Mohon tunggu...
Christian Rahmat
Christian Rahmat Mohon Tunggu... Freelancer - Memoria Passionis

Pembelajaran telah tersedia bagi siapa saja yang bisa membaca. Keajaiban ada di mana-mana. (Carl Sagan)

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Fanatisme Membunuh Rasionalitas

12 Juni 2019   01:03 Diperbarui: 12 Juni 2019   01:20 278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ibhseayeon.wordpress.com

Kubu yang kontra-pemerintah sudah lebih dahulu menanam benih kebencian terhadap pemerintah, sehingga tidak jarang kalau kritik yang mereka lontarkan tidak lagi berdasarkan fakta dan data, melainkan berdasarkan ketidaksukaan terhadap subjek- subjek tertentu yang berada di pemerintahan. 

Selain itu, narasi - narasi sentimental yang dibangun oleh kubu oposisi turut mendorong kubu kontra untuk "menyerang" pemerintah. Di sisi lain, kubu yang pro-pemerintah juga sudah lebih dahulu berprasangka terhadap oposisi, sehingga mereka cenderung sangat defensif dengan terus mengumbar kinerja - kinerja pemerintah yang diklaim telah terlaksana dengan baik, yang seyogianya hal tersebut memang merupakan tugas pemerintah untuk mensejahterakan masyarakat dari seluruh lapisan.

Saya akan mengangkat dua peristiwa yang terjadi belakangan ini untuk lebih menjelaskan dan memperkuat opini saya diatas. Kendati demikian, penitikberatan tulisan ini tidak terletak pada peristiwa yang dimaksud, melainkan pada respons publik terhadap peristiwa tersebut.

Peristiwa pertama adalah aksi massa pada tanggal 21 -- 22 Mei yang berlangsung di depan Kantor KPU Pusat dan di beberapa titik di Jakarta. Aksi tersebut tentu menyisakan pilu bagi bangsa Indonesia mengingat kerugian yang ditimbulkan berupa korban jiwa dan kerugian material lainnya. 

Pada saat aksi tersebut berlangsung, dikotomi masyarakat seperti sudah dijelaskan diatas termanifestasikan melalui dukungan terhadap massa yang melakukan aksi dan kepada aparat POLRI-TNI yang melakukan pengamanan. 

Tidak sedikit kubu kontra yang menghujat aparat POLRI-TNI sebagai alat penguasa untuk melanggengkan kekuasaannya. Bahkan, beberapa video hoax yang menyudutkan pihak aparat sempat beredar di media sosial. Contohnya adalah video pengarahan Kapolri yang di cut sehingga memelintir substansi yang disampaikan oleh Kapolri dalam video tersebut. 

Ada pula video kekerasan yang dilakukan aparat keamanan terhadap warga sipil yang ternyata bukan aparat POLRI-TNI, namun di dubbing dengan bahasa Indonesia sehingga peristiwa tersebut seolah -- olah terjadi di Indonesia dan dilakukan oleh aparat POLRI-TNI. Selain itu, beredar pula video yang memperlihatkan selongsongan peluru yang diduga berasal dari senjata aparat dan dikaitkan dengan kematian beberapa peserta aksi. 

Respons masyarakat terhadap peristiwa ini pun langsung terbagi dua. Banyak masyarakat kontra-pemerintah yang terprovokasi oleh video hoax tersebut dan langsung menuduh pemerintah sebagai rezim yang otoriter tanpa mengumpulkan bukti - bukti otentik untuk membenarkan tuduhan itu, dan tidak sedikit pula masyarakat pro-pemerintah yang kokoh mendukung pemerintah dan aparat keamanan dengan mengatakan video-video yang beredar tersebut merupakan hoax dan direkayasa untuk kepentingan kelompok-kelompok tertentu. 

Padahal, sebenarnya ada banyak tindakan alternatif yang dapat diambil oleh masyarakat. Sebagai contoh; mengenai video pengarahan Kapolri yang membenarkan bawahannya untuk menembak masyarakat, bisa disikapi dengan cara mendesak pihak kepolisian untuk segera mengklarifikasi video tersebut alih - alih menghujat pihak kepolisian di satu sisi dan mendukungnya di sisi yang lain. 

Hal ini membuktikan masyarakat lebih mengedapankan perasaan sentimentalnya daripada melakukan upaya - upaya yang lebih dewasa dan rasional. Contoh lain mengenai penemuan selongsongan peluru yang diduga milik aparat. Seharusnya masyarakat bisa menyikapinya dengan mengumpulkan penemuan - penemuan di lapangan, kemudian mendesak pemerintah serta pihak kepolisian untuk melakukan uji balistik guna mencari tahu asal - usul peluru tersebut alih -alih mengecam pemerintah serta kepolisian sebagai diktator di satu sisi, dan di sisi lain, kubu yang pro-pemerintah bertahan dengan argumennya bahwa aparat yang mengawal berlangsungnya aksi tidak diperlengkapi dengan peluru tajam. 

Dengan kata lain, baik masyarakat yang pro-pemerintah maupun masyarakat yang kontra-pemerintah sama - sama menutup kemungkinan - kemungkinan lain yang lebih rasional hanya untuk memuaskan sentimentalitasnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun