Mohon tunggu...
Prahasto Wahju Pamungkas
Prahasto Wahju Pamungkas Mohon Tunggu... Advokat, Akademisi, Penerjemah Tersumpah Multi Bahasa (Belanda, Inggris, Perancis dan Indonesia)

Seorang Advokat dan Penerjemah Tersumpah Multi Bahasa dengan pengalaman kerja sejak tahun 1995, yang juga pernah menjadi Dosen Tidak Tetap pada (i) Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, (ii) Magister Hukum Universitas Pelita Harapan dan (iii) Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, yang gemar travelling, membaca, bersepeda, musik klasik, sejarah, geopolitik, sastra, koleksi perangko dan mata uang, serta memasak. https://pwpamungkas.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Indonesia Butuh Sistem Pertanian yang Cerdas, Bukan Tambahan Petani?

3 Juni 2025   09:38 Diperbarui: 4 Juni 2025   11:06 488
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Smart Farming | FREEPIK/pongsaksapakdee

Kekhawatiran terhadap eksklusivitas smart farming bukanlah alasan untuk menolak inovasi. Yang dibutuhkan adalah pendekatan bertahap dan kebijakan yang inklusif. Pemerintah harus berperan aktif dalam menjembatani kesenjangan antara teknologi dan kemampuan petani kecil. 

Subsidi alat pertanian modern, program pelatihan teknis berbasis komunitas, pembentukan koperasi digital, serta skema pembiayaan mikro untuk pembelian alat teknologi bisa menjadi langkah awal yang memungkinkan petani kecil mengakses inovasi.

Selain itu, riset dan pengembangan teknologi pertanian harus diarahkan pada pengembangan solusi lokal yang murah, mudah digunakan, dan disesuaikan dengan kebutuhan petani di berbagai wilayah. 

Tidak semua bentuk smart farming harus berbasis kecerdasan buatan atau sensor mahal. Inovasi sederhana seperti benih unggul, pemetaan cuaca berbasis SMS, atau sistem irigasi tetes yang hemat air bisa menjadi bagian dari pertanian cerdas yang aplikatif.

Kesimpulan: Cerdas Bukan Berarti Meninggalkan

Pertanian cerdas tidak boleh dipahami sebagai penggantian manusia dengan mesin, atau dominasi korporasi atas ladang-ladang desa. Sebaliknya, pertanian cerdas harus menjadi sarana untuk memberdayakan petani kecil agar mereka mampu bersaing dan bertahan dalam dunia yang terus berubah. 

Urbanisasi memang mengurangi ruang fisik pertanian, namun dengan teknologi dan kebijakan yang tepat, efisiensi dan produktivitas bisa ditingkatkan pada lahan yang tersedia.

Kuncinya adalah pada inklusi: bagaimana memastikan bahwa transformasi teknologi tidak menciptakan jurang sosial, tetapi justru menjembatani harapan petani kecil dengan kebutuhan nasional akan pangan yang berkelanjutan. Indonesia memerlukan pertanian cerdas, tetapi juga memerlukan cara yang adil dan manusiawi dalam mencapainya.

Transformasi sektor pertanian Indonesia menuju pertanian cerdas adalah langkah yang tidak hanya diperlukan tetapi juga mendesak. Dengan mengadopsi teknologi modern dan meningkatkan efisiensi, Indonesia dapat memastikan ketahanan pangan, meningkatkan kesejahteraan petani, dan menarik generasi muda untuk berpartisipasi dalam sektor ini. Pendekatan ini akan memungkinkan Indonesia untuk menghadapi tantangan masa depan dan memastikan keberlanjutan sektor pertaniannya.

======================

Catatan: Tulisan disusun sepenuhnya atas berdasarkan informasi dan analisis kontemporer yang dapat dijumpai di Antara News dan Jakarta Post

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun