Setiap malam akan tiba dalam hitungan hari atau beberapa jam saja. Momentum itu akan berlangsung singkat, tanpa ragu dan kata tanya sesingkat manusia menutup pelupuk mata.
Lalu saat malam menghampiri, daun-daun pohon kehidupan berjatuhan, jatuh dan luruh ke atas permukaan, menjadi satu dengan ibu bumi. Jejak-jejaknya tinggal sejarah yang dibisikkan angin dan dituliskan di lembar-lembar kenangan.
Kita yang masih mengarungi samudera sesaat berhenti mengayuh, lalu melarungkan berguci-guci rasa hormat ke atas segara, membiarkan kenangan bebas menyentuh.
Dan kita kembali membuka kesadaran bahwa kita adalah entitas yang rapuh. Kita bagai mozaik yang tidak utuh lagi karena kehilangan beberapa keping setiap kali terjatuh. Tapi justru dalam rapuh kita menemukan makna yang menyeluruh, sehingga dalam rapuh doa-doa kita terengkuh.
---Â
kota daeng, 14 Januari 2019