Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Renungan HUT RI ke-77, Bagaimana Kondisi Psikologis Anak-anak Itu?

17 Agustus 2022   07:54 Diperbarui: 17 Agustus 2022   07:57 301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Banyak anak dari orang tua yang dipenjara mengembangkan perasaan marah dan agresif, yang mengarah pada kegagalan persahabatan di sekolah. Beberapa mungkin juga menjadi depresi dan cemas, membawa tantangan akademis dan sosial", ungkap Muller.

Mereka memerlukan penjelasan dan pendampingan yang bisa menenangkan jiwa, serta membuat mereka tetap dapat menjalani kehidupan sehari-hari dengan normal dan wajar. Mereka tidak terlibat dan tidak terkait dengan tindakan orang tua. Bahkan bisa jadi mereka tidak mengetahui apapun yang dilakukan orang tua.

Stop Mentertawakan dan Menghina

"When a parent goes to prison, young children often develop emotional responses such as sadness, fear and guilt as a reaction to the parent's incarceration" (Robert T. Muller, 2015).

Biarkan hukum yang bertindak. Seyogyanya kita sebagai sesama warga bisa membedakan antara membedah kasus yang sedang terjadi secara objektif dan akademik, dengan tindakan membully, mentertawakan dan menghina.

Jika ingin turut membedah kasus ini secara objektif dan akademik, tentu menjadi hak semua warga bangsa, sesuai dengan proporsinya. Namun tidak semua dari kita memiliki kapasitas untuk melakukan bedah perkara secara objektif dan akademik. Yang harus dihindari adalah tindakan bullying, karena ini tidak objektif dan tidak akademik.

Misalnya, muncul meme melalui poster dan postingan di media sosial yang bisa dimaknai sebagai mentertawakan seseorang, atau menghina dan merendahkan. Demikian pula muncul video-video pendek melalui youtube, tiktok dan media sosial lainnya, yang mempertontonkan sisi-sisi "kelucuan" atau "keanehan" dari ucapan, tindakan dan sikap orang per orang yang sedang menjalani proses hukum. Ini bisa menjadi hinaan dan ejekan kepada personal.

Terlepas dari proses hukum yang sedang terjadi, saya hanya peduli dengan kondisi psikologis anak-anak di rumah mereka. Bagaimana rasanya, melihat ayahnya menjadi bahan meme dan menjadi bahan tertawaan? Bagaimana rasanya ibu mereka menjadi bahan olok-olok dan gunjingan di berbagai media? Sesakit apa hati mereka? Sesedih apa jiwa mereka? Sedalam apa luka mereka?

"These emotional reactions can turn into severe behavioural problems, triggering conflicts between the child and others" (Robert T. Muller, 2015).

Anak-anak yang jiwanya terluka, berpeluang membuat mereka mengalami masalah perilaku yang rumit dan kompleks. Padahal mereka tidak terlibat dan tidak mengetahui duduk perkara yang terjadi pada orang tuanya. Maka hentikan ejekan, bullying, caci maki dan tindakan lain yang tidak objektif dan tidak akademik.

Mari kita rawat bersama jiwa anak-anak Indonesia. Selamat Hari Ulang Tahun Republik Indonesia ke-77. Damai selalu Indonesiaku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun