Mohon tunggu...
Piccolo
Piccolo Mohon Tunggu... Hoteliers - Orang biasa

Cuma seorang ibu biasa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Mantel Hujan untuk Bapak

4 Desember 2020   22:50 Diperbarui: 5 Desember 2020   18:57 563
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mentari masih begitu enggan untuk bersinar pagi ini. Mendung tebal masih menutupi hampir seluruh langit Medan. Dan Bapakku masih tetap dengan motor tuanya. Supra Fit keluaran tahun dua ribu lima.

"Bapak berangkat dulu, ya." Katanya seusai sarapan pagi itu.

"Pak, bawalah ini untuk makan siang Bapak." Kataku sambil menyodorkan kotak nasi yang hanya berisi nasi putih dan telur mata sapi ditambah sedikit kecap manis untuk perasa.

"Kau saja yang bawa itu. Bapak masih bisa makan dari hasil traktiran pengguna aplikasi jasa pesan antar makanan nanti."

Bapak selalu begitu. Dan alasannya selalu sama setiap hari.

Memang benar, Tuhan sering berbaik hati mengirimi kami makanan dari pengguna aplikasi jasa pesan antar makanan yang pesan dari Bapak. Tapi, tak jarang juga Bapak harus menahan lapar dan hanya minum air putih sepanjanng hari.

Tubuh Bapak memang tak lagi kuat. Keriput sudah bergelantungan hampir di seluruh tubuhnya. Rambut putihnya bahkan sudah mendominan. Melihat Bapak yang masih terus bekerja di usia senja bahkan menolak untuk beristirahat di rumah, rasanya aku sering malu pada diriku yang sering mengeluh.

"Pergilah mandi. Bapak buatkan teh hangat buatmu." Sambutnya ketika melihatku tiba dirumah dengan kondisi basah kuyup.

"Arga bisa bikin sendiri, Pak." Sahutku sambil mengambil gelas yang ada di genggaman Bapak.

"Bapak bawa nasi goreng. Tadi ada yang traktir. Cepatlah mandi, kita makan bareng." Sambungnya masih dengan penuh perhatian.

Satu hal yang tak bisa aku pahami. Kapan Bapak akan sadar kalau aku bahkan sudah tumbuh dewasa. Dia masih tetap membanjiriku dengan perhatian seperti anak kecil. Menyuruhku mandi, mengingatkanku makan, melarangku begadang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun