Mohon tunggu...
Prahasto Wahju Pamungkas
Prahasto Wahju Pamungkas Mohon Tunggu... Advokat, Akademisi, Penerjemah Tersumpah Multi Bahasa (Belanda, Inggris, Perancis dan Indonesia)

Seorang Advokat dan Penerjemah Tersumpah Multi Bahasa dengan pengalaman kerja sejak tahun 1995, yang juga pernah menjadi Dosen Tidak Tetap pada (i) Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, (ii) Magister Hukum Universitas Pelita Harapan dan (iii) Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, yang gemar travelling, membaca, bersepeda, musik klasik, sejarah, geopolitik, sastra, koleksi perangko dan mata uang, serta memasak. https://pwpamungkas.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Indonesia Butuh Sistem Pertanian yang Cerdas, Bukan Tambahan Petani?

3 Juni 2025   09:38 Diperbarui: 4 Juni 2025   11:06 488
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Smart Farming | FREEPIK/pongsaksapakdee

Sebaliknya, dengan menerapkan teknologi pertanian cerdas, Indonesia dapat memaksimalkan hasil dari lahan yang tersedia dan menarik minat generasi muda untuk terlibat dalam sektor pertanian.

Salah satu penyebab semakin berkurangnya lahan pertanian adalah issue urbanisasi dan alih fungsi lahan, yang, jika diimbangi dengan meningkatkan jumlah petani tanpa meningkatkan produktivitas, hanya akan menjadikan pertanian tidak efektif. Benarkah demikian?

Urbanisasi dan Perubahan Struktur Agraria

Dalam beberapa dekade terakhir, Indonesia mengalami tren urbanisasi yang sangat cepat. Kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, dan Makassar terus mengalami perluasan wilayah dan pemekaran yang berdampak langsung pada penyusutan lahan pertanian di sekitarnya.

Lahan-lahan yang sebelumnya digunakan untuk pertanian kini telah berubah fungsi menjadi kawasan perumahan, industri, dan infrastruktur perkotaan. 

Di satu sisi, hal ini merupakan konsekuensi dari pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kebutuhan akan ruang hidup dan ruang usaha. Di sisi lain, proses ini juga menekan ketersediaan lahan produktif untuk pertanian, terutama di Pulau Jawa yang padat penduduk dan menjadi pusat produksi pangan nasional.

Namun, perlu dilihat bahwa meskipun terjadi konversi lahan secara signifikan, Indonesia sebagai negara kepulauan dengan lebih dari 17.000 pulau masih memiliki wilayah yang sangat luas. Potensi lahan pertanian di luar Jawa, seperti di Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua, masih belum tergarap secara optimal.

Oleh karena itu, klaim bahwa urbanisasi secara langsung dan linear mengurangi jumlah lahan pertanian secara nasional tidak sepenuhnya akurat. Faktor-faktor lain, seperti akses terhadap infrastruktur, teknologi, pasar, dan keamanan agraria, juga sangat mempengaruhi pemanfaatan lahan pertanian.

Demikian pula dengan tenaga kerja di sektor pertanian. Urbanisasi memang mendorong migrasi penduduk desa ke kota, namun hal ini juga mencerminkan adanya ketimpangan kesejahteraan dan akses ekonomi di pedesaan.

Anak-anak muda lebih memilih bekerja di kota karena sektor pertanian dianggap tidak menjanjikan secara ekonomi. Ini menunjukkan bahwa persoalan regenerasi petani lebih disebabkan oleh kurang menariknya sektor pertanian secara sistemik, bukan semata-mata karena hilangnya lahan atau meningkatnya urbanisasi.

Jalan Tengah: Teknologi yang Inklusif dan Bertahap

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun