"Ah, coba dulu, Om. Coba kita lihat nama-nama di papan kuburan. Siapa tahu Om pernah kenal."
Rudi tak berputus asa. Terang saja, naluri untuk menikah semakin mendaging-daging dalam darah mudanya. Pokoknya aku harus berhasil! Begitu teriak batinnya.
Dua jam berlalu, ternyata tak ada hasil. Nol besar. Tak ada satu kuburan pun yang namanya pernah ia kenal.
"Udahlah, Rud. Om pulang duluan, ya. Udah ngantuk banget, nih. Kamu yang sabar aja. Jodoh kan enggak ke mana!"
Rudi enggan menjawab. Ia kesal. Om Jack akhirnya meninggalkan Rudi seraya tak perduli. Rudi semakin hampa. Khayalnya kosong. Ia berjalan luntang-lantung tanpa arah di tengah malam.
O, ya, ya, ya. Benar juga! Tiba-tiba Rudi ingat akan sesuatu. Ya, Rudi ingat dengan pesan yang dikirim oleh Ayu sewaktu ia memesan martabak. Elang kan sudah jomlo!
Berkeliaranlah nafsu jahat di sekujur pikirnya. Rudi dapat ide bagus. Elang kan sudah jomlo, mengapa tidak aku bunuh saja dia! Niat Rudi sudah bulat. Tengah malam itu juga ia pulang ke rumah untuk mengambil sarung tangan dan pisau, kemudian membunuh Elang.
***
Seminggu lebih setengah telah berlalu semenjak malam galau yang berakhir tragis itu. Selama itu pula Rudi menghilang dari keramaian. Elang benar-benar telah meninggal dan tiada satupun warga yang tahu bahwa Rudi-lah pembunuhnya.
Malam ini adalah malam Jumat, dan Rudi sudah berada di kuburan Elang, sahabatnya di waktu SMA sekaligus mantan Ayu, yang juga sahabatnya.
Rudi sendirian. Om Jack tidak ia beritahu. Rudi hanya ditemani oleh cangkul. Yang meninggal adalah sahabatnya sendiri, mana mungkin Rudi takut. Langsung saja ia gali makam dan mengambil tali pocong yang terikat di kepala Elang.