Mohon tunggu...
Pius Rengka
Pius Rengka Mohon Tunggu... Pemulung Kata -

Artikel kebudayaan, politik, sosial, budaya, sastra dan olahraga. Facebook:piusrengka. Surel:piusrengka@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Victor Jos Dikepung Rezim Jaringan Lama, "Human Trafficking", Holocaust Versi NTT

3 Januari 2019   17:58 Diperbarui: 3 Januari 2019   19:10 838
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Derita Manusia dan Duhka Kemanusiaan. Sumber Gambar:sofisrael.com

Mariance bertahan? Iya. Dia bertahan lantaran dia mengingat anak-anaknya nan dekil menantinya sangat lama di kampung. Anak-anak menggendong harapan Mama Mariance pulang mendapat rejeki dari rantau panjang di negeri orang. Apalagi,  agen pengirim adalah kelompok terhormat. Anak-anaknya mendambakan ongkos di  sekolah dasar.

Mariance merunutkan kisahnya diiringi derai air mata. Para pendengar, di pelataran belakang Hotel Luwansa, Labuanbajo, pekan lalu, senyap dalam selimut isak tangis. Lainnya, tak sanggup mendengar lanjutan kisahnya. Marah.

Perihal lama kerja. Jam kerja Mariance melampaui hukum umum. Jika dibandingkan tenaga kerja formal Jepang di Jepang, bekerja 15 jam sehari karena mereka memang mengimpikan mendapat bonus nan tambun. Tetapi tidak untuk Mariance di Malaysia.

Bekerja 15 jam sehari, dianggap majikan teramat sedikit. Dia harus bekerja 20 jam sehari dengan upah yang tak pernah diterimanya lantaran upah itu harus menanggung utang yang dibuat agennya. Waktu tersisa baginya, diisi tangisan getir yang mengalir deras air mata ke laut dhuka tatkala mengenang tanah kelahirannya di Timor. Sial sekali.

Tentu saja, banyak Mariance lain mengalami kekejian majikan serupa itu. Janji perusahaan pengirim tak sepenuhnya sempurna. Bahkan jauh dari tanggung jawab. Satu kata yang selalu diingatnya, keji. Serial kekejian, sulit dibayangkan. Biadab.

Memang, diakui, ada juga calon TKI yang dihadang petugas agar tak pergi ke luar negeri tanpa alas hukum yang jelas. Mereka ditangkap di Pelabuhan Tenau Kupang, lainnya batal terbang ke luar NTT. Migrasi manusia NTT ke negeri jauh, sebenarnya sudah berlangsung lama. Aktivis PADMA, Jakarta, Bung Gabriel Goa, menyebutnya dengan istilah yang sangat elok syarat nuansa akademis, migrasi kultural.


Mengerikan:

Mengerikan dan tragis.  Dua kata itu, sangat pas untuk melukiskan profil pembantaian massal dan masif atas rakyat NTT selama kurun waktu  10 tahun belakangan ini.

Disebut pembantaian, tentu saja,  bukan tanpa alasan. Kuat kesan, pemerintah nyaris tak ambil pusing untuk menghentikan peristiwa rutin saban tahun di NTT itu.

Ketika mayat TKI dikirim pulang ke NTT entah melalui bandara El Tari atau tempat lain, paling-paling Pemerintah NTT, menggelar konperensi pers. Isi keterangan pers pun, sebetulnya sudah dapat diduga sebelumnya.

Paling-paling isi konperensi pers berisi seputar orasi  pejabat tentang kekecewaannya atas kasus human trafficking. Lalu mengutuk para pelaku aktualnya di negeri jauh. Kemudian sedikit sumpah serapah, menyusul imbauan agar  rakyat patut hati-hati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun