Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Rusia Semakin Melaju dan Ukraina Semakin Menyurut

10 April 2024   16:09 Diperbarui: 10 April 2024   16:09 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Rusia Semakin Melaju dan Ukraina Semakin Menyurut

Euforia awal atas perjuangan Ukraina yang tidak diunggulkan melawan Rusia telah menguap, baik di luar negeri maupun di dalam negeri. Pemecatan jenderal tertingginya, Valeriy Zaluzhnyi, yang merupakan arsitek kecemerlangan pertahanan awal Ukraina, oleh Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky belum lama ini menggarisbawahi bahwa negara yang terkepung itu semakin membutuhkan penyegaran. Perang Rusia Vs Ukraina belum akan berakhir dan harapan bahwa perang tersebut akan dimenangkan Ukraina menjadi kenyataan yang semakin memudar.

Pemecatan Zaluzhnyi dimotivasi oleh faktor pribadi, politik, dan militer. Itu terjadi ketika serangan Rusia terus berlanjut tanpa terpengaruh oleh sanksi Barat dan setelah gagalnya serangan balasan Ukraina pada tahun 2023. Daya juang Ukraina telah menurun dan perhatian dunia mulai beralih. Meski Ukraina pernah meraih kemenangan dan tidak langsung kalah, negara ini mulai merasakan konsekuensi besar dari perang yang telah berlangsung selama 24 bulan ini.

Penolakan Ukraina untuk menyerah dalam perang ini seakan hal yang luarbiasa. Kesatuan tujuan dan komitmen kolektif, yang dimunculkan dan dilambangkan oleh Zelensky memang berhasil menopang negara ini selama tahun pertama perang, termasuk bantuan uang, dan persenjataan dari Barat yang memungkinkan Zelensky membangun pertahanan yang kokoh. Tapi pada perempat pertama tahun ini, Rusia yang justeru melaju tak terbendung.

Ukraina telah merebut kembali sekitar setengah wilayah yang sebelumnya dikuasai Rusia, namun kerja keras militer yang dilakukan sejauh ini tidaklah mematikan, maka tidak menarik. Para ahli di AS memperkirakan pada Agustus 75.000 tentara Ukraina telah tewas dari 200.000 pasukan tempurnya. Kegagalan serangan balasan pada tahun 2023 mempersulit banyak orang untuk mempertahankan optimisme mereka dan mengabaikan penderitaan pribadi mereka. 


Jajak pendapat belum lama ini menunjukkan rata-rata komitmen absolut masyarakat Ukraina terhadap perang tsb melemah. Pada Januari 2023, hanya 29% warga Ukraina yang menginginkan atau bersedia agar Ukraina merundingkan diakhirinya perang dengan Rusia. Pada bulan Nopember, jumlah ini meningkat menjadi 42%.

Ketidakpuasan ini terlihat dari semakin banyaknya kaum pria yang tertangkap ketika mencoba menyelinap keluar dari Ukraina untuk menghindari wajib militer. Beberapa di antaranya telah membayar ribuan dolar kepada penyelundup manusia untuk dibawa melintasi perbatasan barat, terkadang disembunyikan di balik kain terpal. Pada Agustus 2023, Zelensky memecat semua perekrut militer karena menerima suap dari mereka yang berusaha menghindari dinas militer. Namun kenyataan yang tidak menyenangkan adalah puluhan ribu orang diyakini telah melakukan hal tsb.

Serangkaian skandal yang terjadi belum lama ini di Ukraina juga tidak membantu semangat dalam negeri. Hal ini termasuk skandal korupsi pengadaan senjata senilai US $ 40 juta. Kasus lainnya melibatkan lima pejabat di perusahaan nuklir milik negara Energoatom yang dituduh menyalahgunakan US $ 2,65 juta dari proyek yang didukung AS.

Yang lebih menarik, seorang anggota Parlemen dari partai politik Zelensky kedapatan memalsukan dokumen medis untuk mendapatkan izin meninggalkan negara tsb, hanya untuk berlibur bersama keluarga di Maladewa. Anggota parlemen lainnya, yang merupakan anggota partai Zelensky hingga tahun 2021, diketahui sedang berlibur di Barcelona bersama pacarnya. Kenyataan ini mengikis komitmen kolektif terhadap perang, dan terhadap visi Ukraina pasca-perang, yi Ukraina yang modern dan demokratis, bebas dari korupsi.

Realitas ekonomi di Ukraina juga tidak membantu. Lebih dari US $ 54 miliar kerusakan telah terjadi pada bangunan tempat tinggal, sehingga mengakibatkan krisis perumahan. Perekonomian secara keseluruhan telah mampu mengatasi badai ini lebih baik dari perkiraan, khususnya di Kyiv. Namun rata-rata inflasi di atas 21%, pengangguran di atas 15%, dan pengiriman uang menurun dengan cepat.

Perekonomian Rusia juga melampaui ekspektasi, karena didukung oleh keuntungan minyak dan gas yang besar - US $ 596 miliar sejak invasi besar-besaran pada 24 Pebruari 2022 - dan hanya ada sedikit indikasi bahwa sanksi Barat telah memaksa Presiden Vladimir Putin untuk bersikap moderat.

Ada juga kekhawatiran yang meningkat mengenai keadaan demokrasi dan supremasi hukum Ukraina. Yang mencolok adalah penundaan pemilu tanpa batas waktu. Pemilihan parlemen seharusnya diadakan pada 29 Oktober tahun lalu, namun tidak dilaksanakan, dan masa jabatan Zelensky akan berakhir pada bulan April 2024.

Penetapan darurat militer hanya berarti pengekangan terhadap kebebasan ekonomi, serta kebebasan birokrasi dan hukum. Fenomena ini terlihat dari penggabungan semua saluran televisi nasional ke dalam satu platform, pelarangan semua partai politik oposisi yang diduga memiliki hubungan dengan Rusia, pembatasan modal yang mencegah ekspor uang, dan berbagai nasionalisasi perusahaan. Meski hal ini dibenarkan oleh kebutuhan masa perang, langkah-langkah ini mulai terasa tidak nyaman.

Di dunia internasional, dukungan terhadap Ukraina semakin berkurang. Jajak pendapat CNN pada bulan Agustus mengungkapkan mayoritas warga Amerika kini percaya AS telah berbuat cukup untuk mendukung Ukraina dan tidak seharusnya mengirimkan bantuan lebih banyak. Jajak pendapat Gallup bulan Nopember 2023 menemukan hasil serupa. Meski jumlah bantuan yang diberikan oleh Uni Eropa lebih menjanjikan, kebuntuan politik di AS dan Uni Eropa telah menghambat bantuan tsb.

Secara resmi, pemerintah negara-negara Barat tetap berkomitmen terhadap Ukraina. Namun mereka merasakan tekanan dalam negeri di tengah perang yang berkecamuk di Timur Tengah, dampak perubahan iklim yang semakin besar, kerusuhan sipil dan kudeta yang menjamur di seluruh dunia, serta kecenderungan alami manusia untuk kehilangan fokus seiring berjalannya waktu.

Semua ini mencerminkan situasi yang menantang bagi Ukraina. Negara ini telah diinvasi, mengalami kerusakan yang sangat parah, dan terpaksa melakukan pertempuran yang melumpuhkan terus menerus dengan lawan yang jauh lebih besar.

Meski Ukraina terlihat tetap teguh, tapi sulit dipungkiri keretakan mulai terlihat. Dampak yang paling mungkin terjadi dari perang ini adalah kembalinya status quo ke status quo pasca invasi tahun 2014, yaitu permusuhan yang membara, namun tersebar di lebih banyak wilayah Ukraina.

Semangat kerja dan semangat juang pun semakin melemah baik di Ukraina maupun di luar negeri. Perjuangan Ukraina memang terkesan tetap berkelanjutan dan terus mengejutkan serta menginspirasi sebagian besar dunia, tapi Ukraina telah kehilangan momentum untuk bisa mengembalikan Donbass ke pangkuannya. Boro-boro mengembalikan Crimea.

Meski menghadapi tantangan besar, Zelensky terus mempertahankan kebersamaan negaranya. Kekhawatirannya adalah kegagalan meraih kemenangan pada tahun 2024. Ini berkonsekuensi semakin menekan semangat juang Ukraina dan keinginan untuk mendapatkan dukungan dari luar.

Mazhab pembiaran Rusia menang dalam perangnya melawan Ukraina akan semakin membesar di dunia barat ketimbang mendukung Ukraina tanpa pamrih. Hal ini terasa menyakitkan bagi Uklraina.

Meski banyak negara di dunia barat yang mengecam tindakan Rusia dan memberikan dukungan moral serta bantuan ekonomi kepada Ukraina, ada keterbatasan nyata dalam kemampuan dan keinginan mereka untuk terlibat secara langsung dalam konflik militer melawan Rusia. Terlibat dalam konflik militer melawan Rusia memiliki risiko besar termasuk potensi eskalasi yang tidak terkendali, sehingga banyak negara barat lebih memilih untuk menghindari konflik langsung dengan Rusia.

Rusia merupakan negara yang memiliki kekuatan politik, ekonomi, dan militer yang signifikan. Dukungan terhadap Ukraina yang konfrontatif terhadap Rusia bisa memicu reaksi yang merugikan dari pihak Rusia, seperti sanksi ekonomi atau bahkan respons militer. Hal ini membuat beberapa negara di dunia barat berpikir dua kali sebelum mengambil tindakan yang dapat memicu konfrontasi langsung dengan Rusia.

Upaya-upaya diplomatik untuk menyelesaikan konflik Ukraina belum memberikan hasil yang memuaskan. Meskipun ada dukungan luas untuk kemerdekaan dan integritas wilayah Ukraina, namun sulit untuk menemukan solusi yang dapat diterima oleh semua pihak, termasuk Rusia.

Setelah bertahun-tahun konflik di Ukraina, banyak negara barat boleh jadi merasa kelelahan dan kejenuhan dalam upaya mereka untuk mendukung Ukraina. Selain itu, adanya isu-isu lain di arena global yang memerlukan perhatian juga dapat mengalihkan fokus dari konflik di Ukraina.

Dalam konteks ini, ketergantungan Ukraina pada keputusan politik Rusia, terutama dengan kebijakan yang semakin menghimpit dari pemerintahan Putin, dapat meningkatkan rasa ketidakpastian dan kekhawatiran di Ukraina.

Zelensky dkk harus mempertimbangkan bagaimana merespons dinamika geopolitik ini dengan bijaksana, baik melalui diplomasi yang cermat maupun dengan memperkuat pertahanan nasional mereka.

Lihat:

https://thehill.com/business/4580742-jamie-dimon-on-ukraine-staying-on-sidelines-not-an-option/

https://time.com/6694661/how-ukraine-is-really-faring/

https://en.topwar.ru/182321-chto-delat-s-ukrainoj.html

Joyogrand, Malang, Wed', Apr' 10, 2024

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun