Sekolah Libur selama Ramadan Tahun 2025 menjadi momen yang dinantikan oleh anak-anak sekolah. Setelah berbulan-bulan berkutat dengan urusan sekolah berupa tugas, ujian, dan rutinitas belajar, mereka akhirnya bisa menikmati waktu istirahat yang lebih panjang. Pelaksanaan sekolah libur selama Ramadhan didasarkan pada SKB dan SEB tiga menteri yang dikeluarkan oleh Menteri Agama, Menteri Ketenagakerjaan, serta MenParRB Republik Indonesia mengenai Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama Tahun 2025.Â
Bagi anak sekolah, pengumuman libur lebaran telah diatur dalam SEB 3 Menteri Nomor 4 Tahun 2025, Nomor 9 Tahun 2025, dan Nomor 400.6/1423.A/SJ tentang Pembelajaran di Bulan Ramadhan Tahun 1446 Hijriah/2025 M.
Sebagian orang tua menyambut baik peraturan libur Ramadhan ini dengan alasan supaya lebih dekat dengan orang tua, supaya mudah diawasi, dan sebagian lagi ada yang kasian jika harus belajar saat anak berpuasa. Sambutan baik dari orang tua ini terdengar riuh dan tersebar di berbagai kolom komentar di media sosial.
Libur siswa selama Ramadhan memang menggembirakan bagi sebagian orang tua. Namun, di balik kebahagiaan itu, ada dilema yang sering dihadapi oleh orang tua, terutama mereka pekerja formal. Selama anaknya libur di rumah, orang tua harus berpikir keras untuk memastikan anak-anak tetap produktif dan aman saat ditinggal di rumah sementara dia sendiri harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
Selama libur Ramadan, anak-anak memiliki waktu luang yang lebih banyak. Idealnya, momen ini digunakan untuk kegiatan positif seperti belajar mengaji, membantu persiapan berbuka puasa, atau sekadar bermain bersama keluarga. Namun, bagi orang tua yang harus bekerja, kebijakan ini memiliki beberapa kelamahan, diantaranya:
Kurangnya Pengawasan Langsung
Orang tua yang bekerja di sektor formal seringkali tidak bisa mengawasi anak secara langsung selama libur Ramadan. Hal ini dapat membuat anak kurang terarah dalam mengisi waktu luang untuk mengisi waktu liburan. Kurangnya pengawasan ini berpotensi menjadikan anak melakukan kegiatan yang kurang produktif atau bahkan berisiko. Sebagai contoh di sekolah saya, saat liburan sebagian besar anak lebih banyak menghabiskan waktu bermain tanpa mengisi jurnal ramadhan yang disediakan sekolah. Padahal jurnal ini, digunakan sekolah untuk memotret dan memantau kegiatan anak agar tetap positif. Namun karena kurangnya pengawasan langsung, maka kegiatan ini tidak berjalan dengan optimal.
Tidak hanya itu, bahkan ada anak yang terkena letusan mercon saat liburan. Aktivitas  beresiko tinggi seperti ini dapat dilakukan sebab kurangnya pengawasan dari orang tua sebab diantaranya, orang tua sibuk bekerja.  Â
Kesulitan Mengatur Jadwal Ibadah dan Belajar
Tanpa pendampingan orang tua, anak mungkin kesulitan mengatur waktu antara ibadah (seperti shalat, mengaji, atau berpuasa) dan kegiatan lainnya seperti bermasyarakat dan belajar. Kesulitan pengaturan waktu ini dapat disebabkan kesibukan orang tua atau minimnya pengetahuan orang tua mengenai bagaimana mengatur jadwal harian.
Sebagian orang mungkin dapat meminta AI untuk membuatkan jadwal harian untuk mengisi waktu saat liburan Ramadhan. Namun lagi-lagi, dalam orang tua akan kesulitan dalam penerapannya. Orang tua yang bekerja formal tentu juga akan kesulitan mendisiplinkan anak untuk patuh terhadap jadwal yang  sudah dibuat tersebut. Hal ini tidak bisa diabaikan begitu saja, sebab akibatnya, nilai-nilai spiritual yang seharusnya ditingkatkan selama Ramadan dapat terabaikan.
Anak Rentan Bosan, Stres dan Ketergantungan pada Gadget
Libur panjang tanpa aktivitas yang terstruktur dapat membuat anak merasa bosan atau bahkan stres. Hal ini dapat terjadi terutama jika mereka menghabiskan waktu sendirian di rumah. Libur panjang selama Ramadhan jika tidak dikelola dengan baik bisa berdampak pada kondisi emosional dan mental anak yang membuat anak mudah sedih, mudah emosi dan lain sebagainya.
Selain itu, tanpa pengawasan dari orang tua, anak cenderung menghabiskan waktu dengan bermain gadget atau menonton TV secara berlebihan. Hal ini tidak hanya mengurangi waktu untuk kegiatan bermanfaat, tetapi juga dapat memengaruhi kesehatan mata dan pola tidur anak.
Minimnya Interaksi Sosial
Karena orang tua sibuk bekerja, anak mungkin kurang mendapat kesempatan untuk berinteraksi dengan teman sebaya. Bagi anak-anak yang tinggal di perkotaan, kondisi ini jamak terjadi sebab teman sebaya mereka adalah teman sekolah. Saat tidak sekolah, aktivitas anak lebih banyak di arahkan orang tua di rumah untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
 Saat orang tua bekerja, orang tua juga tidak memiliki kesempatan untuk mengajak berkunjung ke keluarga besar atau berkunjung ke tempat lain yang memiliki nilai belajar dan ibadah. Hal ini juga menambah minimnya interaksi sosial dari yang biasanya mereka lakukan jika mereka bersekolah. Dalam hal ini, libur panjang Ramadhan jelas bisa membuat anak merasa kesepian dan kehilangan momen penting untuk mengembangkan keterampilan sosial.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI