Siapa yang punya niat buat berhemat, tapi ujung-ujungnya malah lebih boros dari biasanya? Mungkin kamu pernah mengalaminya, termasuk saya. Rasanya, niat baik untuk menghemat uang malah berujung pada pengeluaran yang membengkak. Gagal hemat, dompet malah makin tipis.
Awalnya, niat saya berhemat karena ingin menabung buat liburan. Setiap hari, saya membawa bekal dari rumah, menahan diri untuk tidak jajan, dan menghindari promo-promo di e-commerce.
Semula berjalan lancar. Namun, ketika akhir pekan di rumah, godaan itu datang. Ada keinginan untuk makan atau jajan sesuatu yang berbeda dan enak dari biasanya. Pikiran langsung tertuju pada aplikasi pesan antar makanan. Tanpa pikir panjang, langsung pesan, pakai promo, dan pesanan datang. Kalau dihitung, jumlahnya mungkin sama saja seperti jajan harian.
Sama seperti saat ingin berhemat ongkos ojol dengan berjalan kaki. Tapi, pulangnya malah beli jajan hampir setengah harga ongkos ojol.
Kejadian-kejadian seperti ini mungkin pernah kita alami. Fenomena ini tidak terlepas dari beberapa alasan psikologis yang membuat niat berhemat sering kali berujung pada perilaku boros.
Setelah berhasil menahan diri dari godaan pengeluaran kecil, kita sering merasa sudah berhak untuk membeli barang lain sebagai hadiah. Kamu sudah berhasil menahan diri tidak jajan mahal selama lima hari. Lalu, ketika akhir pekan ingin sesuatu yang berbeda. Padahal, kalau dihitung mungkin pengeluarannya sama saja seperti jajan harian.
Bukan cuma itu, ada beberapa alasan lain yang membuat niat hemat jadi berantakan.
1. Jebakan Diskon dan Promo
Diskon besar sering membuat kita merasa "rugi" jika tidak membelinya. Padahal, barang itu mungkin tidak kita butuhkan sama sekali. Misalnya, beli 2 gratis 1. Strategi pemasaran ini memberikan kesan bahwa kita sebagai konsumen mendapatkan lebih banyak barang dengan harga yang lebih murah. Memang betul. Namun, sebetulnya yang kita butuhkan hanya 1 barang saja. Jika beli dua, artinya pengeluaran menjadi dua kali lipat.
2. Stok Makanan Berlebihan
Masak sendiri di rumah memang lebih hemat dibandingkan makan atau jajan di luar. Agar tidak repot sering keluar, kita sering stok bahan makanan dalam jumlah banyak. Sayangnya, stok bahan makanan tanpa perhitungan malah menjadi boros. Pengeluaran menjadi lebih besar di awal. Terkadang kita malah membeli yang hanya dibutuhkan cuma sedikit, bahkan ada yang tidak disentuh sama sekali.
3. Keseringan Pakai QRIS
Keseringan memakai QRIS juga dapat meningkatkan risiko perilaku konsumtif. Kemudahan membayar tanpa melihat uang fisik keluar membuat kita merasa pengeluaran tidak terasa. Mungkin uang Rp50.000 di dompet bisa utuh selama seminggu. Tapi, pengeluaran QRIS tanpa sadar bisa lebih dari itu.