Tak ada sekolah yang mengikutkan siswanya lomba tanpa target. Semua pasti memiliki target sebagai pemenang. Karenanya, sekolah pasti mencari pembina yang profesional. Dan, kita mengerti bahwa pembina yang profesional memiliki harga yang boleh dibilang tinggi.
Makanya, jika dalam lomba siswa, sekolah meraih kemenangan, tak jarang sekolah juga mengalokasikan anggaran untuk honor pembina dari hasil lomba tersebut.
Logika demikian sebetulnya tak dapat dianggap keliru. Sebab, penghargaan yang diberikan kepada siswa yang memenangi lomba, selain ada sertifikat, umumnya juga ada sejumlah dana.
Sertifikat hanya untuk siswa.ementara sekolah hanya meminta fotokopi sertifikat tersebut. Sekolah akan menggunakan fotokopi sertifikat tersebut untuk dokumentasi historis keberhasilan sekolah.
Selain itu, dibutuhkan juga untuk bukti fisik ketika sekolah sedang menghadapi akreditasi. Memang, ini hanya sebagian kecil yang dibutuhkan dalam akreditasi. Tapi, sekecil apa pun, fotokopi sertifikat lomba siswa tetap dibutuhkan dalam akreditasi sekolah.
[Bagi siswa, sertifikat sangat penting. Sebab, sertifikat tersebut dapat digunakan untuk mendaftar dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB), yang memiliki bobot nilai tersendiri. Jadi sangat membantu siswa dalam pemeringkatan PPDB].
Karenanya, dalam konteks demikian, sekolah  tak lupa mengucapkan terima kasih kepada siswa termaksud. Karena atas kerja kerasnya, terutama fisik, psikis, dan waktu, sekolah dapat menerima penghargaan yang istimewa melalui siswanya.
Toh begitu, kemenangan siswa dalam lomba tak dapat dilepaskan dari peran pembina. Pembina memiliki peran sangat penting dalam konteks ini.
Karenanya, ketika anggaran untuk pembinaan dipandang kurang oleh sekolah karena dana dari BOS memang terbatas, sejumlah dana (yang umumnya dinamakan uang pembinaan) yang diperoleh dari lomba sebagian  digunakan juga untuk honor pembina.
Artinya, yang sebagiannya lagi (sangat mungkin) untuk siswa sebab ia yang memang telah meraih kejuaraan. Jadi, dengan demikian, siswa mendapat dua bagian. Yang satu berupa  sertifikat; yang satu berupa  sebagian uang pembinaan dari hasil lomba.
Sebetulnya uang hasil lomba siswa sangat luwes pemanfaatannya. Karena memang tak ada aturan yang membakukan hal itu. Masing-masing sekolah memiliki kewenangannya sendiri. Hal ini merupakan otonomi sekolah.