Mohon tunggu...
SANTOSO Mahargono
SANTOSO Mahargono Mohon Tunggu... Pustakawan - Penggemar Puisi, Cerpen, Pentigraf, Jalan sehat, Lari-lari dan Gowes

Pada mulanya cinta adalah puisi. Baitnya dipetik dari hati yang berbunga

Selanjutnya

Tutup

Puisi Artikel Utama

Puisi | Kepada Samudra Air Mata Berpulang

3 Januari 2020   12:56 Diperbarui: 12 Januari 2020   09:22 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi diambil dari i.ytimg.com

Biarkan air mata pulang, setelah kemarau puas menelanjanginya di tengah savana. Beri jalan pada langkahnya, jangan pernah tutup pintu. Sebab, mega masih menjadi atap bagi alam.

Saat kemarau, air mata mendengar kisah Tuhan, tentang lapang bermain yang ditumbuhi bangunan. Di sana pemilik modal menjajakan mimpi. Mereka bersepakat, semua lahan dijual saja. Tanam tonggak-tonggak yang kuat. Rawat ketakutan bagi orang-orang yang tak punya tempat tinggal. Pasti mereka akan memborong rumah.

Ditunjukkanlah sebuah adegan makhluk Tuhan. Peran antagonis dan protagonis. Sandiwara topeng-topeng berwajah manusia. Jalannya membusung saling beradu jabatan, di jalanan basah penuh gelisah.

Di penghujung senja basah, air mata ingin pulang, samudra sebagai kediaman, beribukan karang yang menjaga masa.
Dari jauh sudah nampak arak-arakan air mata meluap-luap. Menuruni mega menuju gunung. Menyapa lembah menjadi air bah. Bangunan di tanah lapang telah dibawa serta. Begitu juga pemeran sandiwara bertopeng manusia. Mereka menyatu di samudra untuk kembali kepada-Nya. 

MALANG, 3 Januari 2019  

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun