Mohon tunggu...
David Olin
David Olin Mohon Tunggu... Pustakawan - Belum terlambat aku mencintai-Mu

Setiap kali menatap mentari, bulan selalu mendapat cahaya baru (IG: @david.usolin.sdb) Note: Semua tulisan dalam platform ini dibuat atas nama pribadi.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Pemikiran Teologi dan Politik Spinoza

21 November 2019   21:04 Diperbarui: 21 November 2019   21:00 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

 Karena itulah, Allah menggunakan sarana komunikasi yang dapat diakses oleh manusia. Hal ini terlihat paling jelas ketika Ia mengatakan, "Akulah Tuhan Allahmu". Manusia secara pribadi adalah satu-satunya makhluk yang secara verbal dapat mengatakan atau mengekspresikan kodrat Allah (yang juga adalah pribadi). Ketika seseorang mengatakan "Saya mengerti", ungkapan ini tidak diatribusikan pada mulut yang mengucapkannya, melainkan pada pikiran si pengucap.

 Salah satu isi pewahyuan yang paling penting adalah perintah. Sepuluh Perintah Allah di Gunung Sinai bersifat preskriptif dan mengandung tuntutan tindakan. Perintah ini menjadi standar kebenaran bagi seluruh bangsa. Perintah yang sama melarang orang Israel mencari figur lain selain Allah sendiri. Sementara itu, Allah sendiri tidak kelihatan.

 Spinoza menunjukkan ayat-ayat Kitab Suci yang menggambarkan sarana-sarana pewahyukan hukum Allah kepada manusia. Dalam 1 Tawarikh 22, Allah menunjukkan murka-Nya kepada Daud melalui malaikat yang membawa sebilah pedang. Hal yang sama juga dapat kita temui dalam kisah Bileam (Bil 22:21-35). Figur malaikat ini tidak hadir secara riil, tetapi eksistensinya hanya ada dalam imajinasi nabi. Imajinasi termasuk dalam daya inteligensi manusia.

 Melalui tanda-tanda dan penampakan, Allah menyatakan diri-Nya (bdk Bil 12:6- 7). Keduanya hanyalah sarana komunikasi antara Allah dengan manusia. Sangat sulit membayangkan seseorang yang dengan intuisi murninya mampu memahami ide-ide yang tidak terdapat dalam pikirannya sendiri (secara deduktif). Dengan demikian, pengetahuan dalam Kitab Suci tidak melampaui akal budi manusia alias tidak bersifat transendental.

  

Yesus Kristus dan Roh Tuhan

 Dalam Kristus, pemahaman ini berubah secara total. Melalui Kristus, Allah mewahyukan diri-Nya secara langsung. Suara Kristus (dalam kaitan dengan suara yang didengar oleh Musa) dapat disebut suara Tuhan, hikmat Allah. Dengan begitu, kita dapat menyimpulkan bahwa tidak ada seorangpun selain Kristus yang menerima pewahyuan tanpa bantuan imajinasi, entah dalam kata-kata maupun penglihatan. Spinoza tidak mengakui atau menyangkalnya, tetapi dengan bebas ia mengakui bahwa ia tidak mengerti doktrin-doktrin Gereja tersebut.

 Setelah "mengadili" pewahyuan dengan akal budi, Spinoza melangkah lebih jauh. Ia menganalisis tentang Roh yang dihembuskan kepada para nabi. Ia merujuk pada kata Ibrani, roo'-akh, yang umumnya diterjemahkan sebagai roh.

 Secara harfiah, kata ini berarti angin, tetapi juga menjadi tanda bagi hal yang lain. Misalnya, nafas, keberanian dan kekuatan, kebajikan, sifat pikiran, kehendak, tujuan, hasrat, dan rangsangan. Orang Yahudi menggunakan kata benda untuk menunjukkan sifat-sifat tertentu. Maka, tidak heran bahwa ketika mereka tidak mampu memahami fenomena tertetu atau gagal memahami penyebabnya, mereka merujuk hal-hal itu pada Tuhan.

 Dengan demikian, kita dapat memahami dan menjelaskan ayat-ayat Kitab Suci yang berbicara tentang Roh Tuhan. Misalnya, setiap kekuatan atau kebajikan yang tidak terpahami disebut Roh atau Kebajikan Tuhan (bdk Kel 31:3). Para nabi yang katanya "dihinggapi Roh" ternyata dihinggapi oleh suatu daya yang langka dan luar biasa. Atas dorongan itu, mereka menyerahkan diri mereka sendiri kepada sebentuk laku saleh dengan ketetapan hati yang khusus. Mereka membuat jarak antara diri mereka sendiri dengan orang-orang biasa yang tidak memiliki "karunia" semacam itu.[7] 

 Para nabi mengungkapkan segala insight yang telah mereka peroleh dalam bentuk perumpamaan dan alegori-alegori. Mereka membungkus kebenaran spiritual dalam rupa "badani", sama seperti metode yang biasa dilalui oleh imajinasi. Jadi, jangan heran bila Kitab Suci berbicara dengan sangat aneh dan kabur tentang Roh Allah (Bil 11:17, 1 Raj 22:21).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun