"Ayah, kenapa orang Muhammadiyah sudah lebaran hari ini?"
Saya ingat betul saat menanyakannya belasan tahun lalu saat masih kecil. "Sama-sama beragama Islam kok bisa lebarannya beda?" pikir saya dulu dan kerap dijadikan olok-olok juga oleh umat agama lain tentang ini.
"Mereka berlebaran hari ini karena mereka melakukan perhitungan dengan cara yang berbeda. Kalau kita, ikut pemerintah saja," jawab ayah lagi.
Saya yang masih belum paham hanya mengangguk. Semakin besar, saya mulai semakin (berusaha) memahami perbedaan cara menentukan hari lebaran ini walaupun di dalam hari, saya selalu berharap baik NU atau Muhammadiyah dapat berlebaran di hari yang sama.
Di lain waktu....
"Saya lebaran besok, tapi hari ini saya sudah nggak puasa," ujar salah satu teman saya.
"Kok gitu?" Tanya saya balik.
"Iya, jika orang Muhammadiyah menganggap hari ini lebaran alias 1 syawal, artinya hari ini diharamkan untuk berpuasa," ujarnya lagi.
Makin bingunglah saya, kan! Dulu, topik ini termasuk sensitif. Belum lagi dengan Jamaah Naqsabandiyah yang lebarannya 2 hari sebelum. Hmm. Saya juga sedih dengan perilaku sebagian orang yang kerap menganggap serius hal ini. Saya ingat betul, ada di satu kawasan di Palembang ini yang pengurus masjidnya melarang penggunaan masjid untuk salat Id karena sudah digunakan sehari sebelumnya. Nah yang kayak gini udah gak bener, kan!
Tapi ya sudahlah, sebagaimana penjelasan MUI akan perbedaan penentuan hari lebaran antara NU dan Muhammadiyah, dan juga harapannya agar hal ini tidak harus diributkan dan dijadikan bahan perpecahan, saya berusaha untuk menerima kondisi yang ada di Indonesia ini.
Alhamdulillah-nya, beberapa tahun belakangan, NU dan Muhammadiyah bisa kompak berlebaran bersama. Diakui atau tidak, itu nuansanya jadi sakral banget, loh! Rasanya, semesta mendukung merayakan hari kemenangan tersebut. Tidak ada lagi pandangan-pandangan perbedaan, dari yang lagi sibuk masak ketupat ke orang yang sudah ke masjid untuk salat Id misalnya. :)
Aktivitas keluarga kami saat lebaran
Setelah melakukan rangkaian persiapan menyambut lebaran, di pagi hari, di hari H, kesibukan kami yang utama ialah salat Id. Salat sendiri biasanya dimulai pukul 08:00 pagi walaupun sejak 06:30 orang sudah ramai datang ke masjid biar mendapatkan posisi strategis hehe, yakni di dalam masjid atau di area bawah tenda agar tidak kepanasan.
Saking ramainya, biasanya pukul 07:30 salat sudah dapat dimulai karena sepertinya semua warga sudah berkumpul. Hikmat sekali rasanya jika dapat melaksanakan salat Ied bersama keluarga dan para tetangga. Ada aura yang sangat berbeda yang hanya saya rasakan saat salat Id ini.
Setelah pulang ke rumah, kami bersalam-salaman tanpa prosesi sungkeman. Ya, salim biasa aja gitu sama orang tua dan saudara yang dilanjutkan dengan makan bareng dan bagi-bagi THR dengan anak-anak tetangga yang datang ke rumah.
Mulai "sanjo" lebaran
Baru kemudian sekitar pukul 10 pagi, kami pergi meninggalkan rumah dan langsung menuju ke rumah salah satu uwak yang termasuk dituakan. Saya beruntung punya orang tua yang masing-masing kampungnya berdekatan, istilahnya beda RT saja haha, jadi baik mengunjungi rumah keluarga besar ayah dan ibu bisa dilakukan dalam satu waktu dengan cara berjalan kaki.
Selanjutnya, setelah tengah hari, barulah kami semua mudik ke Kabupaten Ogan Ilir untuk berziarah ke makam nenek dan kakek. "Untung" di sana ada sepupu juga sehingga tetap saja ziarah ini berbalut "sanjo" hehehe.
Makan, makan, dan makan
Ingat, lebaran itu hari kemenangan karena sudah berpuasa sebulan penuh jadi jangan sampai badan juga ikut lebar-an hehe. Di hari inilah semua makanan enak terhidang. Namun, harus tetap membatasi diri, sesuai porsinya aja --semacam reminder sih haha. Jangan nanti semuanya masuk, sehingga pasca lebaran target jarum timbangan bergeser ke kanan malah jadi gagal.
Intinya, hari raya adalah harinya kebersamaan bersama keluarga. Selamat menyambut lebaran ya teman-teman.
- "Yoga di Saat Sahur, Eh Bukannya Yoga Itu Diharamkan?"
- HL : 5 Alasan untuk Menolak Ajakan Buka Bersama
- Gagal Menangis di Masjid Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang
- HL : Kocaknya Memperkenalkan Ibadah Puasa ke Seorang Bule
- Cara Jomblo "Merayakan" Romantisme Ramadan
- Jangan Jadi Muslim Cemen! Stop Aksi "Sweeping" Rumah Makan Saat Ramadan
- Ada (Banyak) Cinta di Meja Makan
- Pengalaman Hidup dari Si Tukang Pijat Mualaf
- [Cerpen Anak] Ketika Ara Mogok Puasa
- HL : Tren "OOTD" di Sosial Media. Bagi-bagi Inspirasi atau Cari Sensasi?
- Dibuat Tak Berdaya oleh Es Kacang Merah
- Dari Ngupil Hingga Keluar Cairan "Precum", Ini Dia Beberapa Mitos Seputar Puasa Ramadan
- Ini Nih Serunya Puasa Ramadan Anak Generasi 90-an
- HL : Tolong, Berhentilah Membangunkan Orang Lain untuk Sahur
- Kisah Mengharukan Si Buta dan Si Bisu Ketika Ingin Mudik Lebaran
- Ketika "Bingkisan" Terindah Hari Raya itu Adalah Marahnya Seorang Ibu
- HL : Benarkah Anak Jadi Bermental Pengemis karena Salam Tempel?