Kembali ke Kehidupan Normal
Dengan diakhirinya PHEIC tersebut, maka kehidupan manusia berlangsung normal kembali. Juga dalam kaitannya dengan kegiatan bisnis, di mana di masa pandemi sering kali terjadi cidera janji (wanprestasi) dan kegagalan dalam memenuhi perikatan/kewajiban kontraktual yang telah disepakati bersama.
Pandemi COVID-19 dan Force Majeure
Oleh karenanya, di masa pandemi COVID-19, hal ini memicu perdebatan hukum di seluruh dunia tentang force majeure, doktrin hukum yang membebaskan suatu pihak dari sanksi ketika peristiwa luar biasa di luar kendali manusia yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya menghalangi pelaksanaan kontrak.
Namun, pengakuan COVID-19 sebagai force majeure bervariasi di berbagai yurisdiksi, tergantung pada ketentuan kontrak, hukum nasional, dan interpretasi pengadilan masing-masing negara.
Tidak ada preseden yang mengikat secara global untuk keadaan kahar, karena konsep ini berakar pada hukum kontrak domestik. COVID-19 telah diterima sebagai peristiwa kahar dalam banyak kasus, tetapi tidak secara otomatis.
Setiap kasus memerlukan bukti bahwa:
- Peristiwa tersebut tidak dapat diduga sebelumnya,
- Peristiwa tersebut berada di luar kendali para pihak, dan
- Peristiwa tersebut membuat pelaksanaan menjadi tidak mungkin (bukan hanya sulit atau mahal).
Analisis Yurisdiksi per Yurisdiksi
Untuk tujuan penulisan artikel ini, penulis hanya membatasinya pada beberapa yurisdiksi saja, yaitu Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Jerman, Italia, Belanda, Jepang, Singapura dan Indonesia.