Mohon tunggu...
A.A. Sandre
A.A. Sandre Mohon Tunggu... penikmat kata dan kopi

sekata sekopi

Selanjutnya

Tutup

Roman Pilihan

Anak Pejuang (Bagian XXI)

17 September 2025   20:06 Diperbarui: 19 September 2025   18:01 763
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber poto: Instagram @prabowo

Aku juga menegaskan kembali bahwa keberanian adalah hal paling mutlak yang harus dimiliki prajurit. Keberanian yang kumaksud tak hanya berbentuk keberanian fisik, melainkan juga keberanian yang bersifat moral. 

Bila keberanian fisik akan bisa terwujud oleh kemauan mengatasi ketakutan dalam menghadapi maut dan cedera badan, keberanian moral adalah keberanian menghadapi risiko kehilangan. Termasuk kehilangan pangkat dan kedudukan. 

Keberanian fisik dan keberanian moral mesti berpadu. "Harus tercermin dalam kemampuan saat mengambil tindakan di tengah situasi sulit dan penuh risiko," kataku melanjutkan. Anak buah tampak khusyuk mendengarkan nasihatku. Beberapa bahkan sedang manggut-manggut. "Tanpa keberanian, kita tidak akan berhasil."

Aku pun menyadari bahwa begitu seorang pemimpin terlihat tidak mempunyai keberanian maka penghargaan dari anak buah akan berkurang atau hilang sama sekali.

Aku juga menekankan pentingnya kesetiaan. "Prajurit harus memiliki kesetiaan yang nyata terhadap negara dan rakyat," kali ini suaraku mengentak. Bahkan secara lugas kukatakan bahwa bila prajurit tak memiliki kesetiaan, niscaya tak mampu berdiri kuat menghadapi godaan dan tantangan dalam perjalanan tugasnya. 

Meskipun, aku sendiri sangat memahami bahwa ada saja pemimpin yang bila terjadi keadaan tidak menguntungkan dirinya, akan serta-merta mencari kambing hitam terhadap anak buah. Tak sedikit pemimpin yang mencari-cari kesalahan anak buah saat dalam kekacauan. Namun, bila ada keberhasilan, dirinya tampil di depan seakan paling berjasa. 

"Saya akan memimpin kalian dengan benar dan adil!" pungkasku kemudian.  

Kini aku bertemu warga. Mengajak mereka berpikir lebih maju. Memikirkan warisan terbaik untuk generasi di belakang mereka. Dan aku sarankan agar rakyat menghindari perang saudara.

"Apakah anak saya bisa menjadi tentara?" kata seorang lelaki berperawakan besar. Cambangnya lebat dengan rambut ikal ditutupi caping. 

"Sangat bisa!" kataku sambil tersenyum lebar. Tampaknya dia tahu kalau aku punya kebiasaan mengasuh anak dan membiayai sekolahnya.

Aku pun sudah mengusulkan agar Timor Timur mendapatkan otonomi khusus. Sekian lama berada di medan tempur dan mengamati kehidupan rakyat, aku sudah bisa berpendapat bahwa suatu daerah otonomi akan ideal untuk kondisi Timor Timur. Selain perang, harus ada jalan lain untuk menyelamatkan rakyat pikirku. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Roman Selengkapnya
Lihat Roman Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun