Mohon tunggu...
SANTOSO Mahargono
SANTOSO Mahargono Mohon Tunggu... Penggemar Puisi, Cerpen, Pentigraf, Jogging

Sesungguhnya aku tiada, hingga Tuhan membenamkan cinta di relung rusuk

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Pergi ke Pasar Loak

13 Februari 2020   06:00 Diperbarui: 13 Februari 2020   17:04 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://nufikri.files.wordpress.com

Saat mengunjungi pasar loak, berjejer kenangan dipajang. Kesedihan bergelantungan, serta tumpukan kesenangan. Nampak pula beberapa lembar birahi yang tertata agak sembunyi. 

Kios-kios ramai dikunjungi jejak langkah. Mereka melihat-lihat jendela yang tak bisa melihat keluar. Ada pula sebuah pintu bekas yang tak lagi tertutup rapat. Mungkin karena cemburu, pintu itu sering dibanting. Sampai-sampai jam dinding tak pernah berhenti memperingatkan bahwa pada akhirnya cinta akan kembali pada angka 12 malam. Gelap, senyap, dan dekap.

Hanya sebuah kaca cermin yang terus menanyakan kepada pikiranku, "Sebenarnya kau ini siapa?" Aku terdiam seperti baling-baling kipas angin. Pakaianku menjadi barang loak yang dijajakan, dan tubuhku dimakan rayap. Aku menjadi debu yang mengerubuti kulkas tua. Sedangkan orang-orang sibuk menawar berita tentangku di televisi tabung yang hilang transistornya.

SINGOSARI, 13 Februari 2020

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun