Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jokowi-Prabowo, Bukankah Berlebihan?

19 Juni 2021   20:09 Diperbarui: 19 Juni 2021   20:30 456
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jokowi-Prabowo untuk 24, Lebay!

Ada narasi yang membuat aksi untuk memasangkan Jokowi dan Prabowo sebagai calon presiden dan wakil presiden. Jika Jokowi  maju sebagai calon presiden jelas sudah melanggar perundangan. Kecuali dengan melakukan revisi itu. Itu soal lain.

Ada cara lain tanpa utak-atik peraturan, menjadikan Jokowi calon wakil presiden, dan Prabowo menjadi calon presiden. Hal yang sangat mungkin, dan dagelan ala pilkada sudah biasa dengan manufer untuk mengakali perundangan ini.  Ini yang jauh lebih mudah dan realistis.

Cukup menarik sih gagasan ini, beberapa hal lumayan untuk dicermati dengan segala kelebihan dan kekurangannya.  Hal tersebut adalah,

Pertama, ini adalah sarana untuk bisa mencairkan polarisasi di antara pendukung keduanya. Meskipun sangat tidak efektif, karena berbeda kepentingan dengan apa yang seolah awalnya adalah perseteruan pendukung Jokowi dan Prabowo.

Sebuah upaya sih bisa saja demikian. Tidak ada salahnya. Bisa jadi mungkin dapat lebur dan menyatu lagi.

Kedua, bisa menjadi alat separasi, bagaimana dan siapa-siapa yang menjadi aktor rusuh, anarkhis dalam bermedia sosial, dan selalu menjadi biang kerok dalam banyak aksi selama ini. Ingat saja revisi KUHP, UU KPK, UU Ciptaker, dan banyak fakta lain yang kemudian menjadi liar bak bola salju.

Dulu, sebelum Prabowo masuk kabinet, dengan mudah asumtif dikatakan saja dari kubu pilpres yang belum menerima kekalahan. Lah ketika sudah ada di pemerintahan, keadaan tidak cukup signifikan perubahannya.

Ketiga, sebenarnya, dengan melihat keberadaan oposan dadakan selama ini, mau Prabowo-Jokowi menjadi satu paket atau tidak, sama sekali tidak terpengaruh. Ini soal keberadaan mafia, cukong, makelar, dan banyak elit politik yang selama ini biasa menguras kekayaan negeri, kini mulai seret.

Lihat saja, mana ada yang benar-benar oposan karena kalah dalam pemilu. Hampir tidak ada.  Oposan yang ideal, bisa menempatkan secara proporsional. Ini kan tidak.

Keempat, masuknya Prabowo ke dalam kabinet, namun dengan pembubaran HTI-FPI, dan penahaman Rizieq dan Munarman, melihat dukungan pada mereka masih cukup eksis, ada indikasi, bahwa mereka, memiliki agenda hanya mendompleng pada Prabowo semata ketika pilpres.

Mereka bukan mendukung Prabowo, namun memanfaatkan keberadaan capres yang berseberangan dengan Jokowi karena mereka tahu, susah untuk bisa  mengendalikan Jokowi untuk ikut arus ideologi mereka. Kesempatan itu terbuka untuk menanam budi pada pihak Prabowo.

Kelima, melihat apa yang terjadi di dalam uraian di atas, jelas bahwa percuma saja sebenarnya memaksakan duet ini. Sama sekali  tidak merepresentasikan bisa menyatunya kutub-kutub politis berbangsa.

Keenam, jauh lebih bisa diterima nalar sederhana, jika penyebab dikotomis dan pengutupan ini karena kepentingan. Satu sisi adalah elit yang biasa feodal. Semua aku duluan, rakyat hanya seperti orang memberikan jagung pada ayam. Ngepyuri jagung.

Soal kepentingan, bukan siapanya yang menjadi pemimpin negeri ini. Hanya saja, kamuflasenya memang dengan dalih ini dan itu. identik dengan Jakarta era Ahok, itu bukan soal ia Chines dan Kristen, namun bagaimana ia memimpin Jakarta tanpa takut. Mafia demi mafia kelaparan.

Sama dengan Jokowi ini. Elit yang  gerah menyematkan antiagama, antiulama, dan PKI selalu saja diulang-ulang. Masuknya Prabowo dalam pemerintahan, hanya mengurangi sedikit suara dan narasi itu. Lainnya masih sama saja.

Apa yang jauh lebih mendesak adalah, bukan siapa pemimpinnya, namun sistem yang bekerja. Landasan itu sedang dilakukan dengan sangat keras oleh Jokowi saat ini. Jika ini bisa berjalan, mau siapa pemimpinnya tidak akan banyak berubah demi negeri yang lebih baik.

Apa yang terjadi dengan Jakarta memberikan sebuah pembelajaran, bahwa pembangunan bisa dengan mudah "dirusak" demi kepentingan dan balas dendam politik. Ini sangat disayangkan. Padahal progres bagus ke depan, bisa berantakan kalau memang ada sentimen duluan dengan segala ide dan gagasan dan pendahulu.

Jokowi sering dan telah mengatakan tidak mau melanggar konstitusi dengan menjabat tiga periode.  Tetapi, warga negara yang khawatir akan seperti Jakarta juga sangat rasional. Pengalaman di depan mata, tidak bisa dengan mudah dihilangkan.

Penegakan hukum bagi para pelanggar hukum, terutama yang berafiliasi pada ormas terlarang. Sama pentingnya dengan penanganan hoax, fitnah, dan ujaran kebencian. Masalahnya adalah, selama ini seolah jalan di tempat. Cenderung tebang pilih, dan ada pembiaran pada pihak-pihak dan pribadi tertentu.

Mereka ini yang membuat gaduh, riuh, dan cenderung lebih oposan dari oposan. Mereka ini orang-orang sakti, sakit hati dengan berbagai-bagai alasan dan penyebabnya.  Tidak semata kalah pilpres. Bagian masa lalu, politik atauun bisnis.

Ideolog ultrakanan. Mereka ini sudah sangat lama mempersiapkan diri dengan sangat cermat. Memasuki segala lini kehidupan berbangsa, dan sepertinya tinggal perayaan kemenangan. Semua buyar dengan pemerintahan kali ini.

Wajar mereka meradang dan menggerak segala kemampuan mereka untuk merusak negeri tercinta ini. Siapa saja mereka, mudah kog diraba dan ditketahui.

Jangan lupa pula kepentingan asing dengan kekayaan negeri ini. Mereka berpuluh tahun pesta pora, kini tidak lagi bisa seenaknya. Kolaborasi dengan mental makelar feodal bangsa ini, klop sudah. Lihat saja benur, nikel, dan CPO.

Soal duet Jokowi-Prabowo atau Prabowo-Jokowi tidak cukup penting, jauh lebih penting adalah kedewasaan demokrasi. Bagaimana bangsa ini berjalan dalam jalur yang semestinya.

Terima kasih dan salam

Susy Haryawan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun