Mohon tunggu...
Pradhany Widityan
Pradhany Widityan Mohon Tunggu... Buruh - Full Time IT Worker

Full Time IT Worker

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Wisata Ala Bali

8 November 2015   00:21 Diperbarui: 8 November 2015   00:53 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Teman saya bercerita saat dia ditanya oleh seorang turis asing. “Bagaimana bisa ada masjid dan gereja yang berbentuk seperti pura? Kan berbeda agama.” Teman saya menjawab, “Itulah Bali.” Seolah mengerti, bule itu langsung diam dan tidak mendebat atau berkomentar. Masjid berbentuk pura, itu ala Bali.

Saat menunggu pesawat menuju Bali, kita akan menjumpai banyak sekali turis asing. Bisa dipastikan, dibandingkan penerbangan domestik lainnya, penerbangan menuju Bali didominasi turis asing. Kota dengan turis terbanyak di Indonesia, itu ala Bali.

Saya awalnya tidak percaya begitu saja jika ada jokes bahwa Bali lebih terkenal dibanding Indonesia. Tapi saya dengar sendiri turis Jerman mengaku pada guide-nya bahwa dia tadinya hanya tahu Bali tanpa tahu Bali adalah bagian dari Indonesia. Kota yang lebih dikenal dari negaranya, itu juga ala Bali.

Ala Bali. Ala Bali. Ala Bali. Ya, siapa yang memungkiri bahwa di Indonesia, Bali adalah kota yang unik. Walaupun semua kota memang berbeda, tapi imajinasi kita akan langsung berubah drastis jika mendengar kata Bali. Bukan sekedar kota dengan rumah-rumah, toko-toko, jalan raya, dan transportasi. Tapi bangunan Pura di sepanjang jalan, turis asing, sunset, dan aroma dupa lengkap dengan bunganya akan terbayang. Tak beda dengan jika disebut kata Jakarta, maka pasti kita berimajinasi “macet”.

[caption caption="Welcome to Goa Gajah, Explorasi Budaya Ubud"][/caption]

Tidak disangka, tulisan saya tentang Bali beberapa waktu lalu di Kompasiana, ternyata yang membawa saya kembali lagi ke Bali hanya dalam waktu tiga minggu. Awalnya, acara yang bertajuk blogtrip “Explorasi Budaya Ubud” yang disposori oleh Kementrian Pariwisata dan Kompasiana sebagai hadiah dari kompetisi Pesona Budaya ini, menyajiakn drama yang begitu menguras pikiran. Namun, drama itu berakhir bahagia saat saya merebahkan tubuh saya di kamar hotel Courtyard By Marriot di Seminyak.


Hotel berbintang yang letaknya tak jauh dari pantai ini dikelilingi dengan hotel-hotel berbintang lainnya. Kawasan Seminyak berada tak jauh dari Kuta dan Legian yang kita kenal sudah “dijajah” bule. Banyak Bar dan Café disekelilingnya yang buka dari pagi hingga pagi lagi. Restoran mewah, spa and massage, dan tak ketinggalan toko-toko souvenir berderet di sana. Di Courtyard, kita sedikit banyak akan merasakan hidup mewah ala bule yang memanjakan pikiran. Kawasan yang menawarkan gaya hidup yang “bule banget”, ala Bali tentunya.

Unik Menarik

Pagi yang cerah, untuk jiwa yang haus wisata. Di Bali yang mayoritas warganya beragama Hindu, menyajikan jalanan yang tidak membosankan. Dari aroma kotanya yang wangi, hingga bangunannya yang artistik. Dalam agama Hindu dikenal dewa-dewi yang mewakili setiap sendi kehidupan. Salah satunya Dewi Saraswati. Dewi kesenian yang saya yakin memiliki andil besar dalam membangun pulau indah ini.

Suara harmonis gamelan Bali menyambut pengunjung Wisata Goa Gajah, Ubud dari kios-kios penjual souvenir. Berfoto bersama adalah agenda wajib yang biasa disebut foto keluarga. Goa Gajah sejatinya adalah salah satu pura di Bali. Yang membedakan adalah, di sana terdapat lorong goa untuk menaruh sesaji juga. Kolam di pelataran pura memiliki tujuh pancuran yang mewakili tujuh sungai suci di India.

[caption caption="Tujuh Pancuran Suci, Satu Hilang Karena Gempa, Goa Gajah"]

[/caption]

Seorang guide bernama I Wayan menemani kita berkeliling sambil menjelaskan mengenai Goa Gajah. Di mulut goa terdapat ukiran baru berbentuk makhluk khas Bali. Banyak makna yang terkandung dalam setiap sudut bangunan. Misalkan lima jari tangan yang berada di samping kanan mulut goa mewakili lima hal yang wajib dipercaya oleh umat Hindu. Tuhan, roh, karma, moksa, dan reinkarnasi. Dikenal dengan Panca Sradha. Kemudian tiga jari di sisi kiri artinya adalah tiga hal yang harus dijaga umat Hindu. Pikiran, perkatan, dan perbuatan. Namun, pada intinya, menurut guide kami, semua agama sama-sama bertujuan untuk menentramkan hati dan menentramkan dunia. Tentrem ing ati, tentrem ing dunya.

Agama Hindu memang menjadi ciri khas Bali. Ritual yang beragam dan upacara yang banyak menjadi daya tarik tersendiri untuk sekedar dicaritahu. Bahkan dipelajari untuk diambil hikmahnya. Walaupun agama Hindu berasal dari India, tetap saja Bali memiliki Hindu yang ala Bali. Angin pun berhembus kencang dan menerbangkan randu dari pohon randu besar di Goa Gajah.

Petani bekerja di sawah, berarti sedang beribadah pada Dewi Sri. Pemuka agama Hindu yang memberi pencerahan pada umat, artinya mewakili peran Dewa Brahma, Dewa Wisnu, dan Dewa Siwa yang agung. Dewa dewi dipuja melalui kegiatan sehari-hari. Artinya, Ubud adalah tempat pemujaan Dewi Saraswati terbesar. Seniman banyak lahir dari dewa dengan sawah-sawah nan hijau permainya. Antonio Blanco adalah nomer satu yang terkenal.

Menyusuri jalanan Ubud menuju Pasar Seni Ubud, kita tak henti-hentinya disuguhi barang-barang seni. Ukiran kayu, lukisan, ukiran batu, seni kriya, dan baju-baju khas terpajang di sepanjang jalanan sempit yang asri. Ubud adalah pusat seni di Bali. Walaupun tak sedikit seni yang mulai terindustrialisasi, misalnya lukisan dan handicraft yang bercorak sama. Apapun itu, tetap berjalan-jalan di Ubud tak akan membuat mata bosan. Dan itu hanya ada di Bali. Maka saya menyebutnya, ala Bali.

Hari semakin sore. Keletihan saya dan peserta lain sudah nampak. Spa dan Massage adalah solusi paling mudah. Masih di daerah Ubud, sebuah resort kita datangi untuk menikmati perawatan yang ditawarkan. Saya memilih dipijat ala Bali atau Balinese Massage di bagian punggung. Balinese Massage adalah pijat untuk relaksasi. Gerakan yand tidak keras tapi nyaman dan cukup mengurai asam laktat yang mulai menumpuk.

[caption caption="Wajah-wajah Bahagia akan Spa dan Massage"]

[/caption]

Hari semakin malam. Senja mulai terlihat di sepanjang jalan menuju destinasi terakhir. Makan malam. Resotoran yang kita datangi bernama Moonlite Kitchen and Bar. Tak jauh dari Courtyard. Kita dijamu di rooftop dengan pemandangan ombak laut yang berkejaran menyerbu pantai. Indah. Tentu saja. Sayangnya bintang tak bertaburan malam itu.

Hidangan yang special adalah Chili Brownies. Aneh bukan? Ya, saya pun terheran saat mendengar penjelasan dari chef restoran itu. Kue coklat dengan es krim dan pisang itu disajikan dengan saus yang manis namun pedas. Benar saja, sensasi pedasnya mewarnai lidah kita. Dan pedasnya benar-benar berasal dari cabai. Hmm, ini yang belum pernah saya cicipi. Dan itu melengkapi hal-hal yang saya sebut ala Bali. Unik. Menarik. Menutup perjalanan sehari bersama tim Kompasiana dan peserta blogtrip lain dengan manis.

[caption caption="Chili Brownies, Sensasi Rasa yang Unik dari Moonlite Kitchen and Bar"]

[/caption]

 

Semanis kue Brownies, Bali adalah Pesona Indonesia dengan rasa yang tidak ada duanya. Manisnya Indonesia, manisnya wisata ala Bali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun