Mohon tunggu...
A.A. Sandre
A.A. Sandre Mohon Tunggu... penikmat kata dan kopi

sekata sekopi

Selanjutnya

Tutup

Roman Pilihan

Anak Pejuang (Bagian XXV)

14 Oktober 2025   03:48 Diperbarui: 18 Oktober 2025   16:42 641
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di balik tetes darah dan keringat, setiap prajurit tahu perjuangan belum selesai. Aku bangga pasukanku telah berjuang dengan gagah berani. Namun, aku juga perintahkan agar tawanan diperlakukan dengan baik.  

Aku berpesan bahwa musuh boleh mati oleh peluru kita di medan tempur, tetapi jika mereka telah berdiri di luar medan tempur, tak satu pun orang yang boleh membuatnya terluka dan menderita. Perang bukan alasan membuat orang lain kehilangan segalanya.   

Di tengah waktu istirahat, aku menepi sejenak. Duduk di atas batu sembari melepas pandangan jauh ke rimbun pohon di bahwahku. Sekonyong-konyong, aku teringat cerita orang-orang yang menemuiku kemarin. Di antara mereka ada yang kusebut Sahabat Muda.   

"Selama ditahan, kami harus bekerja di sawah. Bekerja di perkebunan kopi. Mengangkut batu dan kayu untuk membuat jalan. Jika kami menolak, kami disiksa,” kata Sahabat Muda dengan mata berkaca-kaca. Kala itu, dia termasuk orang-orang tahanan serdadu Fretilin.

“Kerja paksa?” kataku mengernyitkan dahi.

“Benar!" sahutnya. Lalu dia mengatakan bahwa selama ditahan, dia pernah disiksa sampai mendekati kematian. Sahabat Muda menanggung rasa sakit tak tertanggungkan. 

Ketika dia dicelupkan ke lubang dangkal, hanya kepalanya muncul di atas tanah. Wajahnya babak belur.

Menurut cerita Sahabat Muda, perlakuan keji itu terjadi dalam situasi kekerasan tak terkendali. “Kami disiksa, lalu TNI datang menolong.”

“Apa bentuk siksaan lainnya?” kataku penasaran.

“Mereka tidak hanya memukul kami dengan tangan dan senapan,” katanya menggebu-gebu. Suaranya mengentak. “Kadang-kadang, teman-teman saya dipukul dengan batang besi dan tongkat kayu.”

"Sampai begitu?" kataku. Berat rasanya untuk percaya hal itu nyata. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Roman Selengkapnya
Lihat Roman Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun