Kopi kuning ini memang sempat ditemukan di Bajawa, Flores, lalu di beberapa titik di Jawa, termasuk Argopuro dan Garut Jabar. Namun karena produksinya kecil dan jarang dibudidayakan serius, ia lebih banyak hidup di bayangan ketenaran varietas Arabika lain.
Dari Argopuro ke Arjuno
Yellow Caturra yang sudah mendapatkan sertifikasi resmi saat ini berasal dari lereng Gunung Argopuro. Sertifikasi ini penting karena menjadi bukti kualitas unggul kopi yang dihasilkan dari hamparan kebun tertentu.
"Salah satu syarat sertifikasi itu harus ada hamparan kebun yang luas. Kalau cuma beberapa ratus pohon, itu dianggap tradisional saja, tidak bisa disertifikasi," terang Calvien.
Kini Yellow Caturra dari Argopuro menjadi primadona. "Banyak orang datang dari luar daerah hanya untuk beli. Harganya bisa sampai enam ratus ribu per kilo. Itu jauh di atas kopi Arabika kualitas premium lain," katanya dengan bangga.
Melihat peluang itu, Calvien kini menanam Yellow Caturra di lereng Arjuno. Ia berharap, dalam waktu dekat, kebun Malang juga bisa mendapatkan sertifikasi. "Saya yakin Arjuno bisa. Saya lagi serius riset. Kalau Argopuro bisa dapat sertifikasi, kenapa Arjuno tidak?" katanya penuh keyakinan.
Secangkir Kopi dari Calvien
Cerita tentang Yellow Caturra tak lengkap tanpa mencicipinya. Ketika saya berkunjung ke Popeye Coffee, Calvien dengan sigap menyiapkan peralatan seduh. Tangannya lincah, sesekali ia menjelaskan sambil bekerja.
"Coba nanti, Pak. Biar lidah yang bicara. Yellow Caturra ini beda rasanya dengan kopi merah biasa," ucapnya sembari menuang hasil seduhan.
Ia menyodorkan secangkir kopi yang sudah didinginkan. Dari tegukan pertama, sensasinya langsung terasa. Rasa pekatnya tidak menyerupai Arabika pada umumnya. Ada kemiripan dengan Robusta, namun lebih halus. Aroma kacangnya kentara, sementara pahitnya seimbang. Sensasi manis samar bertahan lama di lidah, meninggalkan aftertaste yang menyenangkan.
"Bagaimana, Pak?" tanya Calvien sambil tersenyum.