Mengapa tidak terapkan sistem guru kunjung saja? Mengapa tidak musyawarah terlebih dahulu dengan pihak orang tua?
Alhasil, didapat kesimpulan bahwa sesungguhnya kita belum melakukan pemetaan terkait kesanggupan siswa. Bila dibiarkan, tentu kesenjangan kualitas bakal semakin menganga dan segenap siswa miskin yang minim akses pendidikan makin tertinggal.
Pun demikian dengan sikap silih asah dan silih asuh. Pada momentum Hardiknas tahun ini memang benar-benar dibutuhkan yang namanya transformasi.
Tidak hanya sekadar perbaikan kebijakan dari sisi pemerintah saja melainkan juga mengasah rasa pengertian dan kepekaan semua pihak akan pentingnya layanan pendidikan bagi generasi penerus bangsa.
Ada situasi di mana kita tidak perlu menunggu untuk berinovasi. Saya rasa, itulah salah satu makna sederhana dari jargon Merdeka Belajar.
Dalam kegiatan mengajar pula demikian.
Terkadang, untuk meningkatkan kompetensi diri, seorang guru tidak perlu harus dipaksa ikut pelatihan ini dan webinar itu. Terlebih lagi sampai-sampai harus "diancam" tidak bakal diberi sertifikat webinar jikalau tidak mengikutinya sampai selesai.
Inilah sebuah fenomena pelik, dan sayangnya fenomena ini adalah fakta yang secara perlahan menggerogoti kualitas pendidik kita dalam berinovasi. Ujung-ujungnya? Praktis akan berpengaruh terhadap kualitas pembelajaran di sekolah.
Bagaimana seorang pendidik bisa menggaungkan sikap silih asih jikalau kegiatan mengasah diri masih dilaksanakan setengah hati.