan diplomatik pada Israel untuk menghentikan permukiman ilegal, dukungan finansial kepada Otoritas Palestina, dan penegakan hukum internasional terhadap pelanggaran hak asasi manusia.

Kesimpulan

Langkah Prancis mengakui Negara Palestina adalah titik balik dalam sejarah konflik Israel-Palestina. Ini adalah keputusan yang berani, strategis, dan memiliki dasar hukum internasional yang kuat. Meskipun mendapat tentangan dari Amerika Serikat dan Israel, dukungan global yang semakin luas menandakan pergeseran dalam keseimbangan geopolitik Timur Tengah. Prancis telah menunjukkan bahwa norma hukum internasional dan prinsip keadilan tidak dapat terus dikorbankan atas nama status quo politik.

Langkah ini memperkuat posisi hukum Palestina, membuka peluang integrasi lebih dalam di lembaga internasional, dan menantang hegemoni diplomatik yang selama ini menghambat resolusi adil atas konflik yang telah berlangsung puluhan tahun. Kini dunia menunggu apakah negara-negara besar lainnya akan mengikuti jejak Prancis, atau tetap diam dalam ketidakpastian yang tak kunjung usai.

===============

Catatan: Tulisan ini ditulis sepenuhnya dengan analisis prubadi berdasarkan informasi dan analisis lain yang tersedia di Reuters, CNN, BBC News, Tagesschau, FAZ, Volkskrant, de Telegraaf, APA Austria,  VRT Belgium, The Guardian, Al Jazeera, Haaretz, Deutsche Welle, ZDF Heute, Le Monde, Le Figaro, RTL Nieuws

Jakarta, 25 Juli 2025
Prahasto Wahju Pamungkas

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun