"Greenland adalah aset berharga bagi Washington, pada dasarnya Greenland merupakan asuransi fisik bagi tanah air Amerika," jelas Dr. Elizabeth Buchanan, mantan pejabat pertahanan Australia dan penulis buku yang akan segera terbit tentang wilayah tersebut. "Tidak heran jika Greenland selalu dipandang sebagai garis depan untuk pencegahan."
Hal itu akan mengkhawatirkan Rusia, yang telah lama khawatir tentang pertahanan rudal Amerika Serikat yang akan melemahkan sistem pertahanan dan militer Rusia. Namun, hal itu juga mengasingkan sekutu Amerika Serikat di dalam Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), yaitu Denmark, yang kemungkinan besar akan didukung oleh seluruh Uni Eropa dan negara-negara Eropa lain yang merupakan anggota NATO.
Greenland masih menjadi bagian otonom dari Kerajaan Denmark, di mana terdapat kemarahan atas pembicaraan Washington yang agresif awal tahun ini. Banyak orang di Kanada juga sangat terkejut dengan pembicaraan tentang keinginan untuk menjadikan Kanada sebagai negara bagian ke-51 Amerika Serikat, sesuatu yang dengan tegas dikesampingkan oleh Perdana Menteri Kanada saat itu, Justin Trudeau. Memperoleh kontrol yang lebih besar atas Greenland merupakan ambisi yang lebih mungkin, dan orang-orang Eropa secara diam-diam dan pribadi mengkhawatirkan bagaimana NATO, aliansi militer yang dirancang untuk mempertahankan diri dari Rusia, dapat menangani situasi ketika anggotanya yang paling kuat, Amerika Serikat, ingin mengambil wilayah dari anggota lainnya, Denmark.
China: Investor Strategis di Zona Arktik dan Dampaknya bagi ASEAN
Ambisi China terhadap Kutub Utara sangat strategis dan multidimensi. Dengan menyebut dirinya sebagai "negara dekat-Arktik" (near-Arctic state), dan menjadi anggota pengamat di Arctic Council sejak tahun 2013. China berupaya memperkuat pengaruhnya di kawasan tersebut meskipun secara geografis tidak memiliki wilayah Arktik. Seiring mencairnya es di Kutub Utara akibat perubahan iklim, terbuka peluang besar untuk eksplorasi energi dan jalur pelayaran baru, seperti Polar Silk Road, yang menjadi bagian dari inisiatif Belt and Road Initiatives dan bekerja sama dengan Rusia dalam infrastruktur energi dan jasa logistik NSR. Jalur ini memungkinkan pengiriman barang lebih cepat dari Asia ke Eropa, melewati Arktik, tanpa bergantung pada jalur tradisional seperti Selat Malaka yang dikendalikan kekuatan Barat.
Dengan demikian, meski secara geografis jauh, Arktik menjadi arena baru yang berdampak langsung terhadap keamanan dan ekonomi negara-negara Asia Tenggara.
Tiongkok telah terlibat dalam investasi dan berupaya melakukan investasi di Greenland, terutama di sektor pertambangan, tetapi investasi tersebut menghadapi tantangan politik dan logistik. Meskipun beberapa perusahaan Tiongkok telah menunjukkan minat untuk menambang unsur tanah jarang dan uranium, bahkan berpartisipasi dalam proyek bandara, upaya ini telah mendapat sorotan dari Denmark, AS, dan bahkan dari Greenland sendiri karena kekhawatiran tentang pengaruh strategis dan dampak lingkungannya.
Investasi mereka mencakup pertambangan di Greenland, sate penelitian ilmiah untuk memetakan dasar laut, serta pembangunan kapal kontainer kelas es. Strategi ini mengurangi ketergantungan pada rute tradisional seperti Malaka dan Suez, serta membuka peluang pemotongan 30--40% biaya pengiriman ke Eropa.
Negara Nordic dan Kekuatan Multilateralisme
Negara-negara Nordic di Eropa, Norwegia, Denmark (dan Greenland), Finlandia, dan Islandia memegang posisi kunci dalam geopolitik Arktik. Greenland menjadi titik strategis karena mineral kritikal dan peranannya dalam GIUK Gap (Greenland, Iceland and United Kingdom), jalur pengawasan antara Greenland, Islandia, dan Inggris.