Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Paskah dan Pengalaman Iman

3 April 2021   19:24 Diperbarui: 3 April 2021   19:30 520
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Merayakan Paskah, ada dua hal sangat menarik bagi saya pribadi. Dua-duanya adalah pengalaman ketika ada di dalam asrama, menjalani proses untuk mencoba mencari kehendak Allah. Dalam salah satu sesi retret, ada bagian kontemplasi mengenai peristiwa salib.

Di dalam peristiwa salib itu ada banyak pelaku, peran, dan lakon yang ada. Namanya proses di dalam retret, kontemplasi, meditasi, tentu tidak ada yang benar dan salah. Semua adalah hasil perjumpaan dan permenungan bersama Tuhan dan nurani pribadi.

Kisah pertama ini, ketika masih dalam taraf anggota baru. Pendidikan awal, Pada  retret tengah tahun, persiapan untuk boleh dan tidaknya menuju semester dua, ada kesempatan retret. Salah satu sesi adalah, merenungkan dan mengontemplasikan perjalanan salib. Bisa menjadi Yesus, bisa menjadi murid, ini ada 12, atau bisa menjadi siapa saja.

Nah, pas mrenungkan peristiwa ini, di dalam meditasi, saya malah menjadi orang-orang Yahudi yang duduk di tepi jalan dan mengatakan "Salibkan Dia, salibkan Dia...! Hingga hari ini, sudah lebih kurang dua dasa warsa masih lekat ingatan itu.

Saya bersila di tepi jalan dan Yesus dalam perjalanan atau peristiwa salib itu. Konsepnya Jawa, saya bersila di tepi jalan, mengenakan blangkon, tetapi berteriak seperti dalam kisah penyaliban. Yesus menengok dan mengatakan, "Sus ayo ikut....." dan buyarrrr, saya hentikan meditasi itu dan tidak berlanjut.

Saya yang memang tidak serius itu merasa malu atas panggilan, sapaan, dan ajakan itu. Bisa dilihat bagaimana menjalani jalan Tuhan, namun malah mengatakan salibkan Dia. Hal yang sama sekali tidak tepat,  jika bicara nalar.

Jawaban Tuhan pun lain. Bisa mengatakan dasar bocah kurang ajar. Ternyata Tuhan, tidak bersikap demikian. Panggilan yang membuat terhenyak.

Kisah kedua. Ini pada perjalanan tingkat satu mau naik ke tingkat kedua. Retret akhir tahun. Merenungkan kejatuhan Yesus di bawah salib. Ini sebuah rangkaian harian, dan pada hari berikut baru kebangkitan dari jatuh itu.

Entah karena membaca novelnya Eyang  Pram, tetralogi Bumi Manusia, atau memang kehendak Ilahi, saya malah dua hari menjadi satu rangkaian. Kejatuhan Yesus juga kejatuhan Petrus dan Yudas. Petrus dan Judas itu jatuh di dalam penghianatan pada Sang Guru. Sama, mereka di dalam kasus gagal sebagai murid.

Petrus menyangkal kenal Yesus bahkan hingga tiga kali. Ini sudah pernah dinyatakan secara lugas oleh Yesus jauh-jauh hari sebelumnya, sebelum ayam berkokok, Petrus akan menyangkal tiga kali. Salah satunya malah ketakutan pada pertanyaan seorang perempuan.

Benar terjadi, Petrus menyesal ketika mendengar ayam berkokok. Ia menangis sejadi-jadinya, merasa sebagai murid gagal yang amat sangat. Penyesalan yang berdaya ubah. Nanti selanjutnya kupasan itu.

Kegagalan atau kejatuhan Yudas Iskariot. Ia mencium Yesus sebagai tanda kepada prajurit Roma mana orang yang harus ditangkap. Usai penangkapan, itu Yudas dibayar dengan uang yang cukup banyak. Ia menyesal dan membuang uang itu kembali kepada para tua-tua Yahudi yang membayarnya.

Ia menyesal ketika sudah terlanjur, dan memutuskan untuk bunuh diri. Penyesalan dengan ujung bunuh diri.

Petrus dan Yudas itu sama. Sama-sama gagal sebagai murid. Yang membedakan adalah pilihan sebagai wujud atas sesal itu. satunya balik arah dan kemudian dijadikan pimpinan Gereja Perdana, menjadi saksi kebangkitan, pertama masuk pada makam kosong.

Petrus sebagai murid terkemuka, murid yang lebih muda, meskipun sampai duluan, tidak masuk. Ini adalah hak Petrus. Kemudian ia meninggal dengan cara disalib, namun karena malu sama dengan Yesus, ia meminta salib terbalik. Kepala di bawah.  Pengajaran dan kesaksiannya bahkan hingga hari ini.

Yudas Iskariot. Ia menyesal dan bunuh diri. Hal yang sangat wajar sebagai perwujudan sesal itu bisa bermacam-macam. Gambaran citra Yudas memang tidak selalu baik. Ia dinyatakan sebagai bendahara yang tidak jujur. Artinya memang ia adalah figur yang tidak sejalan dengan rancangan kasih Tuhan.

Persitiwa kebangkitan,  harus dimaknai sebagai peristiwa spiritual, di mana orang mudah jatuh dalam kesalahan. Salah memilih pasangan, salah perhitungan dalam bisnis, salah dalam berkomunikasi, dan jutaan kesalahan lain. Namun apakah itu cukup?

Tidak. Berbalik arah, mengubah kesalahan itu untuk perbaikan diri menjadi lebih baik lagi dari hari ke hari. Tidak semata meratapi kejatuhan. Jatuh itu memang memalukan, meratap itu mungkin melegakan, namun tidak menyelesaikan masalah.

Ketika ada teroris, ramai-ramai mengutuk, apakah itu cukup? Jelas tidak. Namun bagaimana bersama-sama mencegah adanya pengajaran-pengajaran yang membawa pada pilihan yang salah. Selama ini mana pernah ada penangkapan kepada pihak-pihak yang ada di balik layar. Semua hanya pelaku lapangan.

Bangkit dari keterpurukan itu tidak banyak.  Melihat di balik peristiwa itu juga tidak mudah. Namun itu bukan berarti tidak mungkin. Semuanya adalah mungkin.

Selamat Paskah, Rekan-rekan yang Merayakan

Kemenangan atas maut adalah jaminan dari kasih Allah.

Terima kasih dan salam

Susy Haryawan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun