Nama: Oldiyani Lassa
Korupsi di Media Sosial: Manipulasi Opini Publik Dan Ancaman Demokrasi Digital
 Korupsi kini tidak lagi terbatas pada praktik suap, proyek fiktif, atau penggelapan anggaran. Di era digital, bentuknya telah bergeser: tidak kasat mata, namun sangat merusak. Salah satu bentuk baru yang kian mencuat adalah korupsi informasi melalui media sosial, yaitu penyebaran hoaks dan disinformasi untuk memanipulasi opini publik, menyebarkan ketakutan, dan membentuk persepsi palsu demi kepentingan tertentu.Praktik ini menjadi ancaman serius terhadap demokrasi digital, terutama di daerah yang sedang membangun konektivitas.Dalam konteks ini, konektivitas merujuk pada kemampuan masyarakat untuk mengakses dan menggunakan teknologi digital, seperti internet, untuk berbagai keperluan.
 Daerah yang sedang membangun konektivitas seperti Nusa Tenggara Timur (NTT) berarti daerah tersebut sedang berusaha meningkatkan akses dan kemampuan masyarakatnya untuk menggunakan teknologi digital.
Korupsi Digital dalam Bentuk Hoaks dan Manipulasi Informasi
Media sosial pada dasarnya merupakan sarana demokratisasi informasi. Namun, ketika disalahgunakan, platform ini menjadi lahan subur bagi penyebaran konten palsu yang dapat menimbulkan kegaduhan sosial, kepanikan massal, serta menurunnya kepercayaan terhadap institusi resmi.
Menurut Kementerian Komunikasi dan Informatika ( Kominfo,2024), hoaks merupakan salah satu tantangan terbesar dalam menjaga ekosistem informasi yang sehat. Bahkan, laporan dari We Are Social & Hootsuite (2024) mencatat bahwa 76% masyarakat Indonesia mengakses informasi utama melalui media sosial yang ironisnya juga menjadi sumber utama penyebaran hoaks.
ContohÂ
Contoh Kasus yang terjadi di NTT Tahun 2025:
1.Hoaks Gempa dan Tsunami (Januari 2025)