Mohon tunggu...
Sungkowo
Sungkowo Mohon Tunggu... guru

Sejak kecil dalam didikan keluarga guru, jadilah saya guru. Dan ternyata, guru sebuah profesi yang indah karena setiap hari selalu berjumpa dengan bunga-bunga bangsa yang bergairah mekar. Bersama seorang istri, dikaruniai dua putri cantik-cantik.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Menempatkan Tokoh (Setempat) Menjadi Spirit bagi Siswa

10 Februari 2025   14:38 Diperbarui: 10 Februari 2025   20:28 435
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Siswa sedang mengikuti diskusi di Ruang Perpustakaan Sekolah. (Dokumentasi pribadi)

Siswa terlahir dan umumnya mengenyam pendidikan di daerahnya masing-masing. Sejak pendidikan anak usia dini (PAUD) hingga sekolah menengah atas (SMA)/sekolah menengah kejuruan (SMK) dan yang sederajat.

Bahkan, mungkin, hingga perguruan tinggi (PT) kalau memang di daerah termaksud sudah ada PT. Tetapi, ada juga siswa yang sekalipun masih di jenjang pendidikan dasar dan/atau menengah sudah belajar di luar daerah.

Tentu keduanya, baik yang mengenyam pendidikan di daerahnya sendiri maupun yang bersekolah di luar daerahnya, memiliki alasan masing-masing. Yang, memang tak perlu dipertentangkan.

Sebab, sudah pasti keduanya memiliki tujuan yang mulia. Yaitu, sama-sama menyiapkan anak untuk memasuki masa depan sesuai dengan bagiannya masing-masing.

Dengan begitu, semua anak akan dapat menemukan kebahagiaan dan kesejahteraan sesuai kompetensi dan keunikannya masing-masing dalam kandungan proses pendidikan.

Tentu kita semua mengerti bahwa dalam paradigma pendidikan, lingkungan memiliki efek terhadap proses kependidikan siswa. Termasuk tokoh-tokoh terkenal yang pernah ada dan berada di daerah siswa termaksud lahir dan dibesarkan pun dapat memberi efek.

Itu sebabnya, tokoh terkenal dalam keahliannya masing-masing dapat menjadi spirit mereka. Bahkan, dapat menjadi spirit yang dahsyat di dalam proses pendidikan mereka jika tokoh terkenal ini berasal dari daerah mereka.

Apalagi jika tokoh terkenal ini sudah masuk ke level tokoh nasional, bahkan tokoh internasional. Pengaruhnya sangat besar. Sekalipun tokoh ini sudah meninggal.

Tetapi, galibnya, tokoh-tokoh seperti ini meninggalkan warisan berharga, sekalipun tak harta benda. Yang, tentu dapat dipelajari oleh generasi berikutnya. Yang, dipastikan pula sangat bermanfaat.

Seperti tokoh Soekarno yang lahir di Surabaya dan dimakamkan di Blitar, misalnya. Ia akan menjadi spirit bagi masyarakat Surabaya, bahkan juga masyarakat Blitar sekalipun Blitar sekadar sebagai tempat Soekarno dimakamkan.

Juga, yang pada hari-hari terakhir ini, misalnya, tokoh Pramoedya Ananta Toer, yang diperingati dalam usianya yang satu abad pada 6 Februari 2025. Di Blora sebagai pusatnya, tempat kelahirannya. Jelas memberi spirit yang kuat terhadap masyarakat Blora pada umumnya dan lebih-lebih terhadap siswa di Blora pada khususnya.

Apalagi bagi siswa, yang dulu Pram, sebutan Pramoedya Ananta Toer, pernah berproses dalam belajar di sekolah tempat mereka saat ini mengenyam pendidikan. Tentu sangatlah menyentuh mereka. Sejarah ini akan menjadi spirit yang kuat bagi siswa dalam proses pendidikannya.

Keterlibatan siswa dalam perhelatan Satu Abad Pram di Blora barusan yang diberitakan di media arus utama, sudah pasti menjadi momen yang sangat berharga bagi siswa.

Mereka semakin tersadarkan bahwa di daerah tempat mereka lahir, dibesarkan, dan sekali lagi, tempat mereka mengenyam pendidikan, pernah menjadi tempat tokoh legendaris.

Bukan mustahil tokoh Pram, akhirnya, menjadi spirit yang mampu mengangkat siswa ke dalam semangat belajar yang tinggi. Seperti, yang Pram pernah lakukan sejak kecil hingga tua.

Tentu hal ini berlaku juga bagi tokoh-tokoh yang lain, di daerah mana pun mereka pernah ada dan berada, di seluruh wilayah Indonesia. Sebab, sangat mungkin ada tokoh setempat yang dapat menjadi spirit bagi masyarakat, termasuk anak yang notabene siswa, di daerah termaksud.

Tetapi, dapat saja, misalnya, jika di daerah setempat belum ada tokoh yang memungkinkan untuk membangun spirit siswa, menempatkan tokoh lain yang pernah ada dan berada di daerah lain pun tak menjadi problem.

Toh, semua tokoh yang telah memberi kontribusi positif dan produktif bagi bangsa ini menjadi milik masyarakat bangsa. Sehingga, dari mana pun asal tokoh bukan menjadi pembatas atau penghalang untuk menjadikannya sebagai spirit bagi siswa.

Sekalipun Soekarno lahir di Surabaya dan dimakamkan di Blitar, sangat mungkin untuk menjadi spirit, tak hanya bagi masyarakat siswa di Surabaya dan Blitar. Tetapi, dapat juga menjadi spirit bagi masyarakat siswa di daerah lain.

Hanya memang, akan memberi efek yang lebih menyentuh kalau tokoh termaksud menjadi spirit bagi siswa di Surabaya atau di Blitar. Sebab, di sana ada relasi yang lebih dalam antara tokoh dan siswa di kedua daerah ini.

Ketika guru di Surabaya menyebut, misalnya, tokoh Soekarno lahir di Surabaya di hadapan siswanya, sangat mungkin dalam diri siswanya muncul gairah untuk mengetahui lebih dalam tentang tokoh ini.

Setidaknya, di antaranya, ada yang bertanya tentang di mana lokasi kelahiran Soekarno di Surabaya. Dekat dengan tempat tinggalnya atau tidak. Jangan-jangan nenek atau kakek buyut mereka pernah menjadi sahabat kecil Soekarno.

Ini menandakan bahwa relasi siswa di Surabaya dengan Soekarno lebih mendalam karena memiliki kesamaan daerah ketimbang dengan siswa di luar Surabaya. Hal yang sama tentu saja dialami oleh siswa yang berada di Blitar, yang tentu memiliki relasi yang relatif lebih dekat dengan Soekarno.

Pun demikian ketika guru di Blora menyebut nama Pramoedya Ananta Toer di hadapan siswanya, bisa dipastikan ada daya magnet yang kuat dalam diri siswa. Yaitu, segera muncul sikap antusiasme untuk membicarakan tentang Pram. Tentu saja, syaratnya, terlebih dahulu mereka mengetahui bahwa Pram lahir dan pernah sekolah di Blora.

Dan, semakin dapat memberi efek bagi siswa kalau ada upaya pemerintah, entah pemerintah pusat atau pemerintah daerah, mengadakan kegiatan-kegiatan secara berkala yang bersifat penghargaan terhadap tokoh.

Seperti yang sudah disebut di atas, yang hari-hari terakhir ini diberlakukan terhadap tokoh Pram, yaitu acara Satu Abad Pram. Apalagi ada di dalam bagian acara yang mengikutsertakan siswa.

Ini artinya, acara Satu Abad Pram tak hanya memberi penghargaan terhadap Pram dan keluarganya yang masih ada. Tetapi, yang lebih daripada itu adalah mengarahkan siswa untuk mengenal lebih dekat dengan tokoh yang ada di daerahnya.

Yang, harus disadari bahwa cara seperti ini sebagai upaya membangun spirit siswa --generasi muda-- berdasarkan semangat yang menyala dari bangsa sendiri.

Sehingga, siswa memiliki arah kemajuan yang searah dengan perjuangan tokoh bangsa. Dengan begitu, spirit perjuangan, baik dalam bidang politik, ekonomi, budaya, kemanusiaan, keadilan, maupun yang sejenisnya sesuai dengan keahlian tokoh, dapat berlangsung dari generasi ke generasi.

Sekaligus ikhtiar ini untuk mengarahkan siswa agar tak hanyut ke tokoh-tokoh, yang mereka (sendiri) belum mengetahui secara pasti. Apalagi pada zaman penuh keterbukaan melalui akses internet ini, yang memungkinkan siswa sangat mudah mengaksesnya.

Hal ini bukan berarti bahwa siswa tak diizinkan untuk mengenal lebih dekat dengan tokoh-tokoh dunia (bangsa lain). Mereka tentu diizinkan. Tetapi, memperkuat spirit mereka dengan bersumber dari tokoh-tokoh yang sebangsa atau sedaerah akan lebih membumi.

Toh, tokoh-tokoh yang sebangsa atau sedaerah dengan siswa bukan mustahil memiliki reputasi yang sama dengan tokoh-tokoh dunia. Atau, bahkan, melebihi reputasi tokoh-tokoh dunia yang mereka ketahui selama ini.

Dalam semua ini, akan terasa berat kalau dilakukan sendiri. Perlu ada kerja sama banyak pihak. orangtua, sekolah, masyarakat, pemerintah daerah, dan pemerintah pusat bekerja bersama saling bau-membau. Baik dalam hal perencanaan, pendanaan (jika membutuhkan dana), maupun pelaksanaan.

Sebab, siswa yang notabene anak adalah investasi masa depan, bukan hanya untuk sekelompok orang, melainkan untuk semua orang. Sehingga, membangun siswa --sekali lagi, sebagai generasi muda bangsa-- merupakan tanggung jawab bersama.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun