Mohon tunggu...
David Olin
David Olin Mohon Tunggu... Pustakawan - Belum terlambat aku mencintai-Mu

Setiap kali menatap mentari, bulan selalu mendapat cahaya baru (IG: @david.usolin.sdb) Note: Semua tulisan dalam platform ini dibuat atas nama pribadi.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Pemikiran Teologi dan Politik Spinoza

21 November 2019   21:04 Diperbarui: 21 November 2019   21:00 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Kesimpulan

             Dalam kelima bab dari bagian pertama TTP, Spinoza tetap konsisten dalam analisisnya mengenai Kitab Suci, baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Ia menunjukkan bahwa tidak ada satupun persoalan dalam Kitab Suci yang tidak bisa lolos dari penyelidikan akal budi. Ia tidak takut mengkritik klaim-klaim teologis yang menjadi penopang rezim monarki di zaman itu.

 TTP mencoba membela pandangan bahwa penguasa dalam sistem monarki maupun aristokrasi tidak perlu menindas rakyatnya. Sebaliknya, penguasa seyogyanya memberi -- dalam arti tertentu -- sebanyak mungkin kebebasan dan keamanan dalam suatu negara.[8] Bagi Spinoza, kebebasan dan keamanan yang ingin diwujudkan dalam negara-negara tergantung pada pemahaman dan imajinasi dari komunitas-komunitas partikular yang menopang kehidupan demokrasi, meski tidak sepenuhnya. Kebebasan berpikir dan berbicara tidak mengganggu ketertiban umum, bahkan justru diperlukan untuk mewujudkannya.

 Kebebasan menjadi pusat pemikiran filosofisnya tentang teologi dan politik. Kebebasan merupakan kodrat universal manusia. Semua orang harus bebas untuk memilih dasar iman-kepercayaan bagi dirinya sendiri dan iman itu hanya bisa dilihat dari buahnya. Dengan begitu, setiap orang akan taat kepada Allah secara bebas dan sepenuh hati. Tidak akan ada orang yang membanggakan dirinya karena telah bertindak adil dan melakukan cinta kasih.

 Kebebasan yang sama juga harus selaras dengan keamanan negara dan wewenang pemerintah. Setiap orang adalah penjamin kebebasannya sendiri. Negara tidak lagi menjadi satu-satunya penafsir yang mendiktekan baik aturan agama maupun aturan sipil. Biarkanlah setiap orang berpikir dan berbicara sesuai kemauannya sendiri.

 Dengan demikian, ia menyimpulkan bahwa "Tidak ada seorangpun yang dapat dirampas dari hak-hak kodratinya secara mutlak."[9] Tetapi seorang warga negara tunduk, entah secara diam-diam maupun lewat kontrak sosial, kepada penguasa yang sah, tanpa menimbulkan kekacauan pada negara itu. 

 Ia adalah filsuf besar pertama yang merumuskan dasar perlunya kebebasan berbicara. Ia mendahului satu generasi, sebelum John Locke menyatakannya. Bertrand Russel menulis tentang Spinoza sebagai "filsuf besar yang paling luhur dan paling dicintai. Secara intelektual memang banyak orang yang mengunggulinya, tetapi secara etis dialah yang terbesar."[10]

 Di akhir tulisannya, ia sadar bahwa karyanya ini akan mengguncang para teolog, pemimpin agama, maupun pemerintah. Ia mengatakan bahwa ia rela mengubah seluruh isi tulisannya jika negara menghendakinya. Hal ini tidak akan pernah dilakukan sampai akhir hayatnya.

  

DAFTAR PUSTAKA

 De Spinoza, Benedict. A Theologico-Political Treatise Part I. Diakses dari LibGen. http://gen.lib.rus.ec/book/index.php?md5=7202C0DC134E100C599DED71C0DCCB99 pada tanggal 10 Oktober 2019 pukul 11.35

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun