Di suatu hutan yang sangat lebat, aku bersama ketiga temanku bernama Bimo, Galang, dan Riyo. Sebelum berlanjut perkenalkan dulu aku Wili  berasal dari Jawa Barat. Jadi ini kisah kami, aku dan temen-temenku suatu hari berkemah di suatu hutan. Saat kami sedang mendirikan tenda untuk persiapan berkemah, tiba-tiba ada seekor burung Gagak membawa batu berwarna biru melintas di atas kepala kami.
        Kami pun langsung mengikuti burung itu sehingga tenda yang kami dirikan pun belum berdiri. Kami berhenti mendadak sebab kehilangan arah kemana Gagak itu terbang. Secara tiba-tiba Gagak itu menghilang dan kami sadari, kami juga tak mengetahui sedang berada dimana yang pasti sudah jauh dari tempat perkemahan kami.
        Selayang padang di depan kami ada pulau nampaknya tak berpenghuni sebab terlihat sangat sunyi. Kami pun merasa ada yang aneh, suasananya agak berbeda dari biasanya. Waktu pun terus berjalan menempatkan hari semakin gelap. Kami tak tahu harus bagaimana memutuskan kembali ke tempat perkemahan.
        Diperjalanan Riyo berteriak. "Kamu kenapa Riyo?" Tanya Bimo.
        "Aku barusan seperti melihat sosok berbaju putih dan sosok itu meloncat-loncat ke arah pohon di sana." Jelas Riyo sambil menunjuk ke arah pohon yang ia yakini tempat suatu sosok itu pergi. Bimo yang mendengar itu merasa merinding.
        "Jangan ngomong sembarang, kita lagi di hutan." Ucap Bimo.
        "Aku beneran liat Bim." Ucap Riyo ketakutan.
        "Udah-udah ga usah berdebat." Lerai Wili. "Kita harus segera kembali ke tempat perkemahan sebelum hari semakin malam dan gelap."
        "Bentar deh, kalian ngerasa aneh ga sih kalau kita tuh cuma muter-muter aja?" Tanya Galang.
        "Ga tahu nih, aduh apaan lagi sih ini bener loh kita dari tadi jalan ga sampe-sampe tempat perkemahan kita. Perasaan tadi waktu ngikutin burung Gagak rasanya cuma sebentar harusnya kan ga jauh kita pergi dari perkemahan." Cerocos Bimo.
        "Iya bener, ini jalan udah kita lewati tadi. Jadi kita cuma muter-muter doang?" Riyo menyadari keberadaan mereka tetap di tempat yang sama.
        "Bagaimana kita istirahat aja dulu di sini sembari nunggu pagi, siapa tahu besok kita bisa lebih jelas cari jalan, mungkin karena ini malam jadi kita salah ambil jalan." Usul Wili.
        "Ga ah aku takut bermalam di hutan mending tetap lanjut cari jalan aja." Sergah Bimo.
        "Ada benarnya usul Wili, kita istirahat dulu untuk sedikit menenangkan pikiran setelah itu kita bisa melanjut perjalanan. Usulku hanya beristirahat sebentar bukan bermalam menunggu sampe waktu fajar tiba."
        "Oke kalau itu aku setuju." Disertai anggukan Galang dan Wili.
        Akhirnya kami pun beristirahat duduk di batu yang sangat besar. Sembari beristirahat kami mengingat kembali apa yang kami lewati saat mereka mengejar burung Gagak itu. Tak lama Riyo mengingat apa yang kami lewati saat menggejar burung itu.
        "Sepertinya aku ingat sesuatu teman-teman." Ucap Riyo memecah hening.    Â
        "Ingat apa, Yo?" Ucap serentak.
        "Waktu kita ngikutin burung Gagak kita melewati dua pohon besar yang masing-masing berjarak dua meter seolah seperti gerbang dan di sampingnya semak-semak. Kemudian keadaan jadi berubah, burung Gagak itu hilang dan suasana hutan juga berbeda dan tadi kita lihat ada pulau kan tapi kita milih putar balik dan sampe saat ini kita belum sampe ke perkemahan."
        "Jadi maksudmu dua pohon besar itu gerbang apa?"
        "Kurasa itu kita sedang masuk ke alam lain, alam goib." Suasana berubah mencekam sebab masing-masing dari kami tengah merasa ketakutan apabila yang dibilang Riyo itu benar.
        "Kalian sedang apa disini?" Suara serak mengagetkan kami. Saat kami menoleh seorang nenek tua di belakang kami lengkap dengan kayu bakar yang ia bawa.
        "Kami awalnya sedang berkemah, saat kami tengah mendirikan tenda seekor burung Gagak melintas di atas kepala membawa sebuah batu biru dan tanpa sadar kami mengikutinya namun tiba-tiba Gagak itu hilang dan kami memutuskan kembali ke perkemahan namun sampe saat ini kami tak kunjung menemukan perkemahan kami,"
        "Apakah tadi kalian melewati gerbang dua pohon besar disertai semak-semak di sekelilingnya?"
        "Benar nek." Jawab Riyo cepat menyahut pertanyaan sang Nenek.
        "Kalau begitu kalian telah masuk ke alam lain. Kalian tidak akan bisa keluar dari sini."
        "Apa tidak ada cara, Nek?" Tanya Wili.
        "Jika kalian ingin keluar dari sini kalian harus bertemu dengan sosok pocong dan tatap mukanya lalu kalian bacakan ayat kursi 120 kali."
        "Maaf nek itu tidak mungkin bisa kami lakukan, mungkin kalau sekadar ketemu pocong bisa tapi membaca ayat kursi kami tidak bisa, kami bukan orang islam."
        "Kalau begitu masih ada cara lain, salah satu dari kalian jadi tumbal."
        "Jika kami menumbalkan salah satu dari teman kami bagaimana orang tuanya pasti akan sangat khawatir nenek.'' Nenek itu tidak perduli apa yang mereka bicarakan.
        "Kalian ini susah sekali, ingin keluar tapi banyak tapinya kalau dua syarat itu tidak bisa tersisa satu yang bisa kalian lakukan. Teruslah berjalan tanpa menoleh ke belakang." Setelahnya nenek pergi tanpa pamit, pergi memunggungi kami.
        "Eh ke mana nenek itu?" Tanya Galang.
        "Bukankah tadi ia pergi ke arah kita." Bimo seraya mau menoleh
        "Eh jangan menoleh." Cegah Riyo. "Inget perkataan nenek itu terakhir sebelum pergi kita jangan menoleh jika mau selamat itu syarat terakhir di antara dua syarat lainnya."
        "Oiya benar. Jadi apakah kita akan mengikuti saran nenek itu." Selidik Bimo.
        "Ya mau tak mau." Ucap serempak.    Â
        Kami pun melanjutkan perjalanan. Akhirnya kami sampailah di suatu pulau yang bernama PULAU KUPUJO. Itu adalah pulau terlarang, penduduknya bukanlah manusia melainkan jin dan sia. Sia adalah setan yang menyerupai manusia. Sesampainya di pulau kami semua melihat ada pohon kelapa raksasa. Di balik pohon itu ada rantai yang besar seperti mengikat orang. Kami pun menyusul keberadannya  pohon kelapa itu.
        Kami tidak tahu di sana adalah pulau terlarang bagi manusia apalagi sampai menginjakkan kaki di pulau itu. Kami pun akhirnya masuk ke dalam pulau hanya berharap siapa tahu ada jalan pulang untuk pulang ke rumah. Sampailah di depan pohon kelapa tersebut terlihat ada sosok raksasa besar bermata satu dan di jidatnya ada tuliasan [ka fa ro]. Ya benar itu adalah dajjal Aljasasah yang diutus oleh Allah SWT untuk kepercayaan kiamat sebagaimana dijelaskan dalam surah Al-Qoriah menjelaskan tentang hari kiamat.
         Kami pun penasasan apa itu surah Al-Qoriah. Di pohon kelapa raksasa itu terdapat tulisan ayat surah Al-Qoriah berbahasa Arab dan Latin. Kami pun mencoba membaca surah itu perlahan-lahan menggunakan bacaan bahasa Latin. Lalu tiba-tiba dalam sekejap kami duduk di atas batu, batu itu membawa kami terbang dan kembali ke alam kami. Kami merasa bahagia bisa kembali pulang.   Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI
