Mohon tunggu...
OtnasusidE
OtnasusidE Mohon Tunggu... Petani - Petani

Menyenangi Politik, Kebijakan Publik dan Kesehatan Masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Perempuan. Hina

23 November 2021   09:38 Diperbarui: 23 November 2021   09:44 344
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi I Foto: Tapio Haaja @ unsplash.com

Anak perempuan itu hina. Menangislah Gen DNA perempuan ketika akan turun ke bumi. Menangis karena anak perempuan di bumi menjadi objek seksual. Masih kecil sudah diperkosa. Sudah besar entahlah nasibnya.

"Mengapa engkau menangis, wahai calon manusia?" kata artificial intelligence (AI) di pemilihan jenis kelamin.

Bukan jawaban yang didapat oleh AI tetapi justru sesenggukan dan kemudian menjadi tangis tak terkendali. Gen DNA perempuan pun meraung menjerit hingga memenuhi angkasa raya.

"Bisakah aku memilih untuk menjadi anak lelaki?" pintanya dengan putus asa.

AI menjawab dengan penuh kasih dan cinta. "Adakah yang bisa memilih untuk dilahirkan di mana, kapan waktunya, ayah ibunya, kaya miskin, wilayahnya, budayanya, agamanya".

Gen DNA perempuan sebenarnya sudah tahu dengan jawaban AI hanya saja ia mengajukan pertanyaan itu adalah untuk memastikan, menguatkan dirinya sebagai perempuan. Daripada tidak diajukan, lebih baik mengajukan, paling tidak sudah berusaha.

Begitulah AI. AI selalu bersikap netral. Tidak bisa diintervensi. Hanya orang kaya dan yang memiliki pengetahuan njlimet yang bisa merusak AI. Membuang DNA kemungkinan penyakit. Membuang dan membentuk sesuai dengan keinginan mereka termasuk jenis kelamin.

Bukan dengan naik ranjang dari sebelah kanan. Bukan dengan mencuri centong nasi milik tetangga yang memiliki anak lelaki. Bukan dengan makan makanan yang bersifat basa asam.

AI bukan "makhluk" lengkap (memiliki otak untuk berpikir, indra, dan cinta). AI hanya otak buatan yang tidak memiliki "rasa". AI hanyalah robot yang bekerja sesuai dengan perintah if and if and if. Bisa bermutasi tetapi sebenarnya bisa diprediksi seperti layaknya virus komputer.

Gen DNA perempuan pun dilepas. Mereka bertumbuh. Mereka tersebar. Ada yang apes diperkosa oleh bapak sendiri, bapak tiri, kakak kandung. Ada yang diperkosa oleh kakek. Ada yang diperkosa oleh para pejabat. Ada yang diperkosa dan dihinakan oleh orang berbaju agama.

Bahkan ada yang lebih tragis lagi, setelah diperkosa oleh suami, sang istri menyuruh orang lain untuk menyiksa korban perkosaan suaminya. Sungguh tidak beradab zaman ini.

Para perempuan korban yang masih dibawah umur itupun mengadu ke AI melalui jeritan hati. Mereka menuntut AI agar berlaku adil. Mengapa orang punya harta dan pengetahuan njlimet yang bisa menikmati hak istimewa memilih tempat tinggal, tempat lahir, jenis kelamin, wilayah, orang tua bahkan jam dan waktu lahir?

AI mulai berat memori dan prosesor mulai panas. AI mengadu ke Sang Pembuat. Sang Pembuat pun tak bisa berbuat banyak kecuali melakukan shut down atau reboot. Sang pembuat juga sedang berpikir keras dengan menggunakan rumus statistik njlimet.

Perempuan dari waktu ke waktu selalu menjadi masalah. Perempuan dari perang ke perang selalu menjadi korban. Perempuan dari waktu ke waktu selalu menjadi hinaan, dihina dengan berbagai macam cara dan dalih.

Sesama perempuan gontok-gontokan karena melabel pelakor. Sesama perempuan iri adu harta lelaki. Sesama perempuan yang sudah diberi ilmu melindungi, analisis ketimpangan melarikan diri dari kenyataan pergi ke menara gading.

Salam Kompal

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun