Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Indonesia Butuh Negara yang Dipercaya, Bukan Negara yang Mencurigakan

4 April 2025   21:36 Diperbarui: 4 April 2025   21:36 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Birokrat Pelaksana kita. (Sumber : rmoljabar.id).

Negara-negara yang punya tingkat efisiensi tinggi dalam pelayanan publik hampir semuanya punya sistem birokrasi yang kuat dan professional. Bukan yang 'dibatasi', tapi justru diberi kepercayaan dan ruang gerak; menyediakan pelatihan berkelanjutan, serta reward and accountability yang jelas. Lihat Jepang, Korea Selatan, Singapura, Norwegia, Finlandia.

Maka, solusinya bukan "kurangi birokrat", tapi percayakan mandat yang jelas; bebaskan dari beban regulasi berlebihan; bekali dengan kompetensi dan etika; bangun budaya layanan, bukan budaya takut

Dalam konteks Indonesia sekarang, gagasan Fukuyama tentang pentingnya negara yang kuat dan dipercaya menjadi sangat relevan - terutama ketika kita melihat kasus seperti pembentukan Danantara yang memunculkan kebingungan bahkan kecurigaan publik.

Indonesia sedang berada dalam kondisi yang mirip dengan apa yang dikhawatirkan Fukuyama: Ketidakpercayaan terhadap institusi publik makin besar, apalagi sejak Pemilu 2024 dengan tuduhan cawe-cawe kekuasaan, politik dinasti, dan intervensi hukum.

Pemerintah ingin tampil sebagai motor modernisasi (IKN, hilirisasi, AI, ekonomi digital), tetapi tidak menjelaskan dengan cukup transparan atau akuntabel siapa yang memimpin, untuk siapa proyek itu, dan bagaimana kontrolnya.

Contoh konkret Danantara.  Apa itu Danantara dan kenapa publik bingung

Danantara adalah superholding milik negara yang menyatukan semua asset aktif maupun asset pasif negara.

Sayangnya belum ada transparansi siapa yang menjalankan atau mengawasi; penjelasan teknis sangat minim, sementara istilah yang digunakan bersifat buzzword-heavy.

Publik tidak tahu, apakah ini hanya proyek branding, proyek elit, atau benar-benar alat layanan publik?

Akhirnya publik menganggap ini sebagai bagian dari "negara teknologi tanpa legitimasi publik", semacam lembaga yang dibentuk untuk memberi kesan modern, tapi tidak berakar pada kebutuhan atau kontrol rakyat.

Kaitan langsung dengan teori Fukuyama

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun