Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Risma Kodok dalam Tempurung dan Kata Gus Dur tentang Politikus Itu

23 Maret 2020   10:09 Diperbarui: 23 Maret 2020   10:16 1123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Risma Kodok dalam Tempurung dan Kata Gus Dur tentang Politikus itu

Pandemi ini banyak memberikan bukti kualitas pribadi. Mau pejabat atau warga biasa kelihatan watak aslinya. Dalam pendidikan dulu, ketika mau mengetes kejujuran yang paling hakiki, kami dimunta jalan-jalan dan menuliskan hasilnya. Jarang mampu menggunakan otak dengan rekayasa ketika demikian. Dan  itu hasil yang paling mendekati obyektif pas demikian.

Risma salah satu tokoh selain walikota juga Ibu yang pendekatanya cukup berbeda.  Ia membuka dapur umum, melakukan penyemprotan disinfektan di jalan-jalan dan tempat umum. Dua hal yang saling menunjang. Di mana makanan suplemen yang dibagikan, plus  tempat yang terbuka diminimalisir adanya virus ataupun bakteri. Sama-sama berbahaya, bukan hanya bicara covid-19.

Paling fenomenal jelas sterilization chamber, di mana badan dan seluruh tubuh disemprot disinfektan, ini penting, biar terjaga seluruh tubuh dan lingkungan dari potensi menempelnya virus dan lagi-lagi bakteri. Membunuh virus dan juga bakteri yang sangat mungkin menempel dan bisa memperlemah ketahanan tubuh.

Capaian Risma sih tidak hanya dalam isu ini saja. Ada konsistensi. Lucu ada kepala daerah yang sangat aktif dalam pembahasan corona dengan ide ugal-ugalan, tapi senyap dalam  kejadian lain. Tidak usah disebut toh tahu juga. Dan ini tidak dikritik atau dimaki oleh elit. Biarlah itu hak dia.

Lucu pemilihan kata kodok, bukan katak sebagaimana peribahasa aslinya. Ini jelas kesengajaan bukan semata asal. Apalagi dilanjutkan dengan merasa walikota meremehkan, plus merasa jumawa. Lucu dan aneh sih.

Bagaimana perilaku yang lebih gede jabatan dan maaf malah bloonnya, dengan pembatasan angkutan massal, mengadakan pasar murah. Lah jumlah penderita dan yang menjadi korban meninggal pun lebih banyak.

Ini di depan mata dia, rekan yang ia usung lagi. Apa yang disampaikan sangat berbau politis, bukan soal kemanusiaan, kesehatan, dan juga masalah yang lebih mendasar lainnya. Lebih memilukan, jika berkaca dari apa capaian dia sendiri.

Peribahasa tong kosong nyaring bunyinya lebih tepat sebagai jawaban. Bagaimana ditantang maaf, sekelas Nikita Mirzani saja ia tidak berani. Ya jelas dia takut wong NM berkali-kali dengan berani menghadapi polisi dan penegakan hukum. Kali ini sudah ada uang yang dikatakan NM untuk aksi nyata, lha dia malah hanya mengomentari pekerjaan orang lain. Dia sendiri  nol besar.

Hal yang sama juga dilakukan pada Menteri Keuangan, yang ia katakan sebagai menteri pencetak utang. Padahal oleh dunia internasional diakui kesuksesanya. Ya wajar sih orang menilai seturut ukurannya dia sendiri.

Dengan Menteri KKP yang lalu, Susi Pudjiastuti juga sama saja. Eh dengan menteri yang sekarang kinerjanya sama sekali tidak ada diam saja. Artinya, bukan mengenai kualitas atau prestasi yang ia jadikan bahan omongan, asal berbeda mau baik atau buruk, semua jelek. Dan lagi-lagi itu adalah kaca mata yang ia kenakan.

Gus Dur dan Politikus ini

Cukup awal, dalam biografi almarhum Gus Dur menyebut namanya. Jauh sebelum mengaitkan dengan SBY. Padahal segi usia jauh lebih senior SBY. Berarti sangat memiliki peran, dan sejak level mahasiswa, jika berbicara kronologis penyebutan oleh Gus Dur. Level yunior namun jauh lebih awal dari pada yang sudah senior-senior.

Bersama-sama dengan Ahmad Sumargono atau Din Samsudin, berarti dia jauh lebih dulu dari pada yang saat ini tampil di atas panggung. Apalagi jika dibandingkan dengan Jokowi atau Ahok sekalipun. Pamor dia sudah di atas. Sepanggung dengan Amien Rais malahan. Anggota MPR lagi.

Kebersamaan dengan Prabowo memang sejak awal, Gus Dur menyebutkan. Kedekatan dengan Cendana jelas banyak terkonfirmasi oleh tayangan-tayangan media sosial. Tidak adanya  bantahan atau pelaporan polisi, sedikit banyak bisa dinilai bahwa ini adalah ada kebenaran di sana. Tentu tidak seratus prosen sah, paling tidak 80% ke atas, ada nilai kesahihannya.

Amatan Gus Dur lebih berkisar Fadli Zon bersama dengan kelompok Islam yang sejak masa itu menjadi pihak yang "memusuhi"-nya. Ketika Gus Dur sudah menjalin relasi yang baik dengan kubu yang antiGus Dur, seperti poros Tutut-Hartono. Zon dipercaya Prabowo untuk bersama Din Syamsudin yang tidak hendak berdamai dengan Gus Dur. (Biografi Gus Dur 292).

Hal yang sama disebutkan dengan nada yang sama. Bagaimana Zon memiliki kecenderungan demikian. Garis keras bersama KISDI dan Ahmad Soemargono, dalam dukungan Faisal Tandjung untuk Soeharto. Lagi-lagi arah yang sama (hal. 300).

Cukup signifikan lagi dalam halaman selanjutnya, 308, bahkan Fadli Zon mendikotomikan tentara dalam kubunya, Prabowo, Sjafrie, dan Muchdi, dan berlawanan dengan Wiranto yang ia pandang elum menunjukan ketulusannya kepada rakyat. Ingat konteks akhir 90-an. Usia Zon pun masih sangat muda, namun bisa menilai level jenderal bintang tiga ke atas. Gus Dur pun sudah memberikan perhatian, bahwa dia penting.

Oposan sebagaimana perannya selama ini, dulu karena mendukung Prabowo  harus presiden, kini masih juga  oposan ketika Prabowo sudah ada dalam pemerintahan, ya karena ada agenda sendiri. Ungkapan Prabowo bahwa ia tidak berdaya menasihati Fadli Zon juga menemukan faktualisasinya.

Agenda yang mau diperoleh berbeda. Kebersamaan dengan Prabowo pun Gerindra hanya sebuah kendaraan. Tunggangan karena tahu yang punya modal kapital dan suara, ya Prabowo, bukan dia. Maka paling keras dia meremehkan capaian siapapun yang akan menyejahterakan bangsa dan negara ini. Tahu kan  politik yang memaikan trend kebodohan dan kemiskinan? Itu global, bukan hanya di sini.

Terima kasih dan salam

Greg Barton Biografi Gus Dur

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun