Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jokowi Langgar Prokes dan Novel Dolane Kurang Jauh

7 Februari 2022   12:36 Diperbarui: 7 Februari 2022   12:47 468
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menarik, Jokowi kembali menjadi sorotan dengan tudingan melanggar protokol kesehatan. Dulu pernah di NTT juga demikian. Langsung saja bos PA 212, Novel Bakumin, minta Jokowi ditangkap sepeti Rizieq Shihab yang juga diuber karena kasus yang identik. Apakah ini sama? Layak dicermati bersama.

Jadi ingat, masa penataran P4 tahun 1994, ketika seorang rekan menyoal bahwa presiden yang ia gunakan saat itu sebagai contoh, membuat orang menderita dan malas karena upacara negara, harus menunggu stu hingga dua jam. Padahal pesertanya sudah keringetan, baru presiden atau pejabatnya datang .

Seorang rekan menjawab, memang dalam undangan protokoler akan ada selisih waktu antara peserta dan pemimpin. Semua siap, baru pemimpinnya hadir dan mulai. Pertimbangannya adalah waktu yang sangat berharga bagi seorang pejabat. Bayangin, kalau presiden harus menunggu peserta upacara siap, padahal masih ada yang beli es teh, atau ibu-ibu benerin bedak, kan berabe.

Sama juga dengan di lingkungan terkecil. Bagaimana imam mau masjid, gereja, atau pemimpin agama asti datang belakangan dan ketika umatnya sudah hampir semua hadir.     

Sebenarnya, hak khusus   itu hampir selalu  ada dalam hidup bersama ini. bapak juga punya hak khusus kan di keluarga. Hal yang sederhana sih, tidak barang besar, kalau mau sedikit waras dalam berpikir.

Bagaimana mobil ambulan yang membawa pasien dalam kondisi gawat darurat juga boleh "melanggar" lampu lalu lintas. Tentara yang kontak senjata dengan pengacau keamanan juga tidak dianggap sebagai pembunuh, sama juga dengan polisi yang menembak maling yang melarikan diri juga boleh-boleh saja.

Hal-hal yang bisa diperoleh karena jabatan, tugas, atau perannya. Masalahnya adalah Novel Bakumin ini sering mendapatkan hak khusus bukan karena jabatan atau peran, namun menciptakan sendiri. Cara berpakaian, cara berdandan,  atau model pendekatan dalam hal politik membuat mereka bisa mendapatkan apa yang mereka inginkan, dan orang lain tidak bisa.

Jadi mereka lupa, ketika pihak lain yang sah mendapatkan hal itu mereka malah iri dan kemudian menimbulkan  ujaran yang sejatiya bukan kebencian, malah ujaran maaf kebodohan.  Pokoknya heboh, berani, dan sok kritis. Padahal kalau mau sadar seharusnya malu karena dianggap seperti anjing menggonggong, khafilah berlalu. Dianggap angin lalu.

Beda Rizieq dan Jokowi

Konteks keberadaan Jokowi itu kunjungan kerja. Seoang bapak nengok anak-anaknya, wajar kalau disambut dengan meriah. Malah aneh, ketika pemimpinnya malah dicuekin rakyatnya. Siapa sih yang bisa mencegah rakyat menyambut pemimpinnya?

Mobilisasi massa juga kurang mendapatkan dukungan dari rekam jejak keberadaan Jokowi. Berbeda dengan Rizieq yang sangat masif dugaan adanya pengerahan massa. Meskipun akan dibantah mati-matian, toh sangat terbuk keadaan itu.

Jokowi itu pimpinan pilihan rakyat, bukan hanya pemimpin sekelompok orang, itu juga masih banyak yang tidak merasa setuju.  Pemimpin yang secara luas sudah diakui dan disetujui, keberadaan Rizieq juga pemimpin dalam konteks terbatas.

Kerumunan yang tercipta juga menggangu ketertiban umum. Juga kerusakan dan itu negara yang menanggungnya. Novel keknya masih perlu belajar dan membaca lagi, bagaimana bandara, taman, dan jalanan keadaannya kacau. Membuat kacau dan rusaknya kepentingan dan fasilitas umum saja sudah kena pidana.

Pemimpin yang dikangenin rakyatnya itu berbeda dengan pemimpin yang mengumpulkan massa untuk unjuk kebesaran seolah-olah pemimpin besar. Bisa dicek dengan yang hadir pada masing-masing keadaan tersebut.

Berbeda jika Jokowi itu bukan kunjungan kerja. Sedang dolan, main, atau momong, kemudian banyak terkumpul massa, bukan spontan, saya setuju dengan keinginan Novel Bakumin agarJokowi ditangkap karena melanggar prokes.

Untung bahwa ini adalah Jokowi pejabatnya, entah kalau yang lain. Lihat saja kapan ada orang biasa, bukan siapa-siapa namun berani berteriak melalui media untuk menangkap presiden, dengan alasan yang masih terlalu prematur. Bisa dibayangkan jika dia berteriak masa Orde Baru, tinggal nama saja yang ada.

Demokrasi yang diisi oleh orang-orang tidak punya rasa tanggung jawab. Salah satu esensi demokrasi adalah kebebasan tetapi juga sikap tanggung jawab. Bagaimana Novel jika dilaporkan balik akan teriak bahwa itu kriminalisasi  ulama, padahal keulamaannya pun masih meragukan. Hanya seorang pion yang dimanfaatkan bohir, namun merasa diri sangat besar. Katak hendak jadi lembu.

Media. Salah satu masalah saat ini adalah media. Mereka tidak peduli mengenai literasi massa, yang penting menghasilkan klik yang berarti uang. Nilai beritanya tidak ada kog yang sering dinyatakan Novel Bakumin, namun karena satu visi, sama dalam perjuangan, atau karena demi klik mengizinkan apapun ditayangkan dan bahkan menjadi nara sumber.

Barisan sakit hati dan ideolog yang berkolaborasi  karena kepentingan yang sama. Membuat negara gaduh dan tidak tenteram untuk kepentingan mereka. Musuh mereka adalah negara aman dan masyarakat sejahtera. Jika rakyat sudah sejahtera, susah untuk dikibulin dengan aneka macam propaganda.

Menarik adalah Jokowi sabar menghadapi kelompok yang berangasan, sehingga mereka malah terjebak dengan perilakunya sendiri. Lihat saja bagaimana Rizieq masuk bui dengan mudah, atau Munarman yang sampai kehilangan sandal demi menghindari polisi. Novel itu bukan siapa-siapa, hanya pion pengganti yang sok jagoan.

Gaungnya hanya sebentar dan tidak berdampak gede. Namun brisiknya luar biasa. Tanpa media dan tim media sosial dari sealiran, tidak akan ada dampak berarti.

Terima kasih dan salam

Susy Haryawan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun