Sementara itu, di sisi seberang, Mbak Tari berdiri di halte darurat. Sepatu haknya tenggelam di genangan. Ia baru pulang dari minimarket tempat ia menjaga kasir. Tas plastik berisi roti dan popok tergantung di tangannya.
Ia menatap kolong tol seperti menatap mantan yang datang lagi setelah menikah dengan orang kaya.
"Kalau kubilang ini takdir, kau percaya?" tanya suara di belakangnya.
Ternyata Pak Danu, tukang ojek yang dulu sering mengantar Tari waktu kuliah. Kini rambutnya tinggal garis tipis yang malu-malu.
"Takdir apa? Sepatu basah?" jawab Tari.
"Takdir bahwa kita semua, seperti air ini, akan terus mencari jalan meski ditutup beton."
Mereka diam. Hujan turun lagi. Entah dari langit atau dari dalam diri masing-masing.
**
Di bawah jembatan, sepasang anak kecil berenang. Mereka telanjang dada, tertawa, menyelam, lalu berteriak, "Harta karun! Harta karun!"
Yang ditemukan cuma sandal jepit dan botol kosong. Tapi malam itu, mereka adalah bajak laut. Dan banjir adalah samudra yang belum diklaim.
"Kalau besok surut, kita jadi nelayan, ya!" kata yang satu.