Sarung merah bermotif kotak-kotak itu punya sejarah sendiri. Selama bertahun-tahun, Murni menganggap sarung itu sebagai pengganti suaminya yang pergi merantau namun hingga kini belum pernah sekalipun terdengar kabarnya.
Sarung itu adalah sarung kesukaan, Hasan, suaminya, sejak masih bujang. Masih lekat di ingatan Murni peristiwa tujuh tahun lalu, saat dia dan Hasan bertemu untuk pertama kali di masjid desa. Hasan malu-malu berkenalan dengannya yang saat itu baru saja selesai pendidikan diploma dan kembali ke desa untuk bekerja di kantor pemerintah desa.
Saat itu Hasan memakai sarung merah itu sebagai bawahan. Terlihat gagah dengan atasan baju koko putih dan kopiah.
Kemudian Murni diam-diam menaruh hati padanya, sekalipun Hasan hanya pemuda petani biasa. Apalagi dia tahu, Hasan juga menyimpan rasa cinta padanya.
Perjalanan cinta mereka tak bisa dibilang mulus, karena ayah Murni ingin anak satu-satunya itu juga berjodoh dengan lelaki yang lebih setara. Paling tidak juga mengenyam pendidikan yang lebih tinggi daripada kebanyakan pemuda desa lainnya.
Tapi kesungguhan Hasan membuktikan rasa cintanya ditambah dengan dan karakter Hasan yang bersahaja, sopan, ulet dan soleh, akhirnya membuat orang tua Murni luluh hatinya. Dua tahun sejak pertama kali berkenalan, cinta tulus suci mengantar mereka ke pelaminan.
Setahun kemudian pernikahan mereka pun dikaruniai seorang puteri jelita yang diberi nama Deli. Murni merasa dunia mereka semakin sempurna. Tapi ternyata tidak untuk waktu yang lama.
Pada suatu malam, Hasan mengungkapkan keinginannya untuk ikut beberapa pemuda sedesa untuk merantau ke negeri jiran. Kabarnya, di sana ada proyek besar yang membutuhkan banyak tenaga kerja dan mereka diberi upah cukup tinggi. Yang membuat Murni sedih, rupanya tekad Hasan untuk merantau sudah bulat betul, tidak mungkin berubah lagi.
"Apa lagi yang kau cari, Bang? Walaupun gajiku dan hasil kebun kita tidak membuat kita kaya raya, sudah cukuplah untuk dipakai hidup sehari-hari. Tak sayangkah abang pada Deli?" tanya Murni berlinang air mata. Saat itu bayi Deli sudah tertidur nyenyak di dalam ayunan.
"Justru karena aku sayang kalian, aku ingin merantau ke Malaysia. Aku ingin mengumpulkan modal biar kita bisa punya usaha. Si Deli nanti harus bisa sekolah tinggi. Biaya sekolah nanti makin mahal. Kalau kita hidup begini-begini saja, bagaimana si Deli nanti?"