Mohon tunggu...
M. Yasin Layli Asy Syura
M. Yasin Layli Asy Syura Mohon Tunggu... Mahasiswa UIN SUNAN KALIJAGA NIM 24107030106

Seorang mahasiswa yang sedang melanjutkan study nya di UIN sunan Kalijaga.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Bersyukur Pada Rasa Sakit: Jalan Menuju Diri yang Lebih Utuh

11 Juni 2025   11:51 Diperbarui: 11 Juni 2025   11:51 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sesuatu yang besar malah yang membentuk kita (sumber: pinterest)

Ketika kamu sampai di ujung hidupmu, dan menoleh ke belakang menatap jejak langkah yang telah kamu tinggalkan, kamu akan mulai menyadari sesuatu yang menakjubkan semua gunung yang pernah kamu daki, semua kesulitan yang dulu tampak tak teratasi, ternyata adalah hadiah. Ya, hadiah. Meski saat itu mungkin tak terlihat seperti itu, lebih mirip beban, luka, atau kutukan gunung gunung itu hadir bukan untuk menjatuhkanmu, melainkan untuk membentukmu.

Kita sering membayangkan bahwa perjalanan hidup seharusnya mulus. Bahwa jika sesuatu terasa berat, itu berarti kita salah jalan. Tapi, seiring waktu berjalan, kamu akan mulai melihat bahwa justru di titik titik tersulitlah kamu tumbuh paling cepat. Ketika kamu menengok kembali hidupmu, kamu tidak akan mengingat setiap rasa sakit dengan getir. Sebaliknya, kamu akan melihatnya sebagai momen momen pentin titik balik, saat-saat pencerahan sebelum arah hidupmu berubah selamanya.

Menjadi master dalam hidupmu sendiri bukan berarti kamu tahu semua jawabannya. Bukan pula berarti hidupmu tanpa masalah. Tapi itu dimulai dari satu hal mendasar mengambil tanggung jawab radikal atas hidupmu sendiri. Termasuk hal-hal yang tampaknya berada di luar kendali. Mengapa? Karena seorang master sejati tahu bahwa yang menentukan bukanlah apa yang terjadi padanya, tetapi bagaimana dia meresponsnya.

Sayangnya, tidak semua orang sampai pada kesadaran ini. Banyak dari kita terjebak dalam pola lama menyalahkan, mengeluh, merasa tak berdaya. Kita hidup dalam kabut pikiran dan perasaan yang membingungkan, sering kali tak tahu bagaimana memilahnya. Kita melupakan bahwa kita adalah pencipta utama gelombang dalam hidup kita sendiri.

Namun, setiap dari kita sebenarnya telah dibekali kemampuan untuk menghadapi dan menaklukkan gunung-gunung yang ada di hadapan. Gunung itu bisa berbentuk trauma masa lalu, kehilangan, ketidakpastian karier, relasi yang tak sehat, atau rasa tidak percaya diri yang mengakar. Apa pun bentuknya, kehadiran gunung itu adalah panggilan. Bukan untuk menyerah, tapi untuk bangkit. Untuk menjadi lebih dari sekadar versi lama dari diri kita.

Keahlian dalam hidup bukan hanya tentang menjadi kuat. Tapi tentang menjadi sadar bahwa tahun-tahun penuh ketidaknyamanan, rasa ragu, bahkan kesedihan yang dalam adalah tanda dari dalam diri bahwa kamu siap untuk berubah. Mereka bukan hukuman. Mereka adalah undangan. Diri terdalam kamu berbisik, "Kamu mampu lebih, Kamu layak lebih, sekaranglah saatnya bertransformasi."

Namun, transformasi bukan sesuatu yang datang tiba tiba. Ia adalah perjalanan yang harus kamu klaim dan jalani dengan sadar. Kamu harus menciptakannya, langkah demi langkah. Dan hebatnya, ketika kamu mulai menyembuhkan dirimu sendiri, kamu juga secara tak langsung menyembuhkan dunia di sekitarmu. Perubahan pribadi menciptakan efek riak yang diam-diam, namun nyata.

Jika kamu ingin hidup yang berbeda, ubahlah dirimu terlebih dahulu. Jika kamu ingin dunia yang lebih baik, mulai dari dalam dirimu. Dan jika kamu ingin menaklukkan gunung terbesar yang kamu hadapi, ubahlah cara kamu memandang dan mendekatinya. Pendakian bukan tentang terburu buru sampai ke puncak. Tapi tentang belajar di setiap langkah, jatuh dan bangkit lagi, dan membiarkan setiap goresan mengajarkan sesuatu.

Lalu suatu hari nanti, ketika kamu akhirnya sampai di puncak apa pun arti puncak itu bagimu kamu akan menoleh ke belakang. Dan kamu akan mengerti. Bahwa semua rasa sakit, semua malam yang tampak tak berujung, semua air mata yang kamu kira sia sia, ternyata sepadan. Lebih dari itu, kamu akan merasa bersyukur. Karena rasa sakit itu tidak hadir untuk menghancurkanmu. Ia hadir untuk membimbingmu.

Rasa sakit menunjukkan bahwa ada yang salah. Bahwa kamu hidup di bawah potensimu. Bahwa kamu terlalu lama berada di tempat yang tidak membesarkan jiwamu. Bahwa kamu layak hidup dengan tujuan, bukan sekadar bertahan. Bahwa kamu bisa mencintai dirimu sendiri tanpa rasa bersalah.

Dan inilah kabar baiknya, hidupmu belum selesai. Justru baru saja dimulai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun