Inggeris dan Perancis memiliki peran penting dalam membentuk peta politik Timur Tengah saat ini, tetapi keterlibatan langsung mereka dalam proses perdamaian Israel-Arab Palestina lebih terbatas dibandingkan dengan pengaruh Amerika Serikat dan negara-negara lain dalam beberapa dekade terakhir.
Nama "Palestina"
Nama "Palestina" berasal dari istilah "Philistia" yang digunakan oleh orang-orang Yunani kuno untuk menggambarkan wilayah yang dihuni oleh bangsa Filistin. Nama ini kemudian digunakan oleh Kekaisaran Romawi setelah pemberontakan Yahudi sebagai cara untuk menghapus jejak Israel kuno dari peta bumi.
Perdebatan tentang penggunaan nama "Palestina" sering kali muncul dalam diskusi mengenai legitimasi klaim atas tanah tersebut, bahwa orang Arab tak berhak menyandang nama Palestina. Bangsa Palestina sudah punah 1000 tahun sebelum masehi. Mereka tetaplah Arab yang berasal dari tanah Arab dan bukan berasal dari tanah Israel.
Dampak dekolonisasi
Setelah Perang Dunia II, banyak negara kolonial mulai melepaskan kekuasaan mereka di Timur Tengah, termasuk Inggeris dan Perancis. Proses dekolonisasi ini sering kali meninggalkan kekosongan kekuasaan dan ketidakstabilan yang mempengaruhi perkembangan politik di wilayah tersebut.
Dekolonisasi memang berkontribusi terhadap peningkatan ketegangan di Timur Tengah, termasuk konflik Israel-Arab Palestina. Namun, banyak faktor lain, termasuk dinamika politik lokal dan regional, juga berperan dalam membentuk situasi saat ini.
Peran Mahkamah Internasional (ICJ)
Seperti yang disebutkan sebelumnya, ICJ lebih berfungsi sebagai badan penasehat dan tidak memiliki kekuatan untuk memberlakukan keputusan yang mengikat. Namun, Keputusan ICJ bisa saja mempengaruhi opini internasional dan meningkatkan tekanan diplomatik pada pihak-pihak yang terlibat.
Ada argumen bahwa ICJ dapat mempertimbangkan lebih dalam konteks sejarah dan legal dalam memberikan putusan terkait isu-isu seperti klaim tanah dan hak nasional. Namun, tanggungjawab utama untuk mencapai perdamaian terletak pada negosiasi langsung antara pihak-pihak yang terlibat, dengan dukungan dan fasilitasi dari komunitas internasional.
Inggeris dan Perancis memiliki peran sejarah yang signifikan dalam membentuk konflik Israel-Arab Palestina melalui kebijakan kolonial mereka. Kendati demikian, konflik ini adalah hasil dari berbagai faktor yang kompleks, termasuk aspirasi nasional, kepentingan politik, dan dinamika regional. Meskipun keduanya mungkin memiliki tanggungjawab historis, penyelesaian konflik ini memerlukan pendekatan yang lebih luas dan inklusif, melibatkan berbagai aktor internasional dan lokal dalam mencari solusi yang adil dan damai.