Mohon tunggu...
Agung Pramono
Agung Pramono Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat, Pemerhati Hukum dan Sosial

pemahaman yang keliru atas makna hak adalah akar dari semua kejahatan

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

Seperti Gatotkaca, Industri Pesawat Menjadi Mitos Negara

31 Agustus 2020   09:15 Diperbarui: 31 Agustus 2020   09:19 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Transportasi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Wirestock

PT Dirgantara Indonesia (PTDI) bisa pulih meski rugi, hingga di akhir tahun 2014, PTDI mendapat laba sebesar 19,3 juta dolar AS (Rp 250 miliar). Pada tahun 2019 dinyatakan bahwa pendapatan perseroan naik hingga 259,7 juta dolar AS hingga mendapat laba bersih 10,5 juta dolar AS.

Diantara nafas kebangkitan, itikad untuk memulai kembali dari dasar, mengerjakan apa yang bisa dikerjakan, mengerjakan sesuatu yang tidak pernah terbayang sebelumnya, memproduksi cetakan panci tapi pada saat bersamaan PTDI merancang masa depan.

Peluang membuat cetakan panci yang biasanya didatangkan dari Taiwan untuk para pembuat kue di Jawa Barat ditawarkan ke PTDI dengan harga rabat 50 persen dengan kontrak senilai Rp 1 juta.

Pekerjaan ini dilakukan oleh satu unit beranggotakan 500 karyawan terampil dan berpendidikan, yang dipimpin seorang magister lulusan Inggris. Dua bulan kemudian kontrak pembuatan cetakan panci itu berkembang jadi satu miliar. Sembari merencanakan membuat pesawat baru dengan rancangan dan produksinya dilakukan sendiri.

PTDI semakin bersemangat menggarap proyek pemerintah untuk pengadaan tabung BBG dan converter kit. Pada tahap awal, BUMN produsen pesawat udara itu mendapat order 500 buah converter kit plus tabung BBG.

"Makanya Presiden Habibie waktu itu sangat konsen dorong SDM Indonesia bisa buat pesawat, karena kalau bisa buat pesawat bisa buat apa saja, mobil bisa, tabung gas bisa sampai panci pun bisa," kata Wakil Menteri ESDM, Widjajono Partowidagdo.

Antara Harapan dan Kenyataan

PTDI berhadapan dengan masalah regenerasi, menyamakan persepsi tentang pabrik atau industri pesawat terbang yang tidak bisa dan atau tidak mungkin berdiri sendiri kepada kadernya. Menurut Chappy Hakim Komisaris Utama PTDI 2002--2005 bila tidak ada pahlawan dari pihak ketiga, konten lokal sebesar 50% tidak akan pernah bisa tercapai.

Berdasarkan catatan, sepanjang 2003 hingga 2007 tidak pernah tutup buku, memasuki 2008 ditemukan catatan bahwa pajak belum dibayar, data-data hutang 1990-an dan lain-lain, ramainya demonstrasi di internal perusahaan. Sebagian besar diatasi pada 2009 mulai dari audit oleh BPK, instansi pajak dan banyak lembaga lembaga lain.

Menyelesaikan utang ke pemerintah dengan konversi menjadi modal, meski hanya di atas kertas namun tidak menjadi beban keuangan PTDI. Sampai akhirnya pada Desember 2011, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menerbitkan PP untuk selamatkan PTDI, mendapatkan kucuran dana PMN, sejak 2012 PTDI seperti baru lahir kembali, ekuitas sudah positif, modal kerja yang cukup digunakan untuk meminjam kredit bank.

Karena baru bisa normal berbisnis maka kesulitan PTDI adalah membuat kontrak jangka panjang untuk pesawat terbang di Asia Pasik agar PTDI survive sampai 10 tahun ke depan, saat itu terjadi lost generation, karena sekitar 45 persen pegawai saat ini mulai memasuki masa pensiun. Pada 2010 PTDI mulai merekrut pegawai baru secara bertahap, 1-2 orang yang pensiun dipertahankan sebagai pelatih insinyur baru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun