"Mengembara di negeri asing" menghadirkan sensasi kegelisahan yang kuat. Mengembara di negeri asing bisa berupa keterasingan, bertemu dengan orang-orang yang tidak mengenal kita, kesulitan dalam berkomunikasi dan seterusnya.
Kita juga bisa menyelami kesakitan lewat frase
Aku hilang bentuk
remuk.
Pertama kali membaca puisi ini saya langsung membayangkan, mungkin seperti ini penderitaan orang yang dibelit anaconda raksasa. Remuk sampai tak berbentuk.
Tapi di atas itu semua, dan ini bagian yang terpenting, penulis tetap berkeyakinan Tuhan itu adalah entitas yang holistik. Dan hanya kepada-Nya sajalah kita harus menaruh harapan. Pesan ini ditulis dengan baik pada kata-kata pamungkas puisinya.
Di pintu-Mu aku mengetuk
Aku tidak bisa berpaling.
Saya merasakan, selain diksi, kekuatan dari puisi-puisi Chairil Anwar adalah metafora yang hidup dan menghadirkan kesan mendalam bagi pembaca. Seperti baris penutup puisi ini contohnya.
Alih-alih menggunakan kata-kata seperti menengadahkan tangan atau meminta (seperti lazimnya orang berdoa) Chairil Anwar justru menggunakan kata pintu dan mengetuk.
Artinya, dalam kepasrahan sekalipun kita tetap harus tetap berikhtiar, berupaya untuk menemukan jawaban atas pertanyaan atau mencari pemecahan masalah-masalah hidup yang sedang dihadapi.