Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Gibran Beda Ya dengan AHY, Puan, atau Anak Presiden Lain?

9 Oktober 2019   19:11 Diperbarui: 9 Oktober 2019   19:16 1423
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Gibran Beda Ya dengan AHY, Puan, atau Anak Presiden Lain?

Cukup menarik tanggapan soal Gibran, anak Presiden Jokowi dan Bobby menantunya yang banyak dibicarakan untuk mengikuti kontestasi pilkada di daerah asalnya. Gibran di Solo dan Bobby di Medan. Sejatinya malah mempertontonkan kualitas partai politik, bukan kesalahan pada pribadi Jokowi.

Standart Ganda dan Alasannya

Gegap gempita pilihan ini dan itu, melibatkan anak presiden, pejabat, elit negeri sejatinya bukan barang baru. Sejak zaman kuno juga ada. Apalagi sejarah bangsa ini dominan kepemimpinan adalah keturunan. Kalau tidak salah hanya Papua yang mengandalkan kekuatan bukan keturunan. Sikap mental yang cukup wajar jika terjadi demikian.

AHY menyalonkan diri menjadi gubernur, meninggalkan dinas militer yang masih sangat muda, tidak seheboh ketika ada isu Gibran mendapatkan KTA PDI-P. Awalnya dari survey dari sebuah universitas di Solo demi pilkada serempak 2020. Dan menempatkan Gibran pada nomor atas kepopuleran. Di balik itu mengenai keterpilihan masih jauh dari idealnya.

Nah tiba-tiba ada pemberitaan adanya KTA, yang katanya masih sementara. Bayangkan ada gak heboh Puan menjadi anggota dewan dengan suara terbanyak dari Solo juga? Atau AHY yang memiliki Kosgama? Tidak, semua berjalan demikian saja.

Mengapa Gibran menjadi ramai?

Pertama, Jokowi sebagai representasi orang biasa saja, bukan anak kolong, bukan juga elit atau pemilik partai, itu wakil, simbilisasi, dan gambaran dominasi anak bangsa yang memiliki harapan yang bisa menyeruak dan mementalkan gambaran feodal selama ini.

Kedua, Gibran sebagai sosok yang berbeda dibandingkan anak-anak presiden biasanya, toh akhirnya sama saja. Yang berbeda itu maunya tetap demikian. Orang sudah tidak peduli dengan AHY, Ibas, Puan, atau Prananda Ploh sekalipun. Namun Gibran dan adik-adiknya itu tidak harus demikian.

Ketiga, gambaran ideal birokrasi lepas dari KKN itu mulai redup. Ketika Gibran ternyata juga terpengaruh atas hingar bingar politik. Padahal dulu memiliki sikap yang sangat berbeda, dan itu yang dirindukan khalayak ramai.

Keempat, menekuni bisnis, dan lepas dari sosok bapaknya sebagai walikota, gubernur, dan bahkan presiden itu hal baru. Mainan yang menyenangkan rakyat, yang telah muak melihat perilaku anak elit yang biasa arisan kekuasaan.

Apakah Ada yang Salah, jika Gibran atau Bobby Nyalon?

Pada dasarnya tidak ada yang salah. Demokrasi menjamin kondisi itu, siapapun asal memenangkan pemilihan ya semua boleh. Memang ada yang tidak lagi memberikan kredit lebih atau simpati karena Jokowi yang selama ini dinilai berbeda dengan pejabat lainnya.

Pergerakan politik Gibran sebenarnya sangat luar biasa. Bagaimana pelantikan bapaknya 2014 ia masih jutek hanya mau diwawancarai. Namun usai pilkada DKI, 2017, ia sudah sangat lihai berhadapan dengan media, ketika AHY menghadap presiden. Hal yang terus berlanjut dengan memberikan voucer Markobar seuur hidup bagi AHY, dan tiba-tiba 2019 menerima KTA parpol.

Posisi Gibran memang tidak sepenuhnya salah, jauh lebih kurang ajar adalah partai politik. Termasuk di sini adalah Gerindra. Di mana mereka selalu saja mencela Jokowi baik sebagai presiden ataupun pribadi. Namun mendorong-dorong Gibran untuk ambil bagian politik praktis ini.

PDI-P sebagai "pemilik" Jokowi tentu tidak ingin kecolongan, dan memainkanlah manufer. Rudi sebagai walikota dan ketua DPC PDI-P sudah menutup pintu karena mekanisme sudah tuntas, namun ada cara lain, ketika Ketum PDI-P mengeluarkan SK semua bisa berubah. Apa iya PDI-P melepaskan kemungkinan menang sangat besar itu demikian saja? Jelas tidak. Soal keterpilihan sangat mungkin dalam waktu yang ada bisa digeber pol-polan. Mesin partai banteng jaminan.

Namun apakah Gibran cukup mumpuni untuk menjadi pimpinan daerah? Tentu ini bukan soal meremehkan atau menafikan begitu saja kualifikasi Gibran. Namun jangan lupa ada nama besar Jokowi di sana. Capaian, pendekatan, dan cara berpolitik ataupun berbirokrasi akan menjadi bayang-bayang yang tidak akan mudah bagi Gibran.

Prestasi Jokowi bukan biasa saja. Luar biasa malah. Dan Solo adalah monumen Jokowi. Susah mau membuat terobosan apalagi bagi Gibran. Ini bukan persoalan sepele, jauh lebih sulit karena banyak hal sudah digarap dan menjadi berbeda. Persoalan tidak lagi pelik dan banyak, sehingga malah akan menjadi bulan-bulanan orang yang didasari kecewa dulu.

Pengalaman birokrasi dan politik Gibran masih belum cukup, Pak Jokowi sendiri pernah mengatakan, feeling politik Gibran, apalagi Kaesang masih jauh. Belum cukup untuk mengarungi belantara politik. Dan feeling itu tidak bisa dipaksa ada atau budaya instan. Perlu belajar, latihan, dan melakukan aktifitas berpolitik itu terus menerus.

Selama ini apa yang dilakukan Gibran masih terlalu jauh dari dunia politik yang sesungguhnya. Ia ada pada posisi luar permainan, ketika maestro politik Jokowi bermain. Model dia belajar jauh lebih kuat dari anak-anak presiden lain dengan kondisi yang berbeda zaman dan era. Toh tidak nampak ia melakukan itu. lebih kuat becanda dalam medsos dengan adiknya.

Parpol yang bermasalah tidak mampu menyiptakan kader mumpuni, namun memaksa orang tenar untuk berpolitik. Ini masalah mendasar dan itu perlu sikap tegas sebagai bangsa agar  tidak kebablasen politik potong kompas terus menerus.

Terima kasih dan salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun