Mohon tunggu...
Sahyul Pahmi
Sahyul Pahmi Mohon Tunggu... Masih Belajar Menjadi Manusia

Bukan siapa-siapa hanya seseorang yang ingin menjadi kenangan. Email: fahmisahyul@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kolong Tol, Sepatu Basah, dan Doa yang Tak Sampai

13 Mei 2025   23:12 Diperbarui: 13 Mei 2025   23:12 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: Dokumentasi Pribadi Hasil Generate AI/chatgpt.com

"Kalau besok sekolah, kita tetap mandi di sini," jawab yang lain.

**

Sementara itu, di Daan Mogot, banjir belum setinggi kolong tol. Kendaraan masih bisa melintas, tapi pelan seperti niat menikah pasca Lebaran.

Pak Darto, sopir bajaj veteran, melintasi genangan dengan manuver seperti menari. Ia menyetel radio keras-keras: dangdut campur suara guntur.

"Ini Jakarta, Bang. Mau selamat, harus bisa mengapung meski tak punya pelampung," katanya pada penumpang yang wajahnya sudah lebih pucat dari cat bajaj.

"Kalau bajaj ini mogok, kita dorong bareng ya?"

Penumpang tertawa kecut. Ia tahu: tawa adalah pelampung terakhir warga kota.

**

Kembali ke kolong tol.

Pak Saiman masih berdiri. Ia mengunyah rokok yang sudah mati. Di dompetnya ada foto istri yang pergi sejak banjir lima tahun lalu. Bukan karena air, tapi karena kebosanan.

Di sekelilingnya, mobil-mobil mewah berputar arah. Tidak ada yang sudi lewat. Banjir ini seperti seleksi alam: hanya yang nekat yang akan mencoba melintas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun