Mohon tunggu...
Pius Rengka
Pius Rengka Mohon Tunggu... Pemulung Kata -

Artikel kebudayaan, politik, sosial, budaya, sastra dan olahraga. Facebook:piusrengka. Surel:piusrengka@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Victor Jos Dikepung Rezim Jaringan Lama, "Human Trafficking", Holocaust Versi NTT

3 Januari 2019   17:58 Diperbarui: 3 Januari 2019   19:10 838
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Derita Manusia dan Duhka Kemanusiaan. Sumber Gambar:sofisrael.com

Dalam konteks Consultative Meeting, Gubernur 2 menyerukan, agar para aktivis yang melakukan Consultative Meeting on Anti-Human Trafficking in Indonesia and Timor Leste, di Hotel Luwansa, Labuanbajo, selama 3 hari, harus sanggup menemukan inti persoalan dan solusi konstruktif multidimensional. Tidak berhenti di sidang-sidang dan pertemuan-pertemuan. Harus ada kesimpulan dan solusi konkrit. "Kita kerja sama dan sama-sama bekerja. Kita tumpaskan para penjahat pelaku kejahatan kemanusiaan itu," katanya lagi.

Para aktivis menyimpulkan, krisis kemanusiaan telah melanda masyarakat NTT satu dekade belakangan. Krisis itu harus diatasi dengan gerakan masif dan berjejaring di semua wilayah target sehingga 5 tahun mendatang NTT khususnya dan Indonesia umumnya harus Zero Human Trafficking.

Namun, jangan pernah lupa, tatkala Gubernur NTT, Victor Laiskodat dan Yosef Nesoi terpilih melalui demokrasi langsung, pengaruh rejim lama belum  punah ditelan sejarah. Karena itu, tekad di antara kalangan aktivis semacam gugatan atau sejenis keluhan bersama.

Sanggupkah Victor Laiskodat dan Yosef Naesoi membekuk para pelaku yang berkeliaran di tanah air dan  NTT? Sanggupkah moratorium menghentikan jaringan yang sudah berakar kuat dari masa lampau itu? Sanggupkah gertakan patahkan kaki dan sepak kepala itu membongkar jaringan kejahatan ini yang telah mendulang keuntungan begitu besar di kalangan mereka? Sanggupkah pula menangkap para pelakunya? Untuk berapa lama ini moratorium? Wait and see.

Kita ingat, agar tak lupa konteksnya. Tahun 2017, tercatat 1.083 manusia Tenaga Kerja Indonesia asal NTT menjadi korban human trafficking. Saat tulisan ini dibuat, 7 November 2018, sudah 90 mayat dikirim ke NTT.

Wajah mayat sudah berubah bentuk. Ada di antaranya tidak memiliki organ tubuh, lainnya rusak parah, dan sisanya bahkan ditunda kirim ke NTT karena prosedur pengirimannya bermasalah. Jika ada TKI pulang selamat, wajahnya rusak, tubuh penuh luka menyusul serial kekerasan yang dialaminya di tanah rantau. Contoh hidup masih ada. Ibu Mariance. Pembongkar kisah internal masih juga ada, Rudy Soik. Kalangan aktivis LSM di Jakarta juga masih menyimpan data, lengkap nama-nama para pelakunya.

Holocaust versi NTT:

Lalu, loncat ke hal lain. Masihkah kita di sini berdebat sebatas serial aturan main yang telah dengan nyata memproduksi kematian? Masihkah kita di sini sibuk mencari jawaban legal  atas  timbulnya pertanyaan di manakah negara? Masihkah kita tega melihat dan membaca sebodoh-bodohnya realitas rejim gagal yang memproduksi mati massal atas nama salah urus yang sistematis? Masihkah kita tega menuding rakyat tolol karena pergi tanpa dokumen jelas?  Masihkah kita saling tuding di atas puing ribuan mayat korban human trafficking? Adakah nurani kita atas nama agama  apa pun? Human traffciking sudah jadi teror, telah menjadi semacam holocaust versi NTT.

Tidak! Kita mesti berperang. Perang semesta mengejar komplotan  jejaring bisnis tenaga kerja itu dengan masif. Menangkap mereka lalu dijebloskan ke dalam jeruji besi. Karena mereka telah melakukan pembunuhan massal.

Dilukiskan bentuk pembantaian itu berupa keterlibatan para pelaku dari berbagai entitas sosial politik seperti actor negara (pemerintah), actor bisnis pembiaya kaki tangan di masyarakat sipil dan aktor politisi.

Tercatat, 10 tahun belakangan, kasus human trafficking melampaui  angka toleran. Hal itu persis sama dengan pembantaian yang belangsung di Tutsi dan Huttu dalam perang saudara di Afrika, atau holocaust seperti jaman Hitler di Jerman atas kaum Yahudi. Tetapi seiring dengan realitas pembantaian ini, belum ada pemimpin yang bernyali menangkap komplotan ini.  Semoga Gubernur NTT Victor Laiskodat dan Yosef Naesoi tidak mengulangi jalan serupa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun