Mereka biasanya banyak berkomunikasi dan mengekspresikan pertemanan melalui jejaring sosial. Sesekali waktu mereka mengadakan pertemuan dan berkegiatan bersama, sesuai dengan komunitas yang digeluti masing-masing.
- Makanan Halal dan Cita Rasa
Persoalan lain yang dihadapi keluarga muslim di negara Eropa adalah makanan halal. Mereka harus jeli mencermati sediaan bahan makanan maupun makanan jadi yang dijual di berbagai toko.Â
Beruntung jika menempati kota besar yang banyak penduduk muslim, biasanya banyak toko serta restoran halal.
Di Berlin, Frankfurt, Stuttgart dan kota-kota lainnya, sudah banyak imigran muslim dari berbagai negara, maka banyak pula penjual makanan dan bahan makanan halal.Â
Kebanyakan dari Turki, Libanon, India serta negara Timur Tengah. Salah satu makanan favorit saya selama di Jerman adalah Kebab Turki. Makanan ini sangat banyak tersedia di berbagai kota di Jerman dan Swiss.
Namun bagi mereka yang tinggal di wilayah yang jauh dari perkotaan, tidak cukup mudah mendapatkan toko dan restoran halal.
Tentu memerlukan perjuangan sendiri untuk berbelanja ke tempat yang lumayan jauh demi mendapatkan bahan makanan halal.Â
Demikian pula problem anak-anak sekolah, saat mereka makan siang. Sekolah publik tidak menyediakan slot khusus makanan halal, maka orangtua perlu membekali anak dengan makanan dari rumah agar bisa menjamin kehalalan makanan anak-anak.
Ada lagi persoalan cita rasa. Masyarakat Indonesia yang sudah biasa dengan cita rasa Indonesia, tentu harus beradaptasi dengan makanan dan berbagai bahan makanan  yang tidak sama dengan Indonesia.
Di Berlin sudah ada beberapa restoran Indonesia. Sangat istimewa rasanya ketika saya disuguhi nasi bungkus Padang lengkap dengan sambal hijau, sayuran dan rendang Padang.
- Tempat Tinggal
Rata-rata keluarga Indonesia di Jerman dan Swis mengontrak apartemen untuk tempat tinggal mereka. Secara umum, di negara-negara Eropa berlaku aturan mengenai tempat tinggal yang disesuaikan dengan jumlah penghuninya.Â