Mohon tunggu...
Yudha Adi Putra
Yudha Adi Putra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Tidak Pernah Mati

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Makan di Angkringan

19 November 2022   17:30 Diperbarui: 19 November 2022   17:30 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Makan di Angkringan dan Memaknai Korupsi

Puisi Yudha Adi Putra

  • Keluh tidak terdengar di dekat meja
  • tak berjarak di samping sungai
  • tak dibicarakan di dekat rumah makan

  • Mereka memakai kaos dan topi lusuh
  • menyembunyikan mimpi-mimpi besar
  • anak bisa sekolah, rumah dan cicilan bayar listrik

  • Dan rencana untuk menikmati lelah
  • di luar sebuah tembok besar
  • menjawab keraguan dengan menatap
  • (ada banyak kesenjangan dalam kehidupan)
  • Tangis kelaparan itu menjadi tempat
  • dengan banyak harap dan ingin untuk selamat
  • terjeraklah dari kehilangan yang dinantikan
  • tak sempat memohon pada Tuhan
  • sebuah harapan untuk makan nanti malam

  • malam akan tiba sebentar lagi
  • lupa semua korupsi yang terjadi
  • siang tadi

  • dan hujan membawa berita, mulai resah perihal
  • hilang

  • Ada seorang pengemis tua yang sedang merokok
  • ditanya perihal bukan miliknya, "namaku paryoto,"
  • Katanya. Dia, seperti orang usang dengan kelimpahan,
  • menangis karena tidak dapat bagian, di angkringan, bersama nyamuk
  • merasakan dingin
  • di tempat lain ada kemegahan
  • di tempat terbaik untuk korupsi
  • Tapi keinginan menjadi ketidakmengertian
  • tertimpa banyak pertanyaan
  • uang, makan, mati, hilang
  • dan penjual peti

Penjual angkringan bertanya, "Adakah uang untuk makan ?"

seorang pengemis menjawab, "Aku diberi makan Ibu Pertiwi,"

di situ sekarang hidupnya digantungkan, terkuras korupsi

dari korupsi ke korupsi : krisis etika

(yang dibiasakan saja), korupsi, nepotisme, dan kolusi

sama saja tidak mengertinya

               

                Aku menikmati makan di angkringan dengan senang,

                pergi dari pencarian, yang dilaporkan korupsi

pada media untuk diselidiki

mungkin nanti aku akan tertangkap

tapi niat baik menutupi

yang bertahan, aku di angkringan

Bagaimana Ibu Pertiwi merawat orang korupsi ?

dengan keberanian menyakiti

dan kapan terakhir gelisah karena salah

mungkin sudah lupa

"Apakah di hatiku ada rasa senasib bersama bangsa ini?"
"Mengapa menikmati korupsi itu indah atau melihat menderita itu musibah ?"

aku tak sempat merespon,

ketika sebuah mata menatapku di angkringan

pengemis tua, memanfaatkan kesempatan

kebaikan hati orang korupsi untuk makan

laparlah dengan mudah

membayangkan kehilangan

tapi diberi makan Ibu Pertiwi

Angkringan tetap ramah, dari orang korupsi yang disembunyikan

pelaku hendak diselamatkan karena tindakan

berbohong

angkringan lebih jujur

yang dirasakan pengemis tua

Pengemis itu mulai pergi, berharap makan di angkringan lain

merusak pemandangan mata

bagi siapa saja yang tak mau miskin

bahkan dengan korupsi

mengambil apa saja

walau bukan miliknya

untuk dinikmati di angkringan

bukan perihal kehilangan

oleh banyak pesan, semua sama saja

korupsi dapat terjadi

nikmat sekali

hendak dicegah, nanti dulu

aku belum kaya dan ingin mati

Angkringan dahulu sederhana

tumbuh dengan rasa, ada takut dan kesepian

tak lagi berdaya

menerima tamu-tamu angkuh dengan rupiah

hasil korupsi dibanggakan

angkringan tempat memaknai

sejauh mana rasa hilang

"Aku ini siapa?"

angkringan tidak mengerti apa yang ditanyakannya

seperti mereka yang tak tahu nikmat korupsi

berdiri sambil menyakiti

menginjak bangsa sendiri

dan berada dalam bimbang soal mati

kegelisahan tak bisa dihindari

kecuali hadir di angkringan

Berpura-pura ketakutan, masa yang indah, dengan harapan

menyerukan permohonan, semacam pengampunan

akan ketakutan

membawa dosa dan dambaan

kemungkinan itu produk korupsi

bisa tiba-tiba tertawa

dari jatuh rasa bersalah atau menangis karena sedikit

pada perjalanan korupsi, atau diambang pertanyaan jumlah

baru saja terlintas

sebuah syair untuk korupsi

hanya satu kata untuk korupsi

Lawan !

Lalu, memilih untuk korupsi sebab itu terlalu nikmati sekali

menghilang dalam kata tanpa makna

Angkringan tetap tempat makan

hujan lebat tidak mengubahnya

biasa saja tanpa korupsi

gagasan-gagasan soal korupsi muncul

tidak terima dengan keadaan

meracuni pikiran baik

memompa keberanian

tumbuh dan meledak pada jumlah

relasi bertambah

kemudahan untuk hilang sadar dan tanggung jawab

Itulah korupsi

tapi angkringan tetap akan sendiri

kita korupsi, pada waktu dan hutang

dituliskaan dalam kegelisahan

mengantarkan harapan akan uang semakin banyak

untuk korupsi

Angkringan perlu banyak membaca

dan waktu luang tanpa ambisi

supaya tidak korupsi

bisa saja demikian dan perwakilan memilih korupsi

karena tidak puas

"Kami tidak sedang korupsi, kami menikmati hidup dan pilihan kami" kata pedagang angkringan,

yang sedang sibuk mendengarkan kasus korupsi

buku catatan hutang tidak pernah ketinggalan

"Ini buku bukti, korupsi kecil di angkringan bisa dibawa mati," bukan untuk menakuti

tapi korupsi menyakiti diri sendiri

Cinta mungkin tidak terkorupsi

atau dalam cinta tidak ada korupsi

bisakan cinta menjadikan korupsi

tetap saja cinta pada angkringan

angkringan menjadi nama lain Tuhan

tempat mengeluh

perihal kurang dan tambah

yang diteriakkan dengan sunyi

untuk menambah daya korupsi

pada kehilangan

maukah korupsi ?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun