Mohon tunggu...
David Olin
David Olin Mohon Tunggu... Pustakawan - Belum terlambat aku mencintai-Mu

Setiap kali menatap mentari, bulan selalu mendapat cahaya baru (IG: @david.usolin.sdb) Note: Semua tulisan dalam platform ini dibuat atas nama pribadi.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Pemikiran Teologi dan Politik Spinoza

21 November 2019   21:04 Diperbarui: 21 November 2019   21:00 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Lebih lanjut, pemerintah mengemban tanggung jawab untuk menjamin struktur pemerintahan yang legal dan menyediakan suatu visi hidup bersama yang mampu mendamaikan perbedaan-perbedaan antar individu dan menjamin keharmonisan serta kerja sama di dalam suatu negara. Kebebasan individu jangan sampai merusak keamanan hidup bersama. Maka, tidak heran apabilan Jonathan Israel menyebut Spinoza sebagai "pemikir besar Eropa pertama dalam zaman modern yang mengangkat republikanisme demokratis sebagai bentuk organisasi politik yang paling tinggi dan hampir sepenuhnya rasional."[6] 

Di lain pihak, Spinoza menekankan ketaatan (obedience) kepada penguasa yang sah, sekalipun penguasa itu jahat. Dari sudut pandang ini, pemikiran politiknya lebih "otoritatif" dibandingkan dengan Leviatan-nya Thomas Hobbes. Hobbes masih membenarkan pemberontakan rakyat terhadap penguasa yang menciptakan ketakutan, atau yang membuat suatu negara mundur menuju kondisi alamiah (state of nature: homo homini lupus). Spinoza melarang hal itu.

 

Bab Satu: Menggugat Warta Kenabian

 Pada Bab I (On Prophecy), Spinoza mengatakan bahwa para nabi memiliki banyak sekali imajinasi luar biasa yang aneh, tetapi tidak mempunyai pikiran yang sempurna. Contoh konkretnya ada pada Salomo. Ia merupakan orang yang paling bijak tetapi tidak masuk dalam kalangan para nabi. Dengan kata lain, nabi itu belum tentu cemerlang pikirannya. Sebaliknya, orang yang cerdas belum tentu adalah nabi.

 Warta kenabian adalah pengetahuan yang benar yang disingkapkan Allah kepada manusia. Seorang nabi merupakan penafsir pewahyuan (yang ia terima dalam bentuk insight) bagi mereka yang belum memahami secara jelas pesan tersebut. Orang-orang biasa tidak dapat mencapai pengetahuan itu secara pasti. Mereka paling banter bisa mendekati pengetahuan itu dengan iman yang sederhana.

 Dalam uraiannya tentang kenabian, Spinoza menyatakan bahwa pewahyuan mencakup dua hal sekaligus, yakni: pengetahuan yang mengatasi akal manusia, maupun pengetahuan biasa/imanen (ordinary). Bagi dirinya, mustahil jika Allah berkomunikasi dengan manusia tanpa menggunakan hal-hal yang telah kita ketahui dengan nalar sehat.

 Untuk menjelaskan tentang pengetahuan, Spinoza menggunakan argumen metafisis. Salah satunya adalah dengan menggunakan terminologi causa prima. Menurutnya, kodrat pikiran manusia merupakan causa prima dari pewahyuan Yang Ilahi. Hal ini mungkin terjadi karena pikiran kita secara subjektif mengandung dalam dirinya sendiri hakikat Allah. Penjelasan mengenai hal-hal ini dengan merujuk pada Kitab Suci dalam terang akal budi dinilainya cukup memadai. Cukuplah akal budi saja yang diperlukan untuk membahasnya.

 Pertanyaan Spinoza adalah: apakah pengetahuan transendental dalam Kitab Suci itu mungkin? Argumennya sebagai berikut: Kitab Suci banyak menggunakan metafora. Sementara itu, untuk mengetahui arti sesungguhnya yang hendak dikatakan oleh penulis, mustahil untuk menarik kesimpulan dari pernyataan metaforis. Apalagi, bagi orang Yahudi, tidak ada penyebab kedua atau partikular. Bagi mereka, semua kebaikan merujuk pada keilahian, termasuk kebutuhan-kebutuhan mereka.

 Lebih jauh, Spinoza merumuskan dua unsur utama yang membentuk pewahyuan dalam Kitab Suci yaitu sabda dan penampakan. Pewahyuan sendiri bisa berisikan entah sabda saja, atau penampakan saja, atau gabungan keduanya. Ada dua jenis untuk gabungan keduanya yaitu: 1) riil, nyata, ketika hal itu berada di luar pikiran nabi yang melihat atau mendengarnya, 2) imajinatif, ketika imajinasi sang nabi berada pada tingkat yang benar-benar mengarahkannya seolah-olah ia mendengar atau melihatnya. Salah satu contoh suara yang riil adalah suara Tuhan kepada Musa di Kel 25:22. Menurut Spinoza, tidak ada suara riil lainnya kecuali suara ketika Allah berbicara dengan Musa seperti dua orang sahabat.

 Bandingkan dengan panggilan Samuel sebagai contoh kedua. Ketika Samuel mendengar suara panggilan itu untuk ketiga kalinya, ia mengira suara itu berasal dari Eli. Yang didengar oleh Samuel itu adalah suara imajinatif, karena pada saat itu Samuel sedang dibiasakan untuk mendengarkan (sebagai pelayan di Bait Allah). Contoh ketiga sebagai pembanding adalah suara yang didengar oleh Abimelekh (Kej 20:6). Mimpi merupakan imajinasi dalam arti yang paling aktif dan paling tidak dapat dikontrol.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun