Mohon tunggu...
Purba Sari
Purba Sari Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

penimat cerpen dan novel www.shespebe.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerita Pendaki Senja

10 Oktober 2018   11:34 Diperbarui: 10 Oktober 2018   11:37 1555
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto dok.pribadi (sebagai ilustrasi)


"Jadi, berapa pos lagi setelah ini?" Napas Akar sudah kembang kempis. Akar meneguk air mineralnya.
"Ini sudah pos tiga, kurang satu pos lagi kok Pak! Masih semangat kan? Hehehe " goda Agil.
Dalam perjalanannya bersama empat anak muda ini berulang kali Akat dibuat terkesan oleh mereka. Pertama, mereka berempat sangat memperhatikannya apa yang sedang dibutuhkannya sebagai seorang pendaki pemula. Kedua, rasa toleransi tiap anggota sangat tinggi, ramahnya juga luar biasa, setiap perjalanan ketika berpapasan dengan pendaki lain pun mereka tak segan bertegur sapa, yang Akar tahu bahwa mereka belum pernah kenal sebelumnya. Lalu kali ini di pos tiga. Memang, mereka sudah berulang kali naik gunung ini, tentunya mereka mempunyai banyak teman yang sehobi, tapi di sini mereka bebas tertawa dan bercerita tentang apa saja, bahkan dengan bapak penjual di pos tiga ini. Akar hanya menikmati obrolan hangat mereka dari tempat duduk di bawah pohon sambil sesekali menatap langit yang mulai gelap setelah sesaat sebelumnya cahaya senja masih menembus dedaunan. Bukannya Akar tidak mau bergabung, hanya tenaganya benar-benar habis. Akar butuh tidur sejenak.

***


"Jadi kamu ke Bromo?"

Lentera mengangguk. "Eh, tapi kata si Ranja matahari terbit yang paling cantik ada di Ranukumbolo, danau yang di Semeru itu"
Oh apa lagi ini? Pikir Akar. "Udah deh ke Bromo saja, tapi tunggu kamu sehat dulu yaa"
"Sekalian ke Semeru saja kenapa? Kan belum tentu kamu mau naik gunung lagi? Jadi mumpung kamu mau, yaudah sekalian. Ya.. ya... " Lentera memanjakan senyumnya yang sudah manis. "Anggap saja ini permintaan terakhirku, paling tidak sekali seumur hidup kita harus mencoba mendaki gunung. Oke. Deal!" Lentera memutuskan sendiri tanpa menunggu persetujuan Akar.

***


Akar terperanjat ketika melihat angka arlojinya sudah jam tujuh malam dan mereka masih di pos tiga. Dengan rasa tidak enak Akar meminta maaf pada Agil.
"Seharusnya tadi saya dibangunkan saja, kalau gini kan jadi tidak enak." Akar sungguh merasa bersalah. Mereka juga pasti capek, eeh.. dirinya malah tidur dengan pulasnya.
Agil tersenyum, dan senyum itu adalah senyuman yang tulus. Tidak ada raut dongkol di wajah anak ganteng itu.
"Bapak tidurnya nyenyak dan capek juga pastinya. Jadi saya memutuskan untuk menemani Bapak di sini. Maaf kedua teman saya sudah naik duluan, biar mereka menyiapkan tenda dan makan malam. Jadi, pas sampai ranukumbolo nanti Bapak bisa langsung makan dan istirahat."
Akar semakin merasa bersalah. Dikumpulkannya lagi semangatnya dan untuk mengurangi rasa bersalahnya Akar berjanji dalam perjalanan nanti dia akan mengurangi istirahatnya.


Hampir pukul sepuluh malam, Akar dan Agil tiba di tenda. Akar terpesona dengan pemandangan di sana. Langit yang bertabur bintang, bulan yang sedang cantik, Akar yakin jika Lentera melihat pemandangan ini pastinya Lentera akan minta camping lebih lama lagi.


Setelah beberes, Akar makan malam bersama Agil dan ketiga temannya. Tak ketinggalan kopi panas tersaji semakin menambah kehangatan di luar tenda mereka. Satu hal lagi yang berhasil dicatat Akar dalam ingatan alasan bagi mereka yang gemar mendaki gunung, obrolan malam bersama teman-teman baru seperti ini benar-benar menghangatkan di tengah udara yang dingin. Dan Akar sangat menyetujui hal ini.

***


Lesung pipi itu masih cantik seperti dulu, meski sudah separuh dari barisan gigi-gigi rapi itu yang tersisa. Rambut itu masih halus meskipun kini telah berubah warna menjadi putih sepenuhnya.


"Maaf yaa, aku tidak bisa menemanimu dalam pendakian pertamamu. Tapi kamu sudah janji akan melihat sendiri matahari terbit di gunung dan akan menceritakannya padaku saat kembali?" tangan yang tengah memegang erat tangan Akar itu masih sama halusnya ketika Akar memasangkan cincin di jari manis itu, meskipun kulit-kulit di tangan itu sudah lama mengendur.
Akar membalas genggaman Lentera. "Jangan khawatir, aku pasti akan memberikan sunrise tercantik untukmu. Tunggu aku..."
Ini pertama kalinya Akar meninggalkan istrinya semenjak dirawat intensif di rumah sakit sebulan yang lalu karena kanker paru-paru yang dideritanya.
Akar tidak sampai hati melihat istrinya terbaring lemah, namun demi keinginan terakhir istrinya Akar bersedia melakukan pendakian pertamanya di usia senja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun