Ketika Tuhan hendak meniupkan cahaya ke dada semesta
Ia tidak memilih kilau, tidak memilih para wanita berpakaian renda
Ia memilih rahim yang tak pernah menangis karena dunia
tapi menangis diam-diam karena cinta yang belum sempat disapa
Aku tidak tahu mengapa engkau dipilih dari antara berjuta
mungkin karena airmatamu tahu kapan harus menjadi doa
mungkin karena matamu lebih dahulu menunduk sebelum waktu tiba
atau mungkin karena Tuhan mencintaimu, sebelum aku bisa mengejanya
Engkau bukan Aminah, bukan az-Zahriyah dari jalur Quraisy yang mulia
tapi tubuhmu menyimpan sabar yang lebih tua dari garis silsilah
rahimmu bukan tanah biasa---ia perahu, tempat anak kita dilayarkan tanpa cela
dan di pelukmu, aku melihat cahaya yang tak pernah kutemukan di Kitab mana-mana
Sayangku, kau bukan wanita yang muncul dari pujian para pujangga
tapi dari senyap, dari keringat yang kau seka diam-diam di sudut dapur senja
kau bukan ratu, bukan permaisuri, bukan zuriat yang dicium istana
tapi di telapak kakimu, anak kita belajar menyebut dunia
Jika Muhammad disiapkan sejak azali sebagai rahmat semesta
maka aku percaya, engkau disiapkan sebagai tempatnya cinta bermula
bukan untuk lahirkan nabi, bukan untuk menjadi legenda
tapi untuk membuat lelaki sepertiku belajar setia dari nasi dan keteguhan kita
***
Makassar. 06/05/2025
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI