Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Wawancara Imajiner dengan Datu Nabolon Gajah Mada Nasangti: Danau Toba Setelah F1H2O Powerboat

8 Maret 2023   16:18 Diperbarui: 8 Maret 2023   16:22 749
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lomba powerboat F1H2O Danau Toba dilihat dari drone. Foto : f1h2o.com

Wawancara Imajiner Dengan Datu Nabolon Gajah Mada Nasangti : Danau Toba Setelah F1H2O Powerboat

Hujan terus-terusan di Malang sejak Januari lalu sepertinya baru reda jelang medio Pebruari ini. Aktivitas outdoor tak banyak, padahal sudah lama mengagendakan untuk melihat kembali patung Ken Dedes di perempatan Arjosari, juga jembatan kaca legacy mantan Walikota Malang Abah Muhammad Anton.

Aku terkenang my daughter Kenia dan F1H2O powerboat Danau Toba yang baru saja berlalu. Di malam nan dingin kota Malang ini aku memandang cinderamata T-Shirt F1H2O Powerboat Danau Toba yang dikirim Kenia. Dia melihat event besar itu sehubungan dengan pekerjaannya. Yang melegakan hati, Ia teringat bokapnya yang adalah pecinta kopi Arabika, maka tak lupa ia juga mengirim kopi Arabika yang kali ini berlabel Batak dari Rumata Coffee, Laguboti, Toba, termasuk sambal teri Andaliman Toba. Keduanya sudah berkemasan bagus.

Semuanya sudah kunikmati, bahkan sekarang ini aku lagi memakai t-shirt powerboat yang dikirimnya. Pikiranku pun menerawang jauh ke Bukit Barisan sana, melayang tinggi dari kota Malang bak kepulan asap Dji Sam Soe yang membubung tinggi dan buyar di ketinggian angkasa pulau Jawa.

Ya, aku kini melayang tinggi di atas Danau Toba yang membiru, dengan bebukitan menghijau di sekelilingnya dan sebuah zona hijau di tengah, yi pulau Samosir.


Tiba-tiba ada yang menepuk pundakku : Horas amang. Di ginjang ni Tao Toba do ho saonnari (di atas Danau Toba kau sekarang).

Aku terkejut, bah ise do tahe amang, songon na hutanda (siapa Bapa, seperti yang saya kenal).

Ahu Datu Nabolon Gajah Mada Nasangti (saya Tuanku nan sakti mandraguna Datu Besar Gajah Mada Nasangti).

Parlin Pakpahan (PP) : Ohh .. Saya Parlin Pakpahan pejalan budaya, sedang mengangkasa di Tanah Batak.

Datu Nabolon Gajah Mada Nasangti (DNGMN) : Nauli boi hita pajumpang di ginjang Tao Toba on (syukurlah, kita bisa berjumpa di atas Danau Toba ini). Saya tahu apa dan siapa kamu.

PP : Oh nama amang Datu unik. Nama itu mengingatkan saya sesuatu, yi Panglima Gajahmada-nya kerajaan Majapahit tempo doeloe. Jangan-jangan andalah Panglima Gajahmada itu.

DNGMN : O daong (bukan). Halak Batak najolo (orang Batak tempo doeloe) memberi nama selalu ada hubungannya dengan suatu kejadian. Nama saya Gajah sian mulana (nama saya Gajah sejak dulu). Tapi suatu ketika ada pertarungan melawan si raja babiat (raja Harimau) yang tangguh di Toba ini. Semuanya kalah, maka ada yang berteriak si Gajah mada na maju (si Gajahlah yang maju menghadapi raja babiat). Raja Harimau yang angker itu kukalahkan dengan segala aji (ilmu kesaktian) yang kumiliki. Sejak itu jadilah namaku Gajah Mada.

PP : He He .. menarik. Lalu Nasangti. Apa itu.

DNGMN : Nasangti artinya sakti mandraguna. Maklum pada era saya jauh sebelum Nommensen masuk, saya banyak belajar dari kaum Brahma dan Kesatria. Itu zaman Hindu Batak yang sudah lama raib. Peninggalan yang tersisa sekarang adalah buku laklak (buku dari kulit kayu) berbahasa batak kuno dan ditulis dalam huruf batak. Itupun sudah sangat langka.

PP : Okelah. Turi-turian (folklore) memang tak ada habisnya di tanah Batak ini. Budaya verbal masih tetap mendominasi hingga sekarang, sekalipun sudah banyak orang pintar. Jadi anggap sajalah era Hindu Batak itu adalah missing link dalam sejarah Batak. Kita nggak tahu siapa terminatornya sampai punah begitu. Semoga angkatan milenial sekarang mau menggali dan mempelajarinya lebih jauh.

DNGMN : Orang Batak pastinya lama terisolasi dari dunia luar. MOP Siregar dalam bukunya Tuanku Rao, menulis tanah Batak adalah "splendid isolation."

PP : Setuju. Tanah Batak Indah tapi terisolir. Syukurlah berkat Presiden Jokowi dan Pak Luhut, tanah Batak sekarang sudah terbuka. Hanya tinggal membuka akses baru Siantar-bandara Sibisa, maka Danau Toba ke depan ini pastilah hebring karena unlocked. So, bagaimana pendapat amang Datu tentang sikon tanah Batak sebelum itu.

DNGMN : Leluhurmu selama ini sudah cukup memberi pasu-pasu (berkat) untuk Tanah Batak dan juga Nusantara. Kecerdasan dan kekayaan di antara kalian sudah tak terbilang. Begitu juga anak-anak bangsa lainnya di Nusantara. Tapi pasu-pasu itu semua tidak ditindaklanjuti optimal. Ucapan syukur kalian basa-basi dan gagah-gagahan saja. Solidaritas dan kebersamaan pada kenyataannya omongkosong.

PP : Lha, koq bisa seperti itu amang Datu?

DNGMN : Lihat saja sebelum Soeharto jatuh bagaimana dongoknya dia mengiyakan dan meneken segala macam eks Barat. BJ Habibie mau saja dikibuli AS Cs agar diadakan jajak pendapat stupid di Timor timur. Apa yang terjadi kemudian. Makanlah rekayasa AS dkk itu.

PP : Woaduh. Lalu bagaimana orang-orang pintar kita yang semakin pintar setelah puluhan tahun merdeka.

DNGMN : Ai aha do nimmu (apa nya itu). Di masa Orba holan na manuhori gelar do hamu sude, hape kenyataan na angka lanteung do sude (di masa Orba kalian hanya membeli gelar, padahal kenyataannya gombal semua). Apa dalam Sistem Ekonomi Kapitalis jalang yang serba KKN pada masa itu, orang-orang miskin di negeri ini sanggup menyekolahkan anaknya dengan harga pasar, apa mereka sanggup berobat untuk kesehatannya sendiri dengan harga pasar. Anlangi ma. Itulah ekonomi kita warisan Orba Soeharto.

PP : Ba ido ate. He He .. Okelah itu sudah berlalu amang Datu. Sekarang fokus ke Danau Toba kita inilah. Bagaimana Toba pasca F1H2O ini?

DNGMN : Saya lihat godang dope halak na marungut-ungut (masih banyak orang yang bersungut-sungut). Tapi saya kira dengan keteladanan Pak Jokowi, Pak Luhut dan siapa tuh yang muda, oya Pak Sandi. Kepala-kepala daerah di tanah Batak sudah saatnya meneladani tokoh nasional tsb.

PP : Bisakah itu?

DNGMN : Boasa ndang boi (mengapa tidak). Mereka harus sadar sepenuhnya apa yang tidak mungkin dilakukan dulu ternyata sekarang ini terbukti bisa di tangan triumvirat tsb. Saya pikir solusi yang terpenting bagi kita sekarang adalah mendobrak stagnasi kepemimpinan dan kebersamaan.

PP : Apa itu focal point-nya.

DNGMN : Selama ini tanah Batak hanya dijadikan tanah untuk membangun Tugu Ompung Ini Ompung Itu dst. Padahal orang yang sudah meninggal kan tidak memerlukan tugu dan monumen yang hebat-hebat. Mereka berbahagia apabila kalian tahu diri, saling mengasihi satu sama lain dan mampu membangun Tanah Batak menjadi kuat dan modern sebagai contoh buat Nusantara. Tapi yang terjadi selama ini, ya mereka yang berhasil rata-rata jadi Panggaron, Sok Kuasa, Sok Pintar dan Pantang Tak Hebat. Apa sih susahnya membangun tanah Batak menjadi kuat dan modern tanpa meninggalkan jatidiri kalian sebagai orang Batak. Tanah Batak kan bukan padang pasir kerontang. Apa saja ada di sini. Maka ubahlah itu menjadi sebuah kekuatan dan kesejahteraan.

PP : Trauma barangkali amang Datu sesudah terbunuhnya Sisingamangaraja XII oleh Belanda.

DNGMN : Hata na deba doi (omong kosong). Sok-sok yang superlatif seperti itulah yang membuat orang Batak selama ini hanya Omdo (omong doang) tanpa aksi yang berarti. Ini yang harus diubah, dan itu hanya bisa dimulai dari pemimpinnya. Sudah saatnya kita meninggalkan dalihan natolu dalam beraksi. Adat perlu memang, tapi membangun internal kita dibutuhkan leadership yang tegas, terbuka dan jujur dan tak pernah berangan-angan "holan na manganlangi" (makan sepuasnya dengan menghalalkan segala cara).

PP : Kembali ke laptop. Bagaimana Toba pasca F1H2O akhir Pebruari lalu.

DNGMN : Luruskan cara berpikir komunitas Balige. Mereka harus semakin kreatif dan inovatif. Bupati Poltak Sitorus unang holan hata (jangan hanya omdo). Lihat cinderamata yang dikirim borumu Kenia. Kan bagus. Dan berikutnya harus lebih bagus lagi. Kopi Arabika Batak yang kau minum tadi adalah Kopi Sigararutang yang tumbuh subur di habitatnya Pangaribuan, Sipahutar, Lintong dan sebagian kecil di Balige, Tiga Dolok dll. Mengapa Rumata Coffee di Laguboti Toba tidak menamakan kopi olahannya sebagai Kopi Arabika Batak Sigararutang. Kopi kita perlu dibranding khusus agar lebih dikenal. Bukannya mengimpor nama, tapi gunakanlah nama dari khasanah kita sendiri.

PP : Inspiratif sekali amang Datu, karena aku pernah menulis tentang Sigararutang ini.

DNGMN : Ya harus begitu. Kemarin kudengar ada boru Napitupulu dalam Toba TV yang mengatakan kita harus jadi tuan rumah, bukannya tamu di internal kita sendiri, seperti misalnya kuliner. Banyak yang perlu diinovasi disini, mulai dari ombus-ombus, pohul-pohul, kue talam Tarutung, bahkan sasagon. Demikian pula halnya dengan kuliner inti seperti saksang. Itu kan artinya daging cincang. Ubahlah mindset dunia luar bahwa saksang bukan berarti daging B2 thoq, tapi juga daging sapi, ayam, kerbau, kambing, domba, asal bukan daging Homang (orangutan) Tapanuli (Pongotapanuliensis). Itu satwa superlangka yang dilindungi dunia sekarang dan hanya terdapat di Batangtoru Forest.

PP : Bagaimana dengan rempah-rempah Toba amang.

DNGMN : Itu juga, seperti andaliman, rias, bangun-bangun dll. Saos Andaliman yang diracik dengan teri Medan yang dikirim borumu Kenia kan enak. Coba kemasannya agar dibuat lebih bagus lagi. Ini malah dinamai "Teman", lalu ada kata fil-fil. Saos buat bikin soor kita orang makan, koq dinamai seperti itu. Orang nggak mengerti. Kenapa bukan Saos Andaliman Toba saja. Dasar. Gunakan nama dari khasanah Batak. Jangan lupa Balige selaku titik picu kepariwisataan tanah Batak wajib menularkannya ke Tarutung. Bagaimana agar Bukit Kasih di Siatasbarita sana dapat bergeming. Tidak teronggok dan akhirnya lapuk dimakan zaman. Sudahlah tinggalkan berpikir mitis bahwa kalau dikomersialkan dalam rangka kepariwisataan, obyek wisata Bukit Kasih tsb akan miskin pengunjung. Cara berpikir seperti itu sudah tak lagi pada zamannya.

PP : Bagaimana memoles warga Balige agar menjadi sumber inspirasi pengembangan obyek wisata lainnya di tanah Batak.

DNGMN : Jadilah marketer yang baik di luar tanah Batak ntah dimanapun itu, dan jadilah motivator yang tangguh di internal tanah Batak dengan memberi contoh dan keteladanan dalam berinovasi ntah itu kuliner (inti atau kudapan), ntah itu busana, ntah itu agrowisata, ntah itu kerajinan tangan dalam rangka ekonomi kreatif dst dst. Itu maka saya bilang tadi kepala daerahlah panutan utama disini didukung oleh para pemimpin rakyat yang sudi membuang sifat buruk selama ini yi beromdo-omdo ria seperti para pemabuk di lapo tuak.

PP : Bagaimana dengan pulau Samosir.

DNGMN : Ada Annette Horschmann disana. Tabo cottage yang dinakhodainya di Tuktuk selama ini sudah banyak memberi contoh bagaimana menjual kepariwisataan tanah Batak secara profesional. Handicraft Samosir, mulai dari sulim bambu khas Samosir, sampai segala macam gorga Batak (Ukiran Batak) sudah bagus. Hanya tinggal bagaimana memasarkannya ke dunia luar. Itu makanya agar kebersamaan terus dipupuk dengan baik. Semuanya harus bisa menjadi marketer secara berantai hingga ke pentas internasional. Triumvirat kan sudah memberi contoh. Na boha do ho (bagaimana sih ente).

PP : Ok amang Datu. Mauliate (terimakasih).

DNGMN : Ujung ni hata mulak nama ahu tu banua ginjang ate (omong-omong, saya harus segera kembali ke rumah saya di dunia atas). Sai Horas ma (selamat tinggal dan semoga sukses buat kita semua).

PP : Bah mulak nama amang Datu (o cepat sekali amang Datu pulang). Okelah, sekurangnya ini sebait umpasa (pantun) Batak tempo doeloe buat amang Datu Nabolon Gajah Mada Nasangti.

Dolok ni Panampahan,

tondongkon ni Tarabunga

Sai horas ma hamu

Di pardalanan songoni dung

Sahat tu inganan muna

Joyogrand, Malang, Wed', March 08, 2023.

Salah satu Desa Wisata unggulan di Tanah Batak. Foto : detik.com dari Kementerian PUPR.
Salah satu Desa Wisata unggulan di Tanah Batak. Foto : detik.com dari Kementerian PUPR.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun